Saturday, August 15, 2009

Jatuh Cinta Lagi: Catatan Pribadi Penulis Lirik & Pencipta Lagu, Wieke Gur

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Wieke Gur


Judul: Jatuh Cinta Lagi: Catatan Pribadi Penulis Lirik & Pencipta Lagu, Wieke Gur
Penulis: Wieke Gur
Penerbit: Akoer
Cetakan: I, Juni 2009
Tebal: 234 halaman


Dulu, orang berlomba-lomba menutup “rahasia dapur” suksesnya supaya orang tidak menirunya. Sekarang, orang berlomba-lomba membagikan rahasia suksesnya. Menulis buku dengan semangat berbagi dan menularkan ilmunya.

Buku Jatuh Cinta Lagi: Catatan pribadi penulis lirik & pencipta lagu, Wieke Gur termasuk buku berbagi resep. Adalah sebuah kejutan, ketika seorang Wieke Gur – yang menurut pengakuannya sendiri – dulu adalah seorang yang pemalu dan pendiam serta tidak percaya diri dan tidak mudah bergaul akhirnya bersedia membuka ketertutupannya karena hasil provokasi sahabat-sahabatnya, Ria Leimena & Kafi Kurnia.

Buku ini ditulis dengan bahasa yang sangat sederhana, lugas dan jelas serta mengalir indah dan juga memperkaya hidup karena terselip kata-kata bijak sebagaimana Wieke Gur menulis lirik-lirik lagu yang tak hanya bertaraf nasional, tapi juga internasional karena memenangkan World Popular Song Festival di tahun 1986 lewat Seandainya Selalu Satu yang juga mengantar Harvey Malaihollo menjadi penyanyi terbaik di ajang itu.

Kisah bagaimana lagu-lagu ditulis dan prestasi yang dicapai sebuah lagu serta latar belakang penciptaan lagu-lagu, bisa ditemui di buku ini. Ini tentunya bisa menjadi semacam resep/tips/referensi bagi para pencipta lagu yang ‘mandeg’ karena tak tau apa yang harus ditulis. Wieke Gur menulis bagaimana ia menyelesaikan lagu Ayun Langkahmu setelah sempat mengalami kebuntuan dan tak mampu lagi menulis. Ketika terbangun dari tidur, matahari membangunkannya dari kesedihan. Dan, jadilah lagu yang optimis ini.

Buku ini juga membuka rahasia “perkawinan” Wieke Gur & Elfa Secioria; proses pertemuan, kolaborasi & “perkawinan” yang membawa kedua orang itu menjadi penghasil lagu-lagu bermutu di tahun 1980an lewat ajang Festival Lagu Populer Indonesia, sebuah ajang adu kreativitas membuat lagu berkualitas yang sayang harus berhenti di tahun 1991.

Di buku ini, Wieke Gur juga mengakui kelemahannya yang sempat tidak mendokumentasi beberapa karyanya. Kelemahan ini bukanlah milik Wieke Gur semata. Beberapa pengarang lagu Indonesia sering menganggap enteng pentingnya dokumentasi dan ketika mereka tersadar ingin mendapatkan karyanya, mereka harus mengunjungi pasar loak untuk mencari jejak mereka yang hilang atau menulis status di situs jejaring sosial, FACEBOOK, untuk minta pada siapa yang masih menyimpan karya mereka. Beruntunglah Wieke Gur yang punya teman-teman yang masih memiliki karya-karyanya.

Jika ada yang kurang dari buku ini, itu adalah tidak dicantumkannya di album/kaset mana lagu itu berada. Rasanya ini juga perlu untuk mengingatkan bahwa lagu itu memang pernah ada di belantika musik Indonesia dan bisa menjadi bukti untuk anak cucu.

Lepas dari kekurangan itu, membaca buku ini memang membuat kita “jatuh cinta lagi” pada karya-karya Wieke Gur yang berkualitas, indah, sederhana dan nyata, seperti komentar Elfa Secioria, “belahan jiwa”nya dalam berkarya.


Tj Singo (penikmat musik Indonesia)


catatan: foto sampul buku diambil dari: http://photos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc1/hs106.snc1/4599_506610243918_206700327_30573095_4890591_s.jpg

Sunday, June 14, 2009

[tanya pada Aldi] apakah ini albumnya Mulan Jameela?




Kemarin dapet kaset. Ragu-ragu mau beli atau tidak. Rasanya koq seperti Mulan Jameela? Tapi koq juga ragu? Tokek gak bersuara. Jadi tanya pada siapa? Di sekitar penjualnya gak ada rumput yang bergoyang.

