Wednesday, May 28, 2008

Gusti Ora Tau Sare

 

Bulan Juni dan Juli adalah bulan paceklik buat saya yang punya profesi semacam tukang becak. Tidak narik tak dapat uang. Tidak mengajar tak dapat uang. Itulah resiko orang yang berada di kuadran S (Self-employed) menurut Robert T Kiyosaki (pengarang Rich Dad, Poor Dad).

Ini berarti, setiap bulan Juni dan Juli, pengeluaran harus tetap dikontrol supaya tidak besar pasak daripada tiang gantungan listrik! Mana kalo bulan Juni & Juli, pengeluaran extra bisa banyak karena anak libur, minta ke Timezone, jalan ke mall dan rekreasi lain biar gak jenuh. Mau cari obyekan dengan minta terjemahan pada bu dosen, kayaknya gak deh. Itu kan mengurangi jatah mangkoknya bu dosen? (bercanda ya bu dosen)

Tapi, Tuhan memang sudah mengatur rejeki. Disaat merenungi betapa enaknya jadi karyawan (kuadran E menurut Kiyosaki) karena tiap bulan pasti dapet duit, tiba-tiba ada yang kirim sms.

Minggu lalu, seorang dokter mengirim sms ke saya karena butuh jasa saya. Ketika dia sms, saya sudah tau, ini pasti rejeki datang. Setiap tahun, pak dokter berangkat seminar internasional dan doi selalu presentasi. Jadi, perlu drilling biar makin OK.

Setelah bertemu, "deal" terjadi. Mulai besok, doi akan pake jasa saya. Cuman, gua juga harus siap-siap "jijik" karena biasanya, klo kursus, sambil lihat-lihat slide pak dokter lagi ngubek-ngubek anggota tubuh manusia (operasi). Demi sesuap nasi, rasa jijik harus disingkirkan. Daripada besar pasak daripada tiang?

Semoga tak berhenti pada pak dokter. Karena, tadi sore, sebelum nge-net, seorang yang saya idolakan (nama dirahasiakan, karena prinsip hukum presumption of non-sense), juga ngajak ketemuan dan diskusi bagaimana saya bisa membantu dia.

Pancen Gusti ora tau sare (Tuhan tak pernah tidur)!

Yang Masih Diburu





Inilah koleksi CD yang masih saya buru

Chrisye: Jurang Pemisah, Puspa Indah, Resesi, Nona, Sendiri, Aku Cinta Dia, Jumpa Pertama, 20 Lagu Terbaik (Kesan Di Matamu) Akustichrisye, & Kala Cinta Menggoda. Sebenarnya masih ada, Badai Pasti Berlalu. Tapi entah kapan yang ini ada. Chrisye By Request & Duet By Chrisye tidak kepingin karena cuma kompilasi, bukan album.
(foto-foto diambil dari multiply nya Tendri dan blog Indolawas)

KLa Project: Album KLa, Kedua, Kelima, Sintesa, KLasik dan kalau ada kompilasi (haram) Best Collection. (foto-foto diambil dari blog Indolawas)


Ruth Sahanaya: Seputih Kasih, Tak Kuduga, Kaulah Segalanya, Uthe…., Kasih, Bicara Cinta, Yang Kurindukan, Berserah Pada Yesus. (foto-foto diambil dari multiply nya Hans dan jazzterday)


Untuk CD Chrisye, saya masih memesannya di toko kaset langganan. Mudah-mudahan akan dating.
Untuk CD KLa Project, mungkin sebagian agak sulit khususnya kompilasi Best Collection yang haram itu.
Koleksi CD Ruth Sahanaya, meskipun saya sudah memesan dalam jumlah lebih dari satu untuk setiap albumnya (titipan teman-teman), produser tak mengeluarkan lagi karena menurut mereka, tak ada banyak permintaan. Apa iya she? Album Rohani Uthe, masih bisa didapat di toko kaset rohani misalnya Pondok Pujian

Tuesday, May 27, 2008

Hari Ini 2 Tahun Yang Lalu


 

Hari ini, tepat 2 tahun yang lalu, pagi hari ketika orang-orang Yogya mulai menggeliat untuk melakukan aktivitas, tiba-tiba bumi bergoncang. Seketika, berhentilah kegiatan yang mulai menggerakkan kehidupan. Orang menjadi ketakutan tanpa tau yang terjadi gempa tektonik atau vulkanik. Beberapa jam setelah itu, Yogya menjadi chaos. Isu tsunami merebak secepat kilat diantara kebingungan orang-orang.

Yang berada di tengah kota Yogya langsung tunggang langgang menuju ke arah utara untuk menghindari air bah tsunami yang katanya datang dari selatan dan sudah mencapai jalan Bantul. Akal sehat tak lagi jalan karena emosi lebih berada di depan.

Akses komunikasi untuk mengabari keluarga di tempat yang jauh mulai terputus. Beberapa menit setelahnya, tv pun mulai memberikan gambaran betapa parahnya sang gempa merusak apa yang selama ini menjadi tempat kita berpijak.

Siapa yang bisa menyelami rahasia Illahi?


Posting saya sebelumnya tentang gempa ada di sini. Cerita mengharukan dan saya menemukan teman baru ada di sini.

Minyak Kepala Sawit

 

Kemasan kripik tela ini, jika sepintas dilihat kelihatan ok-ok saja.

Jika diteliti lebih lanjut, ………..

 

Anak saya yang menemukan tulisan ini.

Saturday, May 24, 2008

[Profil] Kunto Aji Wibisono (Aji Indonesian Idol 2008)

 

Lihat penampilan Aji pada panggung Specta Indonesian Idol 2008 tadi malam (23 Mei 2008)?

Begitu bait pertama dari lagu “Ketahuan” (Matta Band) dilantunkan dari mulutnya secara jazzy, saya langsung berdecak kagum. Sejak awal mengikuti kiprahnya di Indonesian Idol 2008, saya sudah melihat Aji adalah orang yang unik. Gayanya yang santai dan slengehan serta “nothing to loose” menjadi patokan buat saya untuk meramalkan bahwa Aji akan bisa terus berlaga di ajang ini sampai 3 besar.

Tayangan-tayangan tentang kegiatan peserta Indonesian Idol memperlihatkan bagaimana dia adalah orang yang tanpa beban dan apa adanya. “Menurutnya, salah satu kualitas dirinya yang mampu menjadikannya idola adalah karena Aji apa adanya. Dan tidak pura-pura itulah mungkin yang dibutuhkan Indonesia saat ini” (http://www.indonesianidol.com/profile-aji.php). Dan, kadang, kesuksesan bisa datang dari sikap yang biasa-biasa saja.

