Thursday, February 26, 2009

Tak Kuasa



Jam dinding menandakan sudah waktunya jiwa & raga diberi kesempatan istirahat.

Tiba-tiba, keheningan & kesunyian malam terpecah karena telepon genggam meneriakkan sebaris nada lagu Livin La Vida Loca (Ricky Martin). Itu pertanda teman sealmamater yang membuatnya menyanyi. Perasaan saya tak nyaman. Beberapa hari ini banyak rekan kerja belahan jiwa saya berdoa tanpa henti demi kesembuhan Ibu Indriani, mantan dosen kami, yang sedang berjuang melawan sakitnya yang sudah lama.

Sang penelepon mengatakan, Singo, kita iuran lagi beli krans bunga.” Bayangan saya langsung tertuju pada nama bu Indriani.
Sang teman melanjutkan, “Bu In sudah meninggalkan kita.”

Saya terdiam. Saya masih punya hutang. Ketika bu In sakit, saya tak menjenguknya. Saya hanya mengumbar janji pada teman akan menjenguk dan menyampaikan salamnya. Saya memang trauma mengunjungi orang sakit karena saya selalu terbayang perjuangan Mami melawan sakitnya sampai akhirnya Tuhan memanggilnya.

Tiga tahun lalu, beberapa teman mengajak saya untuk mengumpulkan dana demi kesembuhan bu In saat itu. Kami, khususnya saya, gagal meyakinkan bu in untuk bersedia menjadi terapi medis demi kesembuhan matanya. Penyakit diabetnya semakin menggerogoti kesehatannya dari tahun ke tahun.

Kabar tadi malam mengaduk-aduk perasaan saya. Antara kejengkelan & penyesalan karena kegagalan meyakinnya bu In agar bersedia berobat dengan dukungan teman-teman & iba hati karena bayangan perjuangannya melawan sakitnya sampai akhirnya dia berpulang, bercampur jadi satu.

Saya yang mestinya memberi ruang istirahat untuk jiwa  raga setelah penat kerja, tak kuasa untuk tidak terhubung ke dunia maya mengabarkan kabar duka cita.

Pagi ini, saya mengantar anak yang bertugas koor misa Rabu Abu. Tangan saya tergerak untuk mengabarkan kabar duka cita lewat telepon genggam. Kepada 50an orang saya berkirim pesan singkat. Meskipun saya sudah melakukannya malam sebelumnya, saya melakukannya lagi, mungkin kepada beberapa teman yang sama. Banyaknya teman yang harus tau menjadi tanda banyak cinta untuk bu In. Banyaknya teman yang tau adalah banyaknya doa yang melapangkan jalan ke surga!

Misa sudah dimulai tapi saya belum selesai mengirim kabar duka. Saya melanjutkan mengirim sampai selesai agar tak ada yang terlewatkan. Banyak yang membalas. Semua kehilangan dan memanjatkan doa.

Membaca pesan teman-teman membuat air mata haru saya mulai menetes. Saya mencoba tegar agar kelihatan segar tapi hati saya terus bergetar.

Di gereja yang megah, tempat bu In selalu beribadah, linangan air mata saya terus bertambah. Ingatan saya kembali kepada Mami ketika berjuang untuk tidak dipanggil Ilahi.

Entah kenapa saya tak bisa menghentikan air mata. Tetesan air mata saya makin deras ketika koor anak-anak tanpa dosa itu menyanyikan lagu “You Raise Me Up”.

Lagu syahdu, penuh arti, indah & megah menggugah sukma yang selalu membuat saya menitikkan air mata.

Hidup memang sudah diatur olehNYA. Ketika kita mengantar doa untuk kepergian bu In ke nirwana, di gereja dinyanyikan pula:

When I am down and, oh my soul, so weary;
When troubles come and my heart burdened be;
Then, I am still and wait here in the silence,
Until you come and sit awhile with me.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

There is no life - no life without its hunger;
Each restless heart beats so imperfectly;
But when you come and I am filled with wonder,
Sometimes, I think I glimpse eternity.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

Bu In sudah melakukan yang tertulis di lirik lagu itu kepada ribuan mahasiswanya. Dengan suka cita dan senda guraunya serta jiwa keibuannya.

Selamat jalan bu In.
Suka, duka dan doa kami ikut mengantar ibu pulang ke Surga, rumah yang paling indah! Di sana engkau pasti bertemu Bapa. Kelak kita akan berjumpa pula!