Ya udah, karena harganya terjangkau, beli aja deh.

Mungkin mas Aldi bisa bantu saya?
Makasih.

Thursday, June 4, 2009

geram


Sudah lama sekali saya tidak posting. Malas, bosan, capek dan seribu satu alasan lain yang tak layak.

Tapi, setelah membaca KOMPAS (3 Juni 2009) yang memuat cerita tentang Ibu Prita Mulyasari, rasa kemanusiaan saya terusik. Rasanya ingin menumpahkan uneg-uneg saya atas kejadian aneh, tidak manusiawi, dipaksakan
, semena-mena dan seribu satu alasan tidak masuk akal lainnya.

Setelah melihat beberapa komentar dan aksi di dunia maya untuk mendukung Ibu Prita, hasrat menulis pun luntur karena lebih banyak melakukan aksi mendukung atau membaca seribu satu berita tentang ibu Prita.

Sebenarnya, berita tentang ibu Prita ini sudah sempat diposting seorang teman di multiply-nya. Tapi waktu itu, saya tidak begitu ngeh dan malas untuk beraksi. Saya trauma berhadapan dengan rumah sakit, yang lebih sering tidak menyembuhkan tapi malah menyakitkan.

Ketika membaca KOMPAS kemarin, saya benar-benar geram. Garam, bumbu dapur yang sering kita gunakan untuk memasak, telah menaikkan tensi saya dan ingin ikut berkomentar. Kegiatan CAUSE di facebook yang jarang saya ikuti, atas undangan seorang teman, saya confirm. Jadilah saya bergabung di Cause DUKUNGAN BAGI IBU PRITA MULYASARI, PENULIS SURAT KELUHAN MELALUI INTERNET YANG DITAHAN
dan menjadi fans Say No To RS OMNI Internasional Tangerang. Saya ingin bersimpati dan toleransi pada ibu Prita serta teman-teman yang berjuang untuk Ibu Prita.

Kejadian kemarin sungguh bak keajaiban. Dalam sehari, berbagai media langsung mengangkat masalah ini. Para capres yang mencoba menarik simpati calon pemilih pun tak mau ketinggalan (meskipun ada yang mengeluarkan statement gak nyambung) ikut memperjuangkan ibu Prita.

Rasanya, baru sekali ini di negara kita, ada kasus yang ditanggapi begitu cepat dan langsung memberi efek luar biasa (pembebasan ibu Prita).

Kejadian yang menimpa ibu Prita tidak kita harapkan. Namun sebaliknya bagi RS Omni Internasional Tangerang. RS Omni yang tertawa terbahak-bahak atas "kemenangan" dan "kebahagiaan di atas penderitaan orang lain" barangkali berujar: "Rasain lu, gue dilawan?"

Tapi, setelah semua pihak berjuang sampai akhirnya ibu Prita mendapatkan kebebasannya, rasanya ganti RS Omni yang tertekan. Bayangkan, sebuah institusi besar, bertaraf internasional (dari penyebutan nama institusinya), ditekan oleh jutaan orang di negara ini. Mungkin setelah pembebasan ibu Prita, RS Omni mulai salah tingkah (salah sendiri, koq bertindak dulu baru mikir!).

Hari ini, di KOMPAS, muncullah pernyataan "RS Omni Terbuka untuk Melakukan Perdamaian". Lha, koq enak betul ngomongnya? Kemarin-kemarin memperkarakan ibu Prita dan menuntut ganti rugi sebesar Rp 161 juta + Rp 100 juta. Sekarang mau damai? Aya-aya wae!

Saya sungguh geram, bagai garam yang bisa menaikkan tekanan darah menjadi tinggi!

terbersit harapan, tulisan ini tidak digunakan oleh pihak RS Omni untuk memperkarakan saya dengan tuduhan "pencemaran nama baik". Ini kan sekedar tulisan tanpa arti, dibanding ngurusin duit yang masuk ke kas RS Omni?

Monday, May 4, 2009

Hadiah Terindah


 
Kecupan anak istri ketika membuka mata mengawali hari di saat hari lahir adalah hadiah ulang tahun yang indah buat saya. Cinta dan kasih sayang yang mereka berikan menjadi tanda kehidupan baru.




Hadiah apa lagi yang indah? Saya bertemu Dyah Kutut malam harinya, meminta tanda tangan pada cover album kasetnya dan berfoto bersamanya. Ini juga hadiah istimewa untuk melengkapi koleksi tanda tangan artis di koleksi yang saya miliki.