Selesai menyanyi, tak ada cela bagi juri untuk mengritik penampilannya. Bahkan Anang yang selalu bisa mencari cela/kesalahan peserta, kali ini takluk dan takjub. Titi DJ yang komentarnya untuk semua peserta selalu diungkapkan dengan halus dan manis, hanya bisa mengiyakan dukungan penonton sebagai dukungannya. Indra Lesmana sebagai salah seorang jazz master di Indonesia pun berani memberi gelar “Penyanyi Swinger Baru Indonesia”

Akankah Aji melaju terus atau bisa menjadi Indonesian Idol 2008?

Secara fisik, saya agak meragukan. Mengingat, industri musik Indonesia lebih mengutamakan penampilan fisik dibanding kualitas performance secara utuh.
Semoga, tahun ini, Indonesian Idol bisa mematahkan hegemoni bahwa seorang idol haruslah sempurna secara fisik (ganteng atau cantik).
Semoga, kali ini performance peserta lebih menjadi pilihan pemirsa yang mulai pandai.
Semoga, idola tahun ini terpilih bukan karena kekuatan materi (financial) untuk menjadikan peserta kontes sebagai juara lewat pengiriman SMS yang mbayar itu namun ternyata kualitas suaranya tak layak sebagai idola.

Last but not least, semoga Aji tetap rendah hati dan tidak mengalam “culture shock” sebagai orang terkenal baru. Karena, faktor-faktor seperti ini bisa menjatuhkan dirinya sendiri.

Go Aji Go!


foto diambil dari: http://www.indonesianidol.com/profile-aji.php

Friday, May 23, 2008

Hati-hati dengan Nokia

 

 

Keponakan saya sms (mungkin sambil mewek-mewek):
“Om, N70 ME ku rusak srg hang, kdg nyala trs mati sdri. Dibw ke salah satu NPC di Surabaya ktnya IC nya rusak & biayanya 800rb. Gimana nih?”

Gila!!! Klo kondisi normal, harga second kira-kira 1,7 juta. Harga jual kira-kira 1,4. Dipotong ongkos 800rb. Nilainya tinggal 600rb doank?
Kakak saya mengurusnya sudah hampir satu minggu. Itu saja oleh petugas NPC (Nokia Profesional Center) diulur-ulur. Dan kena pembatalan biaya 25ribu plus data di hape hilang  

Karena kakak saya gak ngerti dunia hape, akhirnya dikirim ke saya untuk diurus. Saya masukkan ke tempat servis umum. 2 hari kemudian saya ambil dan biayanya CUMA SERATUS RIBU RUPIAH SAJA!!! Koq beda jauh ya?
Saya tanya kerusakannya, cuma kerusakan software. Koq di NPC yang servis resmi begitu dibilang IC-nya yang rusak? Kalo IC (hardware) yang rusak, gak bisa nyala donk?

Saya sudah beberapa kali berhadapan Nokia. Dan, jika berurusan dengan Nokia, yang muncul hanyalah kejengkelan, amarah dan aura negatif yang keluar.
Pertama, ketika masih pakai 6210 beberapa tahun yang lalu. Ketika akan servis, petugas counter menuduh bahwa saya pernah membuka segelnya. Dengan demikian, saya dikenai biaya lebih tinggi. Demi Tuhan, saya kan bukan tukang? Saya curiga itu diucapkan karena hape itu dibeli bukan dari distributor Bima Sakti.  Nokia memiliki beberapa distributor: Bima Sakti [yang punya NPC], Trikomsel [OK Shop], Parastar [Sentra Ponsel), dan Erajaya [Erafone]. Setelah itu, kalo beli hape Nokia, saya selalu minta yang distributornya Bima Sakti biar gak dipersulit klo servis. Selesai sampai di situ? Nggak!
Kedua, saya beli 1208. Charger nya rusak. Karena masih dalam masa garansi, saya claim. Untuk claim charger saja, saya harus menunggu antrian dan bertengkar dan menyia-nyiakan waktu 1 jam tanpa hasil. Proses claim harus menyertakan hape nya. Itu pun harus menunggu 1 bulan untuk ke Jakarta. O’ON banget ya pegawainya? Jelas-jelas charger nya yang rusak koq hape nya harus ikut serta? Terus, saya komunikasi pake apa? Dipinjemin juga enggak!
Ada lagi teman bercerita. Hape nya rusak. Dibawa ke NPC, ternyata biayanya tinggi. Ada spare part yang harus diganti. Gak jadi servis. Lalu, oleh temannya mau dibeli untuk dikanibal dengan hape yang lain. Setelah dibuka, ternyata salah satu suku cadangnya sudah diganti (sirkuit tak lagi mulus, ada bekas penggantian). Walah???


Apa benar policy dari perusahaan Nokia, sebuah perusahaan alat komunikasi besar sebagai market leader di Indonesia, sedemikian jahatnya? Bahwa setiap kerusakan kecil dibilang kerusakan besar dan harus ganti suku cadang? Sempat cross check dengan mantan pegawai Nokia, kecurangan dilakukan oleh “oknum” karena kerja di Nokia gajinya kecil sehingga “oknum” memanfaatkan celah yang ada untuk menambah penghasilan.

Kalau demikian, apa tak mempengaruhi nama besar Nokia? Embuh! Toh, pernah juga saya mengirim email ke pusatnya, tak mendapat tanggapan. Mungkin – sekali lagi mungkin – buat Nokia (dan pegawainya) semboyan yang ditanamkan adalah “Company Satisfaction, not Customer Satisfaction”.

Satu-satunya alasan saya masih pake Nokia adalah saya tak mau jempol saya bengkak hanya karena mengetik data nama dan nomor teman-teman di hape dengan merk lain. Coba kalau merk lain bisa membaca data di hape Nokia dan bisa synchronize, mungkin saya sudah “Pindah Ke Lain Hati”. Sejauh ini, “Pindah Ke Lain Hati” terjadi karena hape dikasih gratis. So what geto lho?

Sialan

 

Gua harus segera ke ATM untuk bayar tagihan Credit Card yang mendekati tenggat waktu (jatuh tempo).
Ada orang di dalam. Saya tunggu. Dia sudah selesai, langsung aja gua masuk.

Alamaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkkkkk. Baunya itu lho...................
Ternyata dia habis kentut!!!

Bisa bayangkan gak, orang kentut di dalam ruang ATM nan sempit dan tertutup, kentutnya disebarkan oleh bantuan angin yang keluar dari AC (pendingin ruangan) di ruang yang hanya berukuran 1 X 2 meter?
Mau mabok aja! Mau keluar cari orang itu, dia udah ngacir............

