Friday, June 29, 2007

Benggol………….


Sebelum pulang kampung, saya selalu bertanya pada kakak saya ingin titip apa. Kali ini, kakak saya titip dibelikan benggol. Benggol adalah uang logam jaman doeloe yang terbuat dari kuningan dan agak berat. Benggol tak lagi dapat dijadikan alat tukar perdagangan (uang). Benggol lebih berfungsi sebagai alat kerokan ketika masuk angin. Dibanding uang logam yang masih laku dipakai sebagai alat tukar, benggol memiliki keunggulan tersendiri.

Dengan bentuknya yang tebal dan sisinya tidak tajam, benggol sangatlah nyaman dipakai karena tidak melukai badan. Benggol berbeda dengan uang yang sekarang masih beredar di pasaran. Atau, alat kerok yang diberikan sebagai bonus atas pembelian balsem untuk masuk angin (dan kerokan). Kami sekeluarga lebih memilih benggol untuk kerokan. Benggol memang asoiiii.

 

Tempat Jual dan Harga Benggol

Karena benggol termasuk barang jadoel, tentunya tidak dijual di toko-toko modern atau supermarket. Saya harus mencarinya dengan memasuki lorong di sebelah pasar tradisional di Yogyakarta. Lorong yang lebarnya kira-kira 2 meter itu dijejali penjual yang menjajakan dagangan bekas (rongsokan atau rombeng).

Bermacam barang kuno ada di sana. Dari uang logam Rp 10,00 yang tipis dan mungil sampai uang Rp 5,00 yang besar dan bahkan uang sen (50 sen) jaman Hindia Belanda ada di sana. Ada pula uang kertas Rp 1,00 sampai Rp 1.000,00 yang sudah tak laku sebagai alat perdagangan. Harga jual uang-uang tersebut semua di atas harga nominal. Ya, karena kan uang-uang tersebut adalah barang langka (collector’s items)

Meskipun di benggol tertera harga 2½ cent (tahunnya 1920 dan 1945), tapi ternyata harganya lumayan juga. Per biji nya Rp 6.000,00. Itu kualitas yang bagus. Kualitas yang bagus warnanya coklat kusam dan kadang ada jamur berwarna hijau. Jenis lain yang dijual adalah yang masih mengkilap. Yang mengkilap, harganya lebih murah, Rp 4.000,00. Tapi, yang ini agak tajam dan lebih tipis serta lebih ringan. On top of that, benggol-benggol itu usianya lebih tua dari saya!

 

Barang-barang Lain

Selain menjual uang logam (coin) dan uang kertas yang tak lagi laku sebagai alat pembayaran, para penjual juga menjajakan barang lain seperti kaset bekas (bukan bekas kaset!). Saya jadi teringat teman saya, si Cecep Jazz yang hobinya hunting kaset bekas. Karena saya tidak memiliki keahlian (menawar) seperti dia, saya tak berani menyentuh kaset-kaset yang dijajakan. Daripada salah kostum…….

Bagi yang punya hobby mengoleksi barang-barang kuno (uang kertas, coin, perangko, kaset, keris, jimat) mungkin tak ada salahnya berburu barang-barang tersebut di jalan kecil (gang/lorong) sebelah utara Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

Saya telah membeli benggol di sana. Tapi, buat saya lebih asik benggol kanan dan benggol kiri apalagi yang dibenggol cewek cantik. Suit….. suit…… suit…………….

 

Yogya, 27 Juni 2007 sepulang dari pasar Beringharjo demi Benggol.

12 comments:

  1. aku cari2 benggol di Yogya udah susah!! Enak buat kerokan tuh hehehehehe

    ReplyDelete
  2. wah mau buka usaha kerokan ya Ngo ?

    ReplyDelete
  3. kalau kerokan sama kamu bayar berapa ? Per jam atau per baris ? kalau cewek gratis ?

    ReplyDelete
  4. ha..ha..ha..ha...per jam atau per baris ?

    ReplyDelete
  5. cuma cari titipan. tapi ide bagus juga.
    pasien harus wanita???

    ReplyDelete
  6. sesuai usul teman saya, krisnabw, cewek gratis. per jam atau per baris? emang iklan koran?
    he...he...he......

    ReplyDelete
  7. kapan-kapan ke Jakarta, aku bawain. butuh berapa? buat kamu, bokap, nyokap, istri, anak, babysitter. siapa lagi?

    ReplyDelete
  8. di Taman Puring (jakarta) banyak tuh..
    bukannya enakan pake logam cepek yang tipis itu yah kerokan?

    eh iyaa..
    salam kenal ^___^

    ReplyDelete
  9. benggol lebih tebal. lebih mantap dan tidak sakit......

    ReplyDelete