Hadiah apa yang paling bernilai pada hari jadi saya tahun ini? Siang ini, ada paket. Setelah saya buka, isinya sebuah CD. CD Evolusi karya Yockie Suryo Prayogo & Susilo Bambang Yudhoyono. Sebuah mahakarya, karena dihasilkan oleh orang yang mumpuni di bidang musik dan seorang Presiden yang masih aktif memimpin negara.

Itu sajak
ah? Tidak! Tanda tangan yang membubuhi cover album CD itulah yang membuatnya sangat istimewa dan nilainya luar biasa. Tak bisa diukur dengan materi. Cover CD itu ditandatangani oleh sang maestro, Yockie Suryo Prayogo dan sang Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono.


Inilah koleksi kaset saya yang paling berharga saat ini, mengalahkan koleksi yang lain!

Terima kasih pada mas Yockie yang tak terhingga. Terlambat datang tak apa-apa, karena kado memang diterima sampai ulang tahun berikutnya.

Friday, May 1, 2009

Bayi Yang Tak Berdosa Itu


Selesai mengajar, matahari masih menunjukkan kekuatannya menyinari bumi. Kendaraan yang saya tumpangi menuntun saya pergi ke penjual kaset bekas. Ada dua tempat yang akan saya kunjungi. Ke pasar loak Kuncen atau ke Ngejaman terlebih dahulu?

Akhirnya, motor saya menggerakkan tangan saya untuk ke pasar lebih dahulu. Baru setelah itu saya ke lokasi yang lain. Setibanya di lokasi itu, matahari mulai menguap dan menunjukkan kantuknya. Cahaya matahari yang kuat telah berganti remang-remang.

Setelah memilih beberapa kaset, saya terhenyak mendengar beberapa pedagang di sekitar penjual kaset itu saling bersahutan ingin melihat bayi yang dibuang ibunya di kantor pasar Beringharjo. Hati saya ikut tergerak menuju ke sana.

Orang-orang berdesakan mengintip dari jendela kantor pasar. Ketika mendapat kesempatan berada di urutan terdepan, saya memotret dengan kamera telepon seluler yang minimal. Saya ingat, saya membawa kamera. Jendela ditutup dan saya melangkah mundur untuk maju ke ruang kantor pasar itu.

Di kantor itu sudah ada pak polisi dari polsek terdekat. Pintu masuk ke kantor dijaga beberapa petugas keamanan pasar. Dengan jaket yang saya pakai, tas yang ada di pundak serta kamera yang ada di tangan, petugas keamanan pasar mengira saya seorang wartawan dan saya dipersilahkan masuk.

Dari dekat, saya menyaksikan seorang ibu muda menggendong bayi yang berumur 2 hari. Sang bayi yang belum bisa membuka matanya merasakan kehangatan pelukan wanita yang bukan ibunya sambil minum susu dari botol dengan rakusnya. Pak polisi menanyai ibu yang menggendong bayi itu. Maka berceritalah sang ibu muda itu.

“Saya penjual pakaian, berusia 30. Ada seorang wanita kira-kira berusia 25 tahun berkulit kuning langsat, memakai jilbab, datang ke tempat jualan saya. Dia menawar beberapa pakaian. Wanita itu membeli beberapa pakaian dan sudah dimasukkan tas kresek. Sebelum membayar belanjaannya, sang wanita itu menitipkan anaknya pada saya. Dia mau ke toilet, katanya. Setelah saya tunggu agak lama, ternyata wanita itu tidak muncul. Saya merasa, wanita itu memang sengaja meninggalkan anaknya pada saya. Di tas sang ibu anak itu, masih terdapat beberapa perban persalinan. Kemungkinan anak ini baru berusia 2 hari.”

Ketika beberapa orang di kantor itu menanyakan kelanjutannya, bagaimana nasib bayi itu, apakah wanita itu bersedia mengasuhnya, penjual pakaian itu melanjutkan,

“Anak saya sudah tiga. Kalau anak ini harus saya asuh, saya tidak keberatan.”

Saya tak tau apakah wanita penjual baju itu mengatakan bersedia mengasuh bayi tak berdosa itu karena iba atau karena emosional karena tidak bisa berpikir memikirkan nasib bayi tak berdosa itu.