Sialan bener!!!

Wednesday, May 21, 2008

Apa Iya Sih?

 

Tadi sempat lihat foto ini di sebuah toko kecil. Langsung aja saya potret karena menarik.

Pertanyaannya, apa iya sih efektif?
Siapa yang mau lapor? Kalau lapor, apa gak ditanya macam-macam?

Semoga Pemda Kodya Yogyakarta serius dan bisa menjadi contoh bagi pemda yang lain......

20 Mei: ultah Mami

 

Setiap tanggal 20 Mei, reminder hape saya selalu bunyi jam 6 pagi. Tertulis Mami xx (usia)....
Tak terkecuali pagi ini.

Saya tersadar, saya tak bisa lagi melakukan kebiasaan sebelumnya, menelepon Mami mengucapkan selamat ulang tahun.

Mami sudah tak disini
Mami sudah di sana
Bersama Tuhan yang maha baik

Mengapa Mami pergi secepat ini.......

Tuesday, May 20, 2008

Maling Budiman

 

Pernahkan barang anda dicuri lalu beberapa saat kemudian Anda bertemu sang maling di dunia maya dan sang maling mengakui dosa-dosanya?

Mungkin ini adalah peristiwa yang amat langka dan agak absurd. Tapi, ada yang mengalaminya.

Silahkan baca di sini.

 

nb: terima kasih sudah boleh nge-link pengalamannya.

Monday, May 19, 2008

Vertigong – Orang Jawa Main Jazz: Beli 1 Dapat 3





Pertunjukan oleh kelompok Kua Etnika, Sinten Remen dan Teater Gandrik serta Butet Kartaredjasa (monolog) pasti menghadirkan satu hal yang sama: kelucuan!

Yang pertama muncul di benak saya ketika akan menonton Vertigong adalah kelucuan. Membayangkan akan menikmati pertunjukan jazz seperti ditampilkan oleh grup band Krakatau (sebelum mengusung ethnic jazz) dan Karimata di pertengahan 80an mungkin tak akan ada. Itu justifikasi dari saya sebelum menonton Vertigong.

Pertunjukan yang hanya ditampilkan satu kali di Yogya ini membuat tiket terjual sold out. Dimulai agak molor (agak di luar kebiasaan kelompok Butet & Djaduk!) pertunjukan langsung digebrak dengan penampilan komposisi berjudul Gumarenggeng. Pertemuan dua jenis alat musik tradisional (Jawa) dan modern (east meets west) tersusun dalam harmoni yang menghilangkan kesan alat musik tradisional tak pernah bisa bersenyawa dengan alat musik barat.

Purwanto, sang composer memberi kata pembuka setelah komposisi pertama. Sedikit kurang pede karena biasanya komposisi Kua Etnika digarap oleh sang boss, Djaduk Ferianto, Purwanto berharap penonton tak kecewa. Wadaw, tak perlu minder, Pur! Inilah waktunya narcist. Toh, terbukti komposisi pada pentas ini tidaklah mengecewakan!

Komposisi “Gambang Carawak”, dimana enam orang “mengeroyok” alat musik Gambang menandakan bahwa para personil di Kua Etnika tidaklah sehidup semati pada satu alat musik. Ini yang jarang saya temui pada grup lain. Berlanjut dengan bintang tamu, Christopher Abimanyu, yang suaranya menggelegar menyaingi Pavarotti itu pada komposisi “Tumungkul. “.

Kelucuan yang sudah saya bayangkan sebelumnya mulai terasa ketika mereka ber-accapela pada komposisi “Aubabauw” (= abab bau) dimana mereka hanya menggunakan media mulut untuk menghasilkan irama yang nikmat untuk didengar. Berlanjut pada penampilan Djaduk Ferianto, sang komandan Kua Etnika yang kali ini menjadi bintang tamu, pada komposisi “Sekedap” dan disusul oleh Trie Utami yang “beradu mulut” dengan DJ Aduk (julukan spontan Trie Utami pada Djaduk yang menghasilkan tawa penonton!) pada bagian akhir komposisi ini..

Selanjutnya Trie Utami yang ketularan “gila” oleh para personil Kua Etnika ini nekat mengusir Djaduk untuk tampil prima pada komposisi “Konstan”. Penampilannya mengingatkan saya ketika dia masih bergabung dengan Krakatau. Suaranya masih prima dan tak jauh berbeda dengan 22 tahun yang lalu.

Pada komposisi “Clap Tone”, para personil Kua Etnika hanya mengandalkan permainan tangan dan – sekali lagi – bisa menghasilkan irama yang dapat dinikmati. Saya membayangkan betapa komposisi ini tak mungkin tampil luar biasa tanpa didukung latihan ekstra keras dan kekompakan.

Pagelaran ditutup dengan komposisi “Vertigong”, dimana alat musik timur yang pentatonic bertemu dengan alat musik barat yang diatonic. Hampir tak dapat ada celah yang membelah di antara dua jenis musik yang berbeda ekstrim itu. Komposisi ini mengingatkan saya pada pagelaran jazz oleh Krakatau dan Karimata.

Menonton Vertigong sama seperti membeli paket hemat. Beli 1 dapat 3: jazz-nya, gamelannya, dan….. dagelannya!

Saturday, May 17, 2008

(Ide) Museum Musik Indonesia

Ketika menemani Vina menunggu menemui idolanya, Nidji, beberapa artis penyanyi memasuki lobby tempat Nidji menginap. Di antara para artis itu terlihat Bens Leo, seorang pengamat musik Indonesia terkemuka.

Saya menyapa dan langsung berbicara tentang musik Indonesia. Meskipun tak terlalu lama, tapi ide kreatif mas Bens Leo yang tak perlu diragukan “kesaktian”nya soal urusan musik Indonesia, sungguh di luar dugaan saya.

Beliau berkeinginan terciptanya Museum Musik Indonesia supaya kelak anak cucu kita masih bisa melacak keberadaan dokumentasi musik-musik Indonesia sejak jaman dahulu sampai ke depan.

Ide ini pernah juga disampaikan ke mas Remy Soetansyah, katanya. Sampai sekarang, memang ide ini belum terlaksana. Tapi rasanya, ide ini perlu didukung. Jika nantinya museum ini berdiri, mungkinkah kita akan menjadi bagian dari museum itu dengan menyumbangkan koleksi kaset-kaset Indonesia yang kita miliki? Mengingat, tak jarang hasil karya anak bangsa tak terlacak keberadaannya. Sang artis atau pencipta lagu tak lagi memiliki dokumentasi karyanya. Entah itu draft atau hasil jadi (kaset, PH atau CD).