Singo

Thursday, February 19, 2009

[tips] Membuat Kotak Kaset Bersinar Kembali


Membeli kaset bekas kadang timbul problem. Salah satunya adalah kotak kaset yang sudah buram. Paling sederhana adalah minta tukar kotak pada penjualnya. Pada umumnya, penjual tidak keberatan. Tapi, klo belinya di tempat loakan, semua kotak buram, mana bisa tukar? Apa yang hendak ditukarkan, lha wong semuanya buram?

Untuk membuat kotak kaset jadi bersinar kembali, ada beberapa cara:

1. Paling cepat tapi mengeluarkan ongkos tambahan: beli kotak kaset baru di toko kaset. Harganya ya paling murah Rp 3.000,00. Jadi sama donk dengan beli kaset bekasnya? Menghabiskan uang saja!


2. Inilah yang akan saya bagikan ceritanya  :
a. sediakan uang untuk beli pasta pembersih, jangan nyolong!


b. sediakan kain lap kering yang sudah tak dipakai lagi (gombal)
c. ambil kotak kaset yang buram tadi, oleskan pasta, gunakan tangan dan bersihkan dengan kain lap kering tadi. (Silahkan lihat di petunjuk pada kemasan pasta tersebut)



d. hasilnya pasti membuat kotak kaset kembali bersinar.




PERINGATAN PEMERINTAH:
tips ini tidak berlaku bagi:
1. kotak kaset yang pecah (klo udah pecah, dibersihkan macam apa pun ya tetep pecah)
2. kotak kaset yang sudah hilang. klo sudah hilang, buat apa dibersihkan?
3. Jangan terlalu serius membaca peringatan ini.

CATATAN:
tips ini saya dapatkan dari penjual kaset bekas. Terima kasih pak Zalmi


Tuesday, February 17, 2009

Malaikat


Ini posting terlambat. Sebuah kisah yang menggelikan sekaligus menjengkelkan dan kurang ajar serta berbau mistis.

Ceritanya, mantan babysitter anak kami yang kecil bernama Tuti, punya hobby pacaran. Klo sudah pacaran, tak ingat waktu. Jam kerja pun diabaikan. Beberapa kali, pacarnya datang pada jam dia bekerja, anak kami belum tidur siang. Sehingga, anak kami ditelantarkan begitu saja.

Suatu ketika, kami mengatakan: "kamu mau pacaran dengan siapapun, bukan urusan kami. Klo ada cowok ngapel, kami tidak keberatan asal pekerjaan dan tanggung jawab kerja tidak diabaikan. Silahkan datang ketika anak sedang tidur siang" (biasanya jam 12 siang - 3 sore)

Dasar lidah tak bertulang! Sudah mengamini aturan kami, dilanggar pula itu aturan

Suatu saat, pacarnya datang pagi hari jam 9. Saya sudah mengingatkan bahwa dia masih punya tanggung jawab kerja. "Sebentar saja koq pak," katanya.

Sudah jam 11, sang pacar yang tak tau aturan itu (melihat kami tak pernah menyapa) belum juga pulang. 3x saya memanggil Tuti untuk masuk ke rumah dan saya minta pacarnya segera pulang karena sebentar lagi jam makan anak kami. Tuti melanjutkan menemui pacarnya selama setengah jam lebih.

Akhirnya saya naik pitam dan berteriak  , "siapa yang harus mengusir pacarmu? kamu atau saya?"

Sang pacar akhirnya pulang dengan sikap kurang ajar. Sepeda motornya dinaiki dengan suara knalpot yang keras.

Mereka sedang bertengkar saat itu. Beberapa hari kemudian, Tuti minta ijin pulang dengan alasan bapaknya mendadak sakit. Saat itu, sebenarnya saya curiga dia pulang karena libur Idul Adha. Dia berjanji akan balik hari Senin. Ternyata, Senin pagi dia mengirim sms ke istri saya dan mengatakan bapaknya meninggal dunia. Innalilahi-wa-inalilahi-rojiun.

Esok harinya (Selasa), dia datang bersama kakaknya dan pamit berhenti kerja dengan alasan harus menjaga ibunya yang sakit-sakitan. Kamipun memberikan amplop berisi sumbangan sekedarnya sambil mengucapkan turut berduka cita pada kakaknya.

Kami harus mencari gantinya. Kemana? Istri saya menelepon babysitter sebelumnya yang bernama Ihnasib untuk meminta tolong mencarikan babysitter yang lain. Istri saya bercerita bahwa Tuti berhenti karena ayahnya meninggal dan harus pulang menjaga ibunya yang sakit-sakitan.

Di luar dugaan, Ihnasib memberitau istri saya bahwa ibu si Tuti tak pernah sakit. Bapak si Tuti pun tidak meninggal dunia.

WHAT???

Apa yang harus kami lakukan? Marah pun percuma. Si Tuti tak lagi bekerja pada kami.