Saya tak ingin banyak bertanya karena saya tak sedang membuat berita. Saya bukan wartawan. Lebih baik saya tutup mulut saja daripada nanti orang-orang di kantor itu mengetahui saya bukan wartawan, dan saya mendapat gebukan karena dikira berbohong. Saya tidak berbohong karena saya sejak awal tidak mengatakan saya wartawan. Mereka yang salah menafsirkan saya. Saya bersedia masuk, memotret, dan mendengarkan perbincangan mereka untuk mendapat sedikit data, karena hati saya tergerak untuk mengabarkan betapa malang nasib seorang bayi yang tak tau apa salahnya tapi harus menanggung dosa, tidak mengetahui asal-usulnya.

Seharusnya, hari ini saya bahagia karena hendak makan malam bersama keluarga atas usia yang ke-42. Jika benar bayi itu berusia 2 hari, hari lahir saya ternoda karena ada seorang wanita yang begitu tega membuang anaknya (apa pun alasannya). Anyway, Saya harus tetap bahagia karena saya bisa membagikan cerita pada teman-teman saya.

Hari ini kita belajar (kata-kata yang selalu ada dalam acara reality show Helmy Yahya) dari dua orang wanita. Yang satu tega membuang anaknya. Yang satu merasa mendapat anugrah atas bayi yang ditinggalkan ibunya. Anda yang menentukan, mau belajar pada siapa.

Thursday, April 30, 2009

Terima Kasih


Tahun lalu, suasana MP meriah buat saya. Tahun ini, seiring menurunnya pamor MP dibanding FB, suasana tak begitu meriah. Tapi, saya bersyukur teman-teman masih mengingat saya.

Mbak Vero, mas Ancha & mas Inyong sejak pagi sudah mampir ke buku tamu saya dan memberi ucapan. Disusul yang lain, mas Agung & mas Hendry. Terima kasih teman-teman.

Perhatian kalian menyiratkan account MP saya memang sebaiknya dipertahankan karena di sini saya juga menemukan teman baik.

Semoga Tuhan membalas perhatian kalian kepada saya. Aminnnnnnnnnnn


Monday, April 27, 2009

Selamanya

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Pop
Artist:Rida Farida

Judul album: Selamanya
Penyanyi: Rida Farida (Rida RSD)
Produser: Wirawan Hartawan, Dina Mariana, Utha Likumahuwa, Adjie Soetama
Produksi: Platinum, 2009


Setelah dua kali tampil bersama RSD di layar televisi, akun Facebook Rida dipenuhi komentar para penggemarnya yang menyatakan kerinduan penampilan mereka serta mendukung kembalinya RSD di kancah musik Indonesia. Kerinduan para penggemar nampaknya menjadi semangat bagi Rida untuk segera menyelesaikan album solonya yang sudah dipersiapkan sebelum tampil (reuni) bersama Sita dan Dewi.

Memanfaatkan histeria lagu-lagu 80an yang akhir-akhir ini terus menggiring penikmat musik berusia 40+ untuk mencoba mengulang masa lalu yang indah, separo persis album ini berisi lagu yang populer di tahun-tahun itu; tiga lagu Vina Panduwinata berjudul Salamku Untuknya (album Festival Lagu Populer Nasional – 1983), Mohon Ampun (Citra Ceria – 1984) dan Dua Anak Manusia (Cinta – 1985), satu lagu Ruth Sahanaya berjudul Selamanya (Tak Kuduga – 1989) serta lagu Trie Utami berjudul Tinggal Bilang (Adjie Soetama & Rekan – 1989). Sisanya, 3 lagu adalah lagu yang dibawakan Rida bersama RSD: Antara Kita & Masih Ada (Antara Kita – 1995) dan Aku Ingin (Bertiga – 1997), dan 2 lagu baru berjudul Katakan dan Sahabat. Dari kesepuluh lagu itu, hanya lagu Dua Anak Manusia-lah ciptaan Vina Panduwinata. Sisanya, lagu-lagu di album ini ciptaan Adjie Soetama yang berkolaborasi dengan pencipta lagu lain seperti Andre Hehanussa, Chrisye, Irianti Erningpraja, Budi Bidhun & Tetet Cahyati.

Keberanian Rida menyanyikan lagu-lagu Vina Panduwinata & Ruth Sahanaya menjadi catatan tersendiri karena lagu-lagu itu disenandungkan tanpa mengurangi penghayatan dan tanpa kesulitan berarti bagi penyanyi 90-an ini. Rida tentu tak sulit mengenali lagu 80-an yang berjarak umur tak terlalu jauh dengan eranya sebagai penyanyi.