Harapan untuk melacak dokumentasi itu malah kadang ada pada para kolektor kaset Indonesia. Saya juga melihat, para mp-ers berpotensi untuk ikut menyumbangkan koleksinya untuk membangun museum yang memerlukan fondasi yang kuat. Fondasi tak hanya bahan bangunan tapi juga karya yang selama ini (masih) bisa kita nikmati berupa PH, kaset (bekas) dan discography yang kadang tak tercatat karena bangsa kita memang lemah dalam hal dokumentasi.

Museum tak hanya milik para pejuang negara tapi juga pemusik Indonesia!

Sowan Butet Kartaredjasa





Andai saja waktu tak ada batasnya, berbicara dengan Butet Kartaredjasa akan berakhir ketika waktu sudah tak lagi berlanjut alias kiamat. Kami bisa berbicara apa saja. Mulai dari kehidupan yang universal, seni, marketing, pendidikan, masalah pribadi dan juga ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya (ipoleksosbud) serta pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas).

Sejak Butet jadi “presiden”, menemuinya bukanlah hal mudah. Bukan karena protokoler yang diterapkan tapi lebih karena padatnya jadwal “ngamen”-nya. Saya beruntung bisa mencuri sedikit waktunya. Ketika berkunjung kesana, saya biasanya membawa “upeti” (judul lakon Teater Gandrik tahun 1990) berupa rokok marjinal yang menjadi koleksinya. Koleksi rokoknya telah menjadi bahan tulisan di koran KOMPAS sebanyak 3 kali. Setiap tampil selalu satu halaman penuh!
.... pindahkan sejenak ke Halaman Foto nDalem Kartaredjasa(n)? di sini

Butet tak pernah pelit membagikan kisah suksesnya. Bagaimana dia memulai karirnya sejak pernikahan dininya dengan gadis (waktu itu) cantik dari seberang laut. Butet pernah merasakan menulis pake mesin ketik jedak jedok dan bayarannya ditransfer lewat wesel pos (masih ada gak ya?) dan sampai sekarang menjadi pengisi kolom tetap di sebuah surat kabar. Diminta menulis di sana sini berkat tulisannya yang berciri agak urakan namun kadang filosofis (meskipun Butet tak pernah menjadi mahasiswa fakultas filsafat).

Kami juga bicara tentang rokok koleksinya yang dia simpan sangat rapi dan dibuatkan lemari khusus.
Silahkan ke Halaman Foto Koleksi Rokok Butet Kartaredjasa di sini

Pembicaraan kami terhenti sejenak karena ada beberapa mahasiswa akademi disain yang ditugasi dosennya untuk memotret Butet sebagai bahan tugas fotografi dengan tema profil. Butet yang tak pernah menempatkan diri “lebih tinggi” terhadap siapa pun (bahkan kepada mahasiswa yang masih kinyis-kinyis) menyambut para mahasiswa itu dengan hangat serta mempersilahkan mereka melakukan tugasnya.

Meskipun seorang artis (bukan celeb), Butet tak keberatan untuk diminta berpose sesuai keinginan para mahasiswa itu. Keramahan Butet ini lah – menurut saya – membuat para mahasiswa itu menjadi sungkan dan agak gak pede memotret Butet.
.... pindahkan sejenak ke Halaman Foto nDalem Kartaredjasa(n)? paragraf 2 di sini

Ketika jarum jam dan arloji sudah menunjukkan 13.30, saya harus mengakhiri kunjungan inspiratif ini. Andai saja waktu tak ada batasnya, saya akan terus berada di sana untuk menggali lebih dalam ilmu dari seorang guru. Guru yang ini adalah digugu lan ditiru (didengarkan dan ditirukan tingkah lakunya) dan sekali-sekali ora wagu tapi saru (pol!)

Thursday, May 15, 2008

Mimpi Digigit Ular

 

2 hari yang lalu, selesai mengajar, saya seperti mimpi saja. Ketika berpamitan “See you next time”, tiba-tiba murid saya menyodorkan ini:

sambil mengatakan: “Pak Singo, you can use this. This is for you”

Hah? Mimpi apa saya semalem? Gak ada angin gak ada hujan, gak pasang lotre, tiba-tiba dapet hadiah seperti ini?

“Am I dreaming?” begitu tanya saya.
“No, I mean it” jawab murid saya.
“Thank you a lot. BTW, would you please tell me why you did this?”
“I cannot use this. I don’t want to learn it. You learn it, and you tell me how to operate and I will buy another Dopod”

Seumur-umur, belum pernah gua dapet HP dari orang lain! Even dari orang terdekat. Lagian, ini bukan hp low-end. Coba aja google dan ketik Dopod S300. Ntar kan tau harganya. Bener-bener deh, rejeki nomplok.

Kemudian saya konsultasi dengan penasihat spiritual saya bernama Ki Joko Bobo (KJB) lewat sms dengan cara ketik REG spasi SETON kirim ke 0000.
“Rasanya malam sebelumnya, saya mimpi digigit ular.” Begitu sms pertama ke KJB.
“Ularnya kecil atau besar?” tanya KJB
“Kecil” jawab saya
“Wah, itu gak ada artinya.” balas KJB
“Terus, saya bunuh ular itu. Datanglah saudaranya yang besar. Saya dipatok dan terluka” saya melanjutkan
“Darahnya sedikit atau banyak?” lanjut KJB
“Sedikit”
“Wah, itu gak ada artinya.” sahut KJB
“Saya pencet-pencet sama keluarnya banyak”

(ini dagelan jaman Surya Group atau sebangsanya di tahun 70an)


Apa yang bisa dipetik dari kejadian ini?

1. Orang kaya punya duit, tak punya waktu untuk mempelajari, cari mudahnya saja.
2. Orang bodoh kalah sama orang pinter. Orang pinter, kalah sama orang beruntung. (Wong bodoh kalah karo wong pinter. Wong pinter kalah karo wong bejo)
3. Berbuat baiklah terhadap semua orang karena balasan dari Tuhan tak pernah kita ketahui kapan datangnya dalam bentuk apa. Tapi pasti ada! (sok religius nih!)

CD Sinten Remen





Nonton pertunjukan Jazz, Vertigong, sambil membeli CD Sinten Remen yang membuat saya tertarik setelah baca posting ini.

Mas Cuk titip satu. Lagu-lagunya sungguh jenaka, memotret dunia Indonesia secara jenaka dan bisa jadi obat stress. Kapan-kapan pasti saya upload deh.....


