Monyet, yang dipercaya sebagai asal muasal manusia – menurut teori Darwin, kadang malah menjadi bahan olok-olok. Ketika seseorang dikatakan “monyet lu!”, unsur “penghinaan” menjadi lebih dominan.
Tapi, monyet bisa juga menjadi bahan lucu karena kenaifan wajahnya. Kelucuan monyet dan tingkahnya diolah oleh orang yang menjadikannya sebagai mata pencaharian untuk menyambung hidup.
Monyet dilatih untuk melakukan hal-hal tertentu menuruti perintah sang pemilik itu. Selanjutnya, keahlian monyet yang telah dilatih itu menjadi pertunjukan yang disebut Topeng Monyet atau dalam bahasa Jawa disebut “ledek munyuk”.
Pertunjukan Topeng Monyet saat ini tak lagi sebanyak dulu. Mungkin karena populasi monyet yang berkurang atau kurangnya minat orang menekuni profesi sebagai tukang Topeng Monyet karena pasar yang tak lagi cerah. Contohnya, pemilik monyet yang saya minta menunjukkan keahlian peliharaannya, mengatakan dalam sehari pendapatannya sangat tidak menentu. Meskipun saya desak, pemilik monyet itu tetap tak bersedia mengatakan seberapa sering dalam sehari orang memintanya menunjukkan kepandaian monyetnya.
Setelah melihat aksi-aksi monyet dalam sekali pertunjukkan seharga Rp 7.000,00 (tanpa saya tawar), saya jadi berpikir. Jika monyet ini bisa melakukan aksi-aksi dalam foto di bawah ini, mengapa kadang “anak cucu monyet” yang dianggap sebagai wakil dari kumpulan orang, duduk di kursi empuk di sebuah gedung megah yang bernama gedung “mewakili rakyat” serta berkelimpahan harta, tahta & wanita, justru kadang tak bisa melakukan apa yang dilakukan sang monyet?
Padahal, kadang kita mencibir bahwa monyet lebih hina dari manusia! Kalau monyet saja bisa melakukan aksi refleksi, heroic dan atau aksi mulia, mengapa yang berada di gedung itu tak bisa??? Atau, mereka harus jadi monyet terlebih dahulu terus dilatih sebelum mereka duduk di kursi nan empuk itu?
wo wis mundhak to... Dhek emben aku nanggap Rp 5.000 je.. si panjul... Tur ledhek munyuk jaman sekarang dah gak make ulo dan asu... ora rame... asune do golek pangan neng Jakarta.. hehehe
ReplyDeleteasune dijipuk Hartono ning Jetis kae lho! :))
ReplyDelete
ReplyDeletemonyet ???
mana ???
mana gambarnya ?
ReplyDeletemonyet pun menjaga keamanan negara....
ReplyDeleteBagaimana dengan monyet2 yang ada digedung XXX?
Hidup monyet !!! Hebat... hebat... hebat...
ReplyDeletesoale monyet e ngomong...
ReplyDeletehanya monyet yang bisa begini :D
monyet memberi bukti bukan janji ;))
itu lah pertanyaannya.... :(
ReplyDeletenek gak hidup, ora iso tampil dalam topeng monyet ya? :)))
ReplyDeletewakil rakyatnya bilang begini:
ReplyDeletekami memberi janji, bukan bukti :)
Mengingatkan masa kecil ...:-)))))) lol
ReplyDeleteBerapa pasarannya mas kalau nanggap sekali sekarang?
ReplyDelete7000. tuh dah ada keterangannya di atas...... :))
ReplyDeleteaku dulu kedatangan tamu turis asing di rumah, terus kebetulan ada topeng monyet atau tandak bedes ini lewat rumah...terus tak panggil..ehhh tak pikir mereka pada seneng, tapi kebalikannya..mereka bilang lain kali jangan panggil, itu khan sama aja dengan penganiayaan binatang ..nggak lucu sama sekali..
ReplyDeleteperbedaan budaya ya? they got a culture shock.
ReplyDeletelha terus... ketika mereka punya sirkus, itu apa gak sama?
tandak bedes ini kan sirkus kecil? :)