Namun, pada lagu Tinggal Bilang, jangan berharap lagu ini punya soul secentil jika dinyanyikan oleh Trie Utami mengingat Rida sebagai bagian dari grup RSD memang tak dilahirkan untuk menyanyikan lagu dengan beat sekencang Trie Utami pada grup Krakatau yang butuh banyak dinamika.

Tiga lagu yang dinyanyikan bersama bersama rekannya, Sita & Dewi, sama sekali tidak kehilangan jiwa RSD. Kedua lagu baru yang ada di album ini tidaklah terlalu sulit disenandungkan Rida mengingat kedua lagu ini sangatlah “RSD

Album ini sangatlah pas didengarkan para fans RSD yang rindu pada mereka karena jiwa RSD terasa sangat kental di sini. Penggemar Vina Panduwinata dan Ruth Sahanaya juga tak ada salahnya ikut mendengarkan lagu-lagu yang dulu sempat dipopulerkan kedua penyanyi tersebut. Bisa mengobati kangen suara si Burung Camar dan Uthe.

Beberapa waktu ke depan, nampaknya penyanyi-penyanyi lain akan mengekor album semacam ini untuk memanfaatkan momentum daur ulang lagu-lagu hits era 80-an yang sekarang sedang bangkit karena adanya pengaruh acara Zona80 di Metro TV setiap Minggu Malam. Daur ulang lagu-lagu pop kreatif 80-an semacam album Selamanya ini akan menjadi perimbangan yang baik di tengah maraknya lagu-lagu Indonesia yang bersifat generic & stereotipe oleh band-band anak jaman yang lebih mementingkan faktor industri (kapitalisme) daripada estetika lirik & pesan sebuah lagu.

Lepas dari lagu-lagu indah yang dilantunkan oleh Rida pada album solonya ini, hal yang sedikit mengganjal adalah pemberian label genre jazz yang kurang pas pada lagu-lagu yang easy listening. Pencantuman “Audiophile Recordings” layak tercetak di cover kemasan album yang tidak lazim untuk album biasa karena musiknya memang akustik nan halus. Warna biru yang menghiasi seluruh album mulai dari cover, keping cakram sampai lirik menjadi sejuk dipandang, sesejuk warna langit cerah jika album ini tidak dibeli di lapak-lapak bajakan yang kian hari kian mematikan toko kaset yang menjadi nafas kehidupan penyanyi & pencipta lagu.


Singo
Penikmat Musik

Friday, April 3, 2009

CONTRENG? Gak ada di KBBI tuh?


Beberapa minggu belakangan, di negara kita tercinta, kata yang paling populer adalah CONTRENG. Ini bukannya alasan. CONTRENG akan digunakan dalam pesta demokrasi tanggal 9 April 2009 mendatang. CONTRENG akan menggantikan kata COBLOS yang dulu digunakan dalam pemilu-pemilu sebelumnya.

Sebagai orang yang berkecimpung di dunia bahasa, saya merasa kata ini agak lucu kedengarannya. Jadi, iseng-iseng, saya ingin mengecek apakah kata ini memang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka sebagai referensi paling sah untuk entri kata-kata dalam Bahasa Indonesia.

Setelah saya cek, ternyata, kata
CONTRENG yang digembar-gemborkan selama ini, TIDAK ADA!!!  Kata yang paling mendekati adalah CONTENG yang artinya mencoreng dengan arang (tinta, cat, dsb) (KBBI edisi kedua tahun 1995 halaman 195).

Lho, ini peristiwa besar politik negara kita. Lha? Koq istilah yang digunakan untuk acara resmi dari pemerintah, malah gak ada di KBBI yang notabene adalah kitab sakti untuk bahasa kita?

Jadi, pemilu nya gimana? Resmi ndak? Apa kali ini pemilunya pemilu gaul?


Thursday, April 2, 2009

Akhirnya Harus Putus


Beberapa saat yang lalu ketika posting dalam rangka 2 tahun saya ber-multiply, saya mencurahkan kegelisahan saya tentang prinsip saya berteman serta kegelisahan yang melanda saya dalam bertema (baca di sini).

Pada saat itu, saya sudah menyiapkan diri jika saya harus menyaring lebih ketat lagi teman-teman saya supaya saya mendapatkan teman berkualitas.