Daripada stress dan marah sendiri, saya mengatakan pada istri:

Singo: "Wah, hebat ya si Tuti?"

Istri: "Apanya yang hebat?"
Singo: "tuh, punya bapak malaikat."
Istri: "Malaikat gimana?"
Singo: "Sudah mati, hidup lagi! Apa di surga kurang nyaman? Buktinya dia balik lagi ke dunia. Orang lain merasa nyaman di surga. Makanya gak ada orang mati yang balik lagi"

Saya gak tau bagaimana hukumnya jika seorang anak mengatakan bapaknya mati demi kepentingan dia sendiri. Dia ingin berhenti bekerja karena memutuskan pacarnya dan menghindar dari sang pacar.

Berdasarkan penelusuran agen CIA, si Tuti tak ada di desanya dan sudah bekerja di tempat lain. Nomor hapenya pun sudah ganti dan tak bisa lagi dihubungi.

Koq bisa ya, membohongi orang lain dengan alasan bapaknya meninggal?

Monday, February 16, 2009

Berteman Adalah...... (catatan 2 tahun di Multiply)


Posting ini mestinya saya lakukan 2 hari yang lalu, ketika tepat 2 tahun saya memiliki account MULTIPLY. Tapi toh, 2 hari bukanlah waktu yang terlalu terlambat

Selama dua tahun berkelana di dunia maya, membentuk komunitas baru, berkenalan dan berinteraksi dengan teman yang sebelumnya tidak saya kenal ternyata membuat saya banyak belajar dan semakin memahami jagad kehidupan yang sebenarnya.

Bervariasinya teman di dunia maya, juga membuat saya semakin memiliki sikap dalam hidup. Sikap ini terbentuk karena interaksi yang terjadi. Sikap ini terbentuk karena adanya toleransi (pemahaman) atau bahkan persinggungan.

Berteman ibarat menjadi suami istri. Ada saat untuk mengalah, ada pula saat berkontra. Dan, itu terjadi pada interaksi selama ini. Dalam hidup ini, ketika sebagaimana orang sedang jatuh cinta, semua indah adanya. Tak ada cacat dari pasangan kita. Kita bisa menerima semua kekurangan yang ada.

Namun, ketika kontra yang terjadi, ucapan satu detik atau ketikan satu huruf bisa menjadi perkara. Sekecil apa pun suara dan sesedikit apa pun huruf, tak lagi bisa ditoleransi. Dan, kriteria tersinggung sering hanya ditentukan oleh satu pihak sebagai reaksi dari aksi lain pihak. Tebal tipisnya, tergantung dari toleransi yang diberikan.

Selama berteman di sini, saya tak pernah segan berdiskusi dan melakukan apa yang terbaik untuk teman-teman. Contoh yang nyata adalah berburu kaset bekas demi mendokumentasi industri musik Indonesia. Ini adalah hal kecil yang bisa saya lakukan demi kepuasan semua pihak.

Ketika saya berburu kaset baik untuk diri sendiri maupun untuk teman – demi idealisme tadi – tak pernah sedikitpun saya berpikir untuk bersaing. Yang ada dalam benak saya hanyalah saling memperkaya kepemilikian. Sayangnya, kadang saya sampai lupa pada diri sendiri. Tapi itulah saya. Saya merasa bahagia jika ada teman lain yang menjadi senang. Ibaratnya, demi kebahagiaan orang lain, berhutang pun saya lakukan, asal teman mendapatkan apa yang diinginkan. Inilah yang saya teladani dari almarhum Mami, yang selalu rela memberikan kepada orang lain walaupun beliau sendiri pada akhirnya tak memiliki apa yang dibutuhkannya.

So, jika bantuan yang saya berikan ini diartikan sebagai persaingan, saya tersinggung. Dan jika saya dianggap pesaing dan tidak mau kalah dari saya, saya anggap permintaan tolong ke saya adalah salah alamat.

Saya tak pernah menganggap teman-teman yang meminta bantuan sebagai pesaing. Bahkan ketika ada kaset haram yang langka, saya pun rela memberikan kepada yang lebih membutuhkan. Contohnya adalah ketika saya memberikan kaset langka Harvey Malaihollo kepada tembangpribumi yang sudah mengundurkan diri. Sedikitpun saya tak menyesal karena saya tau Harvey adalah idola mbak Wi. Saya malah senang dan bangga bisa membuat mbak Wi bahagia.