(Lagi-lagi) Bertemu Idola

 

Trie Utami, yang sekarang terkenal dengan Miss Pitch Control, adalah idola saya sejak masih di Krakatau. Dengan suaranya yang sangat adjustable, I’ie bisa menyanyi berbagai lagu. Nge-Jazz bisa. Nge-pop lebih gampang. Ketika Krakatau berubah aliran menjadi ethnic jazz, I’ie pun tak kesulitan menyesuaikan suaranya mengikuti permintaan jenis musiknya. Di situlah saya kagum pada I’ie.

Buat saya, I’ie termasuk artis yang tidak sombong. Saya menemuinya selepas pentas Vertigong di Gedung Societet Taman Budaya, Yogyakarta (posting Vertigong menyusul). Dia masih ingat saya dan menyapa apa kabar. Seperti biasa, saya pun menyodorkan cover kaset dia (yang Krakatau sudah di sign semua) yang beberapa saya dapet dari hasil hunting. Sebagaimana idola yang lain, ternyata ada beberapa kaset yang I’ie tak punya. Dan, tanpa gengsi, doi bilang, “titip cariin donk!”

Saya tak keberatan mendapat titipan itu. Nah, rencana (seperti judul lagunya I’ie, Rencana di album LCLR 1988-1989) Hans untuk compile lagu-lagunya I’ie saya bocorkan ke doi. Tentu, ada hadiah buat Hans dari I’ie. Sekalian donk Hans, carikan kasetnya I’ie. Mau donk, do something for your idol!

[kuliner] Sate Ayam Pak Pawiro






Saya menjadi pelanggan pak Pawiro tanpa sengaja dan tanpa rekomendasi dari siapa-siapa. Di sekitar tahun 1993, setelah selesai mengajar di Gondomanan (jalan Brigjen Katamso), saya harus melanjutkan mengajar ke jalan Bantul. Ini selalu terjadi sekitar pukul 18.30 – 19.00. Waktunya makan malam. Seminggu dua kali saya melewati jalan ini dan suatu ketika, mata saya melihat orang berjualan sate dan hidung saya yang tak mancung ini mencium aroma pembakaran daging ayam. Saya sangat sensitif terhadap aroma sate karena ini makanan favorit saya selain ayam goreng (to school).

Sekali mencoba langsung jatuh cinta! Seminggu dua kali selalu menikmati sate pak Pawiro. Setelah murid yang di jalan Bantul itu lulus SMA, saya tak lagi melewati jalan itu namun masih sesekali mengunjungi sate Pak Pawiro. Yang istimewa dari sate Pak Pawiro adalah bumbu kacangnya yang begitu sangat halus dan daging ayamnya adalah ayam kampung. Sejak sadar mudaratnya ayam negeri, saya amat sangat jarang sekali menikmati sate Madura yang biasanya menggunakan ayam “peranakan” itu. Selain teksture dagingnya yang tidak sekencang ayam kampung, sate ayam ekspor tidaklah terlalu baik untuk kesehatan. Menurut penjual sate ayam kampung yang lain (kapan-kapan akan saya upload di sini juga), sate ayam ekspor mestinya sudah bau jika dibiarkan dalam keadaan terbuka selama beberapa jam sejak dagingnya dipotong. Nyatanya, tidak. Berarti, pake obat donk?

Menurut cerita pak Pawiro, dia mulai berjualan sate sekitar tahun 70an dan waktu itu masih menggunakan pikulan. Target operasinya adalah para pedagang di Gondomanan. Tentu saja, orang berhak meningkatkan diri (upgrade tak hanya milik computer!) untuk tak lagi berjalan kaki mengedarkan dagangannya. Suatu saat, pelanggan lah yang mendatangi tempat jualan (counter). Mulailah pak Pawiro berjualan di Pasar Gading (jalan Mayjen Sutoyo), selatan Alun-alun Kidul Keraton Yogyakarta.

Dengan berjualan sate, pak Pawiro bisa menyekolahkan anaknya hingga tamat kuliah. Di tahun 90an itu, pak Pawiro berjualan ditemani istrinya. Ketika sekitar tahun 2000an saya ingin memanjakan lidah dan perut saya dengan menyantap sate Pak Pawiro, sang ibu tak lagi menemaninya. Ketika saya bertanya bagaimana kabarnya ibu, Pak Pawiro yang suaranya kecil (dulu waktu jualan keliling teriak gak ya?) hanya lirih berucap “Ibu sudah dipanggil Tuhan”.

Saat ini, pak Pawiro berjualan ditemani 2 orang anak laki-lakinya. Jam mulai operasionalnya adalah pukul 16.00. Jangan meniru saya di tahun 90an yang pergi kesana pukul 19. Saat ini, pukul 18 saja kadang pak Pawiro sudah berkemas hendak pulang karena dagangannya sudah habis! Harga satu porsinya, Rp 10.000,00 exclude lontong. Buat saya, ini adalah harga yang masuk akal mengingat harga ayam kampung yang memang tak semurah ayam import.

Ketika saya mengambil foto-foto ini, saya iseng bertanya, “Pak, sudah pernah dikunjungi mak nyusssssssssssssss (Bondan@wisata Kuliner Trans TV)?” Dijawabnya belum. Mudah-mudahan, suatu saat pak Pawiro dikunjungi mister Mak Nyusssss ini dan dagangannya makin laris sehingga beliau bisa pensiun menikmati hari tuanya dengan santai karena anaknya sudah siap mengambil alih tongkat estafet sate Pak Pawiro.

Jika keinginan saya tercapai, saya hanya bisa membayangkan Mr Mak Nyus ini makan sate Pak Pawiro sambil berujar, “Pemirsa, ini sate benar-benar mak nyussssssssssssssss”

Pesan saya pada pembaca, jika Anda memiliki akses ke Mr Mak Nyus, silahkan forward promosi ini. Saya yakin, seyakin-yakinnya, Mr Mak Nyus pasti terbuai oleh aroma dan rasa sate Pak Pawiro. Mak nyussssssssssssssssssssssssssss

[kuliner] Gudeg Bu Hajjah Wakidi





Saya mengenal Bu Hajjah Wakidi sejak 1985. Waktu itu baru mulai pertama kuliah di Yogya. Sehabis latihan basket malam hari kira-kira pukul 7 atau 8 malam, seorang teman mengajak makan di sana. Waktu itu, Bu Haji (begitu biasanya saya memanggil beliau) berjualan di jalan Mangkubumi, tepatnya di depan Restoran Rama (sekarang sudah tutup). Kira-kira 100 selatan Tugu.

