Jam dinding menandakan sudah waktunya jiwa & raga diberi kesempatan istirahat.
Tiba-tiba, keheningan & kesunyian malam terpecah karena telepon genggam meneriakkan sebaris nada lagu Livin La Vida Loca (Ricky Martin). Itu pertanda teman sealmamater yang membuatnya menyanyi. Perasaan saya tak nyaman. Beberapa hari ini banyak rekan kerja belahan jiwa saya berdoa tanpa henti demi kesembuhan Ibu Indriani, mantan dosen kami, yang sedang berjuang melawan sakitnya yang sudah lama.
Sang penelepon mengatakan, Singo, kita iuran lagi beli krans bunga.” Bayangan saya langsung tertuju pada nama bu Indriani.
Sang teman melanjutkan, “Bu In sudah meninggalkan kita.”
Saya terdiam. Saya masih punya hutang. Ketika bu In sakit, saya tak menjenguknya. Saya hanya mengumbar janji pada teman akan menjenguk dan menyampaikan salamnya. Saya memang trauma mengunjungi orang sakit karena saya selalu terbayang perjuangan Mami melawan sakitnya sampai akhirnya Tuhan memanggilnya.
Tiga tahun lalu, beberapa teman mengajak saya untuk mengumpulkan dana demi kesembuhan bu In saat itu. Kami, khususnya saya, gagal meyakinkan bu in untuk bersedia menjadi terapi medis demi kesembuhan matanya. Penyakit diabetnya semakin menggerogoti kesehatannya dari tahun ke tahun.
Kabar tadi malam mengaduk-aduk perasaan saya. Antara kejengkelan & penyesalan karena kegagalan meyakinnya bu In agar bersedia berobat dengan dukungan teman-teman & iba hati karena bayangan perjuangannya melawan sakitnya sampai akhirnya dia berpulang, bercampur jadi satu.
Saya yang mestinya memberi ruang istirahat untuk jiwa raga setelah penat kerja, tak kuasa untuk tidak terhubung ke dunia maya mengabarkan kabar duka cita.
Pagi ini, saya mengantar anak yang bertugas koor misa Rabu Abu. Tangan saya tergerak untuk mengabarkan kabar duka cita lewat telepon genggam. Kepada 50an orang saya berkirim pesan singkat. Meskipun saya sudah melakukannya malam sebelumnya, saya melakukannya lagi, mungkin kepada beberapa teman yang sama. Banyaknya teman yang harus tau menjadi tanda banyak cinta untuk bu In. Banyaknya teman yang tau adalah banyaknya doa yang melapangkan jalan ke surga!
Misa sudah dimulai tapi saya belum selesai mengirim kabar duka. Saya melanjutkan mengirim sampai selesai agar tak ada yang terlewatkan. Banyak yang membalas. Semua kehilangan dan memanjatkan doa.
Membaca pesan teman-teman membuat air mata haru saya mulai menetes. Saya mencoba tegar agar kelihatan segar tapi hati saya terus bergetar.
Di gereja yang megah, tempat bu In selalu beribadah, linangan air mata saya terus bertambah. Ingatan saya kembali kepada Mami ketika berjuang untuk tidak dipanggil Ilahi.
Entah kenapa saya tak bisa menghentikan air mata. Tetesan air mata saya makin deras ketika koor anak-anak tanpa dosa itu menyanyikan lagu “You Raise Me Up”.
Lagu syahdu, penuh arti, indah & megah menggugah sukma yang selalu membuat saya menitikkan air mata.
Hidup memang sudah diatur olehNYA. Ketika kita mengantar doa untuk kepergian bu In ke nirwana, di gereja dinyanyikan pula:
When I am down and, oh my soul, so weary;
When troubles come and my heart burdened be;
Then, I am still and wait here in the silence,
Until you come and sit awhile with me.
You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.
You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.
There is no life - no life without its hunger;
Each restless heart beats so imperfectly;
But when you come and I am filled with wonder,
Sometimes, I think I glimpse eternity.
You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.
You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.
When troubles come and my heart burdened be;
Then, I am still and wait here in the silence,
Until you come and sit awhile with me.
You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.
You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.
There is no life - no life without its hunger;
Each restless heart beats so imperfectly;
But when you come and I am filled with wonder,
Sometimes, I think I glimpse eternity.
You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.
You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.
Bu In sudah melakukan yang tertulis di lirik lagu itu kepada ribuan mahasiswanya. Dengan suka cita dan senda guraunya serta jiwa keibuannya.
Selamat jalan bu In.
Suka, duka dan doa kami ikut mengantar ibu pulang ke Surga, rumah yang paling indah! Di sana engkau pasti bertemu Bapa. Kelak kita akan berjumpa pula!
Singo