Pertemanan dalam dunia maya via jejaring social multiply buat saya ibarat beli kucing dalam karung. Ketika menerima undangan untuk menjadi teman, saya mempertimbangkannya secara logika dan kadang mengandalkan rasa.  Tentu saja, logika dan rasa saya bisa salah. Ketika salah, saya pun harus mengambil sikap. Sikap yang wajar adalah memperingatkan. Jika peringatan itu tak diindahkan, tentu saja sikap ekstrim lah yang diberlakukan. Sikap ekstrim itu adalah menghilangkan teman, satu hal yang saya benci namun tak bisa saya hindari.

Ketidakcocokan lain yang akhirnya saya temukan adalah ketika awalnya saya berpikir, calon teman saya adalah orang yang dewasa. Dewasa terutama pola pikirnya. Dan, ketika pada akhirnya saya tak mendapati itu, inilah yang saya sebut beli kucing dalam karung. Apa yang bisa saya perbuat? Mengubah pola pikir orang lain untuk menjadi sama dengan pola pikir kita tidaklah semudah meludah. Ketika ketidakcocokan ini bersifat prinsip, tentu tak ada kata lain selain cerai, seperti yang menjadi trend di negara kita, dimana perceraian adalah hal yang sangat (diper)mudah. Ketika terjadi di dunia maya, tentu saja ini mudah, karena sudah ada fasilitasnya. Mengutip ungkapan Gus Dur: "Gitu ajah koq repot?"

Saya orang yang mementingkan kualitas daripada kuantitas. Jumlah contact saya, kurang dari 100. Yang mengundang saya dan belum saya terima lebih dari 100. Dari kontak yang kurang dari 100 inilah saya meningkatkan kualitas dengan cara berinteraksi. Sudah beberapa kali saya menghilangkan teman yang tak pernah berinteraksi sama sekali. Nampaknya, ini akan terjadi lagi karena dari yang sudah ada, beberapa memang tak pernah lagi nongol di mp saya atau tak pernah meninggalkan pesan dan kesan pada semua posting saya.

Posting ini saya buat sebagai evaluasi 2 tahun saya berkelana di dunia maya  . Ini juga menjadi kritik dan introspeksi buat saya pribadi yang perlu diketahui oleh orang yang telah memperkaya hidup saya. Bagi sebagian orang, mungkin tulisan ini ekstrim dan berhaluan garis keras. Saya pun siap menanggung resikonya. Kehilangan teman adalah hal yang menyedihkan karena tanpa teman hidup saya rasanya hilang (Without friends, my life will end), seperti yang saya deskripsikan pada profile account Facebook saya.

Tapi, jika punya teman yang membuat hidup saya menjadi ke arah yang buruk (negatif), rasanya harus menghindarinya. Karena, buat apa hidup jika berkubang dengan stress, mengutuk diri sendiri?

Toh, situs jejaring social ini telah menyediakan sarana untuk bertindak positif atau negative? Tinggal kita saja yang menyikapinya.

Semoga, jejaring social pertama yang saya ikuti dan paling saya senangi ini, memberi ruang pada saya untuk semakin membuat saya memiliki sikap sebagaimana saya inginkan. Kepada semua teman-teman yang sudah bersedia menjadi contact saya, berinteraksi dan memperkaya cara pandang saya, tak ada kata lain selain terima kasih karena telah memperkaya hidup saya.


Salam damai ……


Wednesday, February 11, 2009

Wayang Potehi





Wayang Potehi di Pekang Budaya Tionghoa

Pawai Pekan Budaya Tionghoa





Melengkapi posting mbah Tampah, inilah yang sempat terekam oleh kamera saya.
semuanya bernada manusia....

selamat menikmati :)

Wednesday, February 4, 2009

[tanya] ada yang kenal ini? SONDANG



kemarin pas hunting, ada kaset ini:


Penjualnya juga gak pernah lihat.Labelnya Yukawi. Saya penasaran ajah. eh, siapa tau ini termasuk barang langka?

Ada yang tau tentang grup ini?

Saya cuman bisa Foursome


Cecep memang sumber inspirasi. Idenya selalu brillian dan pantas ditiru.

Pertama, dialah penyebar wabah kaset bekas.
Kedua, dia juga yang menyebarkan ilmu penimbunan kaset bekas
Ketiga, dia yang memulai koleksi album perdana (volume 1) sang artis
Keempat, dia yang memicu untuk mencari album haram

Kelimat, dia juga yang mengajari mengoleksi album dalam bermacam format (kaset & CD)
Terakhir, dia yang melontarkan ide Quintet


Untuk ide pertama sampai kelima, saya berusaha mengikuti sang guru. Tapi, untuk ide terakhir, nampaknya saya tak mampu dan tak mau.

Paling banter, saya cuman bisa foursome seperti koleksi yang saya miliki ini:



Bagaimana, Chev?