Makan di pinggir jalan, dengan pincuk (daun pisang), nasi yang panas plus gudeg serta segelas kecil teh tawar. Nasinya, wow…. banyak banget! Untuk ukuran anak kost, bikin kenyang! Tentu saja, tak bisa sering-sering kesana.

Tahun 1990an, ketika sudah mulai bekerja, kadang-kadang saya masih kesana. Kala itu, saya kesana petang hari (magrib). Pembeli sudah pada antri dan jika terlambat (di atas jam 6 sore), tak ada lagi menu gudeg. Laris manissssssssssssss. Kebiasaan ini berlanjut sampai tahun 2000an. Bu Haji mulai berjualan jam 4.30 atau jam 5 dan jam 6 atau 6.30 dagangannya sudah habis. Volume penjualan dikurangi karena sudah berhaji. “Dulu volume penjualan banyak karena ingin menabung untuk naik haji,” begitu kisah bu Haji.

Ketika jalan Mangkubumi mulai dipergunakan untuk “klithikan” (pasar loak tiban) dimana para penjualnya sebagian adalah orang-orang muda, bu Haji “diusir” oleh para pedagang itu. Mereka berujar, “Bu, gantian donk yang jualan. Ibu kan sudah tua, jadi sekarang waktunya kami yang berjualan” Begitu kata Bu Haji ketika saya tanya mengapa tak lagi berjualan di jalan Mangkubumi. Bu Haji tak lagi berjualan di jalan Mangkubumi 5 tahun terakhir ini.

Berjualan di rumah bukan berarti rejeki tak datang lagi. Dengan suami yang selalu menemani dengan setia, Bu Haji melayani pelanggan tetapnya di rumah sambil menjaga bapak yang sudah terkena diabet dan menjadi pelanggan suntikan insulin.

Sekarang ini, bu Haji memulai jualannya sejak jam 10 pagi. Biasanya, jam 2 siang sudah habis karena, para pelanggan setianya biasanya sudah memesan gudeg dan diambil sekitar jam 10 sampai jam 12. Gudeng Bu Haji biasanya dibeli untuk dikonsumsi rakyat lokal Yogya atau sebagai oleh-oleh untuk dibawa keluar kota.

Gudeg dengan ‘genre’ basah ini bisa bertahan 24 jam asal kuah areh dan krecek diperlakukan dengan benar (dimasukkan plastik dalam keadaan sudah dingin). Sebagai informasi, harga yang dipatok oleh Bu Haji, buat saya, tidaklah terlalu mahal. Biasanya, nasi gudeg dan sepotong paha bawah berharga sekitar Rp 8.000,00. Jika membeli dibawa pulang dengan 2 potong ayam (dada, paha atas), 4 butir telor, 4 potong tahu, harga berkisar Rp 35.000,00 – Rp 40.000,00 (saya lupa persisnya). Buat saya, harga itu sangatlah masuk akal.

Jadi, kalau mau membeli, saran saya, pergilah ke rumah Bu Haji pada hari sebelum membeli atau pagi hari. Jika pada pagi hari sudah siap, bisa langsung dibawa pulang. Jika tidak, kembali ke rumah Bu Haji pada siang hari. Jangan lupa, catat pesanan dan langsung bayar karena banyak “tangan-tangan setan” yang tak segan mengambil pesanan orang lain. Bu Haji kadang tak mampu menolak permintaan pembeli. Kadang juga karena lupa kalau sudah dipesan karena saking banyaknya pelanggan yang datang kesana. Paling tidak, itu pernah terjadi pada saya. Pesanan saya (belum saya bayar), dibeli orang dan bu Haji lupa kalau sudah dipesan. Bu Haji cuman bisa bilang, “Nyuwun ngapuro” (minta maaf). Apa yang bisa saya lakukan? Pulang dengan rasa kecewa. Gak jadi menikmati gudeg Bu Haji yang buat saya paling enak di seantero Yogya.

Bagaimana Mr Mak Nyus (Bondan@wisata Kuliner Trans TV)?

Tuesday, May 13, 2008

Buah Reformasi?


Tadi, beli tiket di kantor sebuah maskapai penerbangan. Sedang berbicara dengan officernya, seorang anak muda (kira-kira 20 tahunan usianya) nyelonong, memotong pembicaraan kami. Padahal, saya sedang konfirmasi jadwal tiket dan tarifnya.

Nyelonong begitu saja dan mengatakan, "mbak, saya mau konfirmasi tiket"

Dodolnya lagi, si officer tiket itu melayani pula pertanyaan si pemuda itu. Idealnya, kalau mau menciptakan budaya antri, sang officer cewek ini mestinya berani dengan tegas mempersilahkan dia duduk dulu kek, terus dilayani berikutnya.

Saya langsung bengong. Seperti ini kah anak muda jaman sekarang?
Sebagai tanda protes, saya tak mau berkoar-koar. Langsung keluar dari kantor tersebut.

Saya heran, sedemikian penting kah konfirmasi tiket anak tersebut sehingga tak menghiraukan tata krama dan tak mau antri demi sebuah kepentingan pribadi? Emangnya orang lain tak punya kepentingan?

Kualitas manusia Indonesia mengalami degradasi! Tidak semua memang. Tapi, lihat saja, berapa banyak lowongan pekerjaan yang kita temui setiap minggu di koran-koran? Itu tandanya, sebenarnya lowongan pekerjaan masih ada. Tapi, angka pengangguran koq bertambah?

Dalam sebuah informal talk dengan seorang HRD restoran cepat saji ketika mengadakan rekrutmen di Yogya, beliau mengeluh karena sering meleset mendapatkan pegawai ideal. Maunya merekrut 100 orang tenaga baru, tapi setelah proses rekrutmen selesai, yang didapat cuma 7 orang.

Mengapa sebegitu sedikit orang yang qualified untuk masuk perusahaan itu? Apa bukan karena perusahaan yang "cerewet" dan idealis dalam mencari pegawai? Bagaimana pun, perusahaan berhak menentukan kriteria calon karyawan ideal, bukan?

Masih menurut sang HRD, kualitas sarjana memang menurun. Sejak kapan? Katanya sih, sejak jaman reformasi, dimana semua orang merasa sudah mendapat kebebasan, sebebas-bebasnya. Jadi, ketika melamar kerja pun, sang pelamar merasa berhak menentukan gaji (minta gaji sebesar-besarnya tanpa alasan yang logis). Bahkan, ketika wawancara pun berani ngeyel. Dodol gak?

Kalau memang ini yang terjadi, tak heran lah jika angka pengangguran membengkak. Bukan karena tak ada lowongan pekerjaan tapi lebih karena pelamar kerja tak memenuhi standard ideal perusahaan sedang mencari karyawan.

Jadi, ketika reformasi diterjemahkan bebas merdeka, sebebas-bebasnya, apakah ini tidak menjerumuskan diri sendiri? Sedemikan parahkah buah dari reformasi? Mari berdiskusi sambil bersyukur karena kita termasuk orang yang dulu dipenjara tapi memiliki sikap yang setidaknya lebih baik lah........ (narsis dikit boleh donk!)

Cepat Tuwa

 

Kemarin Senin (12 Mei 2008), rencananya saya mau kirim kaset ke mas Inyong. Pengiriman ini tertunda (tidak bersama dengan kirim ke Cecep dan Erwin) karena belum ada nomor teleponnya (pihak courier minta dicantumkan nomor telepon penerima biar klo gak ketemu, gampang konfirmasinya).

Waktu jemput anak pulang sekolah, dia bilang "Pa, besok libur sampe Rabu depan baru masuk."
Ingatan langsung tertuju pada kalender merah hari Selasa (Hari Raya Waisak).

Wah, kalo besok selasa (13 Mei) libur, percuma juga gua kirim kaset ke Inyong. Courier ini sangat saya percaya. Untuk jurusan ke Jakarta, sampai pada penerima dalam waktu 24 jam. Karena gua yakin besoknya adalah libur nasional, ya udah kirim ke Inyong hari Rabu aja lah.

Ketika malam tiba, gua lihat bulan koq masih separoh (half moon), gak full moon? Berarti besok gak libur Waisak donk? Malam Waisak pasti dihiasi bulan purnama. Terus gua lihat kalender lagi, ternyata libur nasional Waisak baru minggu depan toh?

Gejala apa ya ini? Pingin cepet tuwa?

Akhirnya, hari ini pergi ke courier untuk ngirim kasetnya mas Inyong deh! Mudah-mudahan besok sampe di tangan mas Inyong dengan selamat dan bermanfaat.........

Mana Yang Benar?


Saya menemukan beberapa nama pemusik ditulis berbeda di sampul kasetnya. Apakah ini terjadi karena perubahan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) atau karena penggantian alasan komersial atau karena memang kurang teliti dalam penulisannya? Mungkin teman-teman bisa menjelaskan atau mas Jockie (atau Yockie?) sendiri bisa mengklasifikasi? (disusun berdasarkan abjad)

Foto-foto diambil dari http://indolawas.blogspot.com dan beberapa foto di multiply teman-teman.


Andi Meriem Matalatta (satu ‘t’ pada ‘Mat’) di album Pop In gold 3, Rela, Pop Indonesia Vol 4, Vol 5 versus Andi Meriem Mattalatta (2 ‘t’ pada ‘Matt’) di album Aku & Asmara, Bimbang, Emansipasi, Hasrat, Nuansa Biru, Pasrah, Pop Indonesia Vol 2, Cinta Yang Hitam, Janji, The Best Of

Atik CB (tanpa ‘e’) pada album Akh, Berhentilah, Bersuka Cita, Dia, Disudut Kemegahan Hidupnya, Ilusi Pagi, Kekang, Maafkan, Nusantaraku, Setelah Kusadar, Suka-suka, Transisi versus Atiek CB (dengan ‘e’) pada album Kau & Aku [album bersama Ronnie], Meditasi

Harvey Malaiholo (satu ‘l’ pada ‘holo’) pada album Harvey Malaiholo - Vol. 1, Harvey Malaiholo & Ireng Maulana Bagian 1, Harvey Malaiholo & Ireng Maulana Bagian 2
Kugapai Hari Esok versus Harvey Malaihollo (2 ‘l’ pada ‘hollo’) pada album - Gempita Dalam Dada (Harvey Malaihollo & Elfa Secioria), Harvey Malaihollo & Ireng Maulana Bagian 3,
Aku Begini Kau Begitu, Begitulah Cinta, Festival Penyanyi Populer, Jangan Simpan Tangismu, Mau Tak Mau, Pengertian, Taragak, Tetaplah Bersamaku, Hidup Yang Sepi

Dan, yang ini, sampai 3 perbedaan:
Yockie Suryoprayogo (pada album “Musik Adalah Saya”),
Jockie Soerjoprajogo (pada album “Punk Ekslusif” & “Sebuah Penantian”),
Jockie Soeryoprayogo (pada album “Selamat Jalan Kekasih”)

 

Monday, May 12, 2008

SMS Berantai

 

"Buat temen2 semua, brsan ak dpt kbr dr jakarta, usahakan besuk dr jam 9 pagi sd jam 1 hp dinonaktifkan. ada radiasi dr xipz 666 yg akan diluncurkan tgl 12, "klo ada telpn, jgn diangkat", sebarkan buat temen2 yg lain. GBU" (9 Mei 2008)

"Tlg trskan psn ini: Matikan semua HP mlm ini. Mnrt Metro TV, pd 23.00 ini ada gel radiasi bsr yg bhy u manusia yg akn t'tgkp smua HP. Jgn trh HP dkt kepala..thx" (11 Mei 2008)


Entah kenapa akhir-akhir ini koq ada sms seperti ini. Termasuk juga sms santet yang heboh.
Menurut saya, ini adalah kerjaan orang iseng. Dan, klo kita termakan gossip murahan seperti ini, yang diuntungkan hanyalah operator telepon saja.

Bayangkan jika anda punya 10 teman. Ada kirim sms ke 10 teman (sms ini memakan lebih dari 160 karakter = 2 biaya sms), berarti anda sama saja dengan mengirim 20 sms. Dengan biaya sms per 160 karakter = Rp 350,00 berarti anda sudah membuang uang Rp 7.000,00

Lalu, teman anda punya 10 teman. Dia teruskan ke 10 teman. Dia juga membuang uang Rp 7.000,00. dst....dst.....

Berapa income yang didapat oleh operator telepon? Ini kan namanya multiply effect? Kalau buat saya, multiply adalah ajang sharing dan cari teman, kawan, sahabat...... bukan buang-buang uang!

Thursday, May 8, 2008

"Kalian Pulanglah Tutup Lubang"

 

Iseng-iseng browse detik.com, saya menemukan berita ini: "Kalian Pulanglah Tutup Lubang"

Saya yakin, warga Indonesia yang belajar di luar negeri bukan tak cinta pada negara ini. Tapi, kalau mau pulang ikut memajukan negara tapi kondisi di negaranya begini, kan tak nyaman juga toh?

Mestinya, pemerintah lah yang instrospeksi mengapa warganya tak mau pulang dan ikut membangun negara. Tak usahlah menyalahkan warga negaranya. Mending memperbaiki negara. Kalau negara sudah lebih teratur, manageable, manusiawi, tak usah disuruh pun, pasti mereka dengan senang hati pulang dan ikut memajukan negara ini.

"Lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang" mungkin sudah saatnya diwujudkan dengan tindakan pemerintah yang lebih baik, adil dan memihak pada rakyat. Jangan sekedar menyalahkan warganya.

Bagaimana menurut Anda?

Malam Jumat

 

Hari Kamis, seperti biasa, saya nge-net dan lihat-lihat mp. setelah satu jam lamanya berkubang di mp, saya jadi kesepian. Biasanya, pada jam-jam segini, rekan-rekan mp banyak yang saling reply posting.

Saya menunggu sampai satu jam lamanya, tak ada juga yang reply posting-posting di mp. Tanya kenapa?

Mencoba utak-atik, salah satu jawabannya adalah: "ini kan malam Jumat?"

Jangan-jangan, para sobat mp lagi bersemedi, nyuci keris, mbakar menyan atau melakukan ritual malam Jumat ya? Jadi inget, film-film Suzanna.......

 

Wednesday, May 7, 2008

Bertemu Idola (lagi)

 

Begitu melihat publikasi Meet & Greet Di3va di salah satu Mall di Yogya, saya langsung menyiapkan radar untuk mencari tau dimana mereka akan menginap.

Acara digelar hari Senin, 5 Mei 2008. Hari Sabtu, sms pertanyaan dimana mereka menginap dah saya sebarkan ke orang-orang potensial yang tau info dimana doi menginap.

Senin pagi, mencoba menghubungi asisten sang artis. Ketika tanya dimana menginap, sang asisten tak berani memberikan jawaban. Harus tanya dulu pada sang artis. Sebelum konfirmasi dari sang asisten saya terima, radar saya sudah menjawab si doi menginap di hotel X.

Langung deh meluncur. Bermodalkan hasil cetak foto cover albumnya, saya sudah siap kasih doi sebagai alasan buat ketemu. Dikitari oleh security, saya santai aja dan menyapanya.

"malem, mbak. saya mau kasih sesuatu buat mbak."

"oh, pak Singo. Apa kabar?" begitu sang artis menyapa dengan ramah dan masih ingat saya.

Ketika saya tunjukkan pemberian saya, ternyata, bukan hanya doi yang terkaget-kaget. 2 teman lainnya dan para asisten, manager dan security, jadi ikut menikmati pemberian itu. Artis yang satunya, juga tak punya album dari foto yang saya berikan itu. Suasana tak lagi angker tapi jadi bersahabat. Tertawa melihat foto sang artis ketika belon ngetop dan masih cupu.

Lalu, jadi ngobrol kesana kemari deh. Sambil minta sign untuk kaset yang belum di sign.

Kekaguman saya pada artis ini, tak hanya karena suara dan prestasinya, tapi juga keramahannya serta kehangatannya. "Baik hati dan tidak sombong" (mengutip lirik lagu Si Boy). Jadi:

sungguh ku akui
tak bisa ke lain hati

(KLa Project, Tak Bisa Ke Lain Hati)

Pertemuan dengan idola yang satu ini tentu bisa terjadi karena saya membawa "senjata" sebagai alasan untuk bertemu. Dan, senjata ini tak mungkin saya dapatkan tanpa bantuan teman di sini dan di situ yang juga fans sang artis. Tq, friends!

 

Kaset.... Riwayatmu Nanti

 

Ngobrol-ngobrol ama pemilik toko kaset, dia bilang, di masa mendatang, kaset tak lagi digunakan. Semua produk musik dijual dalam bentuk cakram (CD).

Waduh, kenapa ya?

Inilah waktunya menimbun kaset seperti teman saya yang kesohor itu. Kelak kalo kaset memang tak ada lagi, kaset lama akan jadi barang mahal.

Mau jadi penimbun kaset? Tanya pada ahlinya!

Monday, May 5, 2008

Attention, Please........

Teman-teman,

tadi udah ketemu Di3va. Karena gua fans specialnya Uthe, gua bisa menembus pagar betis para bodyguard. Dengan senjata foto cover Uthe Pop Ambonia dari Hans dan Titi DJ dari Cecep, gua langsung jadi kayak raja. Uthe minta asistennya untuk cariin gua kursi, nawarin makan dan minum (di hotel tempat mereka nginap)

Ketika gua kasih foto ke mereka itu, pada geleng-geleng. Koq bisa seh? Uthe titip kaset Pop Ambonia. Titi sih cuek aja. Habis itu, gua cerita bagaimana kita membangun jaringan ini. Yang nge-fans Uthe, si Cecep & Hans, gua ceritain setinggi langit. Terus dia tanya, alamat multiply nya apa. Gua kasih alamat multiply gua, Cecep & Hans yang ada (banyak) masang lagunya Uthe.

So, hati-hati yang ada comment di3va yang kurang benar, harap segera setting di-ubah. Di blog gua yang ada poll Siapa Yang Menyebabkan 3 Diva Bermasalah Dengan EG & JS? langsung saya tutup untuk diri sendiri.

Tolong yang ada comment-comment negative tentang salah satu dari 3 Diva itu, segera comment nya di delete atau akses ditutup saja. Demi keamanan dan perdamaian.........

Tolong yang punya blog dimana saya kasih comment negatif tentang salah satu dari mereka, please, delete aja.........

Daripada gua besok gak dikasih cipika-cipiki sama Uthe? Ini true story lho. Gua dikasih sun pipi kanan kiri sama Uthe. Cecep boleh ngiri, tak mungkin terjadi. Soalnya, tadi sempat telepon Cecep tapi dia gak denger seh.....

 

Sunday, May 4, 2008

mati rasa

Setelah hari selasa, hari berikutnya adalah "my body is not delicious".

Awalnya, anak yang kecil filek. Menular ke anak yang besar...... karena pergantian cuaca, akhirnya sang virus mampir juga deh.......

Ketika lidah tak bisa merasa.......
Ketika hidung tak bisa mencium......

that's the worst part of being filek! Makan makanan seenak apa pun, tak ada rasanya! Klo sudah begini, rasanya lebih enak bobok terus... seperti kemarin Jumat. Tidur jam 3 sore, bangun jam 6, makan, terus tidur lagi sampe pagi.......

Sekarang keterusan, gak bisa tidur deh.........