Seiring berjalannya waktu, saya menemukan, seorang teman (A) yang selama ini baik terhadap saya, ternyata "menggigit" saya dari belakang. Dia merasa tersaingi oleh keberadaan saya dengan "mengambil" barang yang bukan haknya. Ceritanya, ada teman (B) yang akan memberi saya barang dan titip pada si A.

Si A dengan sigapnya melarang dan mengatakan, "buat apa kasih Singo? buat saya ajah!"
Kejadian kedua, si A berkomunikasi dengan si B. Secara kebetulan, saya melihat percakapan tertulis mereka. Si A mengatakan, "saya tidak mau kalah dan tak mau dikalahkan Singo"

Kejadian ketiga, si B memenuhi keinginan saya bertukar barang. Saya memenuhi permintaannya mencarikan kaset dan dia bersedia menukar dengan CD seorang artis. Si A pun merasa jengah dan mengatakan: "Ngapain sih itu Singo ikut-ikutan koleksi artis itu? Elu gak usah belikan Singo deh!"

Selama ini, saya sudah meluangkan waktu, tenaga & pikiran ikut mencarikan kaset yang dia inginkan. Bahkan saya tak segan pernah menghapus kekurangan utangnya pada saya. Ternyata, di belakang saya, dia melarang saya melengkapi koleksi kaset saya dan menjelek-jelekkan saya. Ditambah lagi, dia melarang orang lain berbuat baik terhadap saya.

Pertanyaannya, pantaskah orang seperti A ini menjadi teman?

Jadi, mohon maaf temanku jika saya akhirnya harus menghapus dikau dari daftar teman.
Saya ingin hidup dengan enak, tidak menimbulkan kecemburuan. Jadi, kalau saya dianggap saingan yang harus disingkirkan, sebaiknya kita tak usah berteman saja.



Thursday, March 12, 2009

Bukan Tak Setia



Tak usah diingkari fakta yang menyatakan terjadi migrasi besar-besaran ke Wajah Buku. Ada yang mengatakan di sana lebih asik. Ada yang bilang di sini lebih interaktif  . Ada yang bilang di sana kurang enak buat posting tulisan . Ada yang bilang MP terlalu complicated.


Semua benar. Karena pendapat orang terjadi berdasar pengalamannya. Tinggal dari sudut pandang mana melihatnya  .

Bagaimana dengan saya? Saya punya keduanya karena saya melihat keduanya dari sisi baiknya. Tapi, kalau akhir-akhir ini saya jarang posting di sini, upload foto maupun musik, itu lebih karena saya tak tau harus ngomong apa. Browse beberapa kali ke page teman, terus keluar tulisan:

"Verify You're Human"

seperti yang saya pernah post di sini. Kalau sudah keluar tulisan itu, saya lebih baik sign out saja  . Nah, yang begini yang bikin tidak kerasan meskipun hati saya masih di MP.

Sudah saya tanyakan pada customer support, jawabannya tidak ada masalah. Lha, kalau tidak ada masalah, koq masih muncul terus? Bikin bingung. Mau protes ya gak bisa, lha wong ini account gratisan. Udah gratis koq protes?

So, ya ambil saja yang terbaik. Gitu aja koq repot?

Thursday, February 26, 2009

Tak Kuasa



Jam dinding menandakan sudah waktunya jiwa & raga diberi kesempatan istirahat.

Tiba-tiba, keheningan & kesunyian malam terpecah karena telepon genggam meneriakkan sebaris nada lagu Livin La Vida Loca (Ricky Martin). Itu pertanda teman sealmamater yang membuatnya menyanyi. Perasaan saya tak nyaman. Beberapa hari ini banyak rekan kerja belahan jiwa saya berdoa tanpa henti demi kesembuhan Ibu Indriani, mantan dosen kami, yang sedang berjuang melawan sakitnya yang sudah lama.

Sang penelepon mengatakan, Singo, kita iuran lagi beli krans bunga.” Bayangan saya langsung tertuju pada nama bu Indriani.
Sang teman melanjutkan, “Bu In sudah meninggalkan kita.”

Saya terdiam. Saya masih punya hutang. Ketika bu In sakit, saya tak menjenguknya. Saya hanya mengumbar janji pada teman akan menjenguk dan menyampaikan salamnya. Saya memang trauma mengunjungi orang sakit karena saya selalu terbayang perjuangan Mami melawan sakitnya sampai akhirnya Tuhan memanggilnya.

Tiga tahun lalu, beberapa teman mengajak saya untuk mengumpulkan dana demi kesembuhan bu In saat itu. Kami, khususnya saya, gagal meyakinkan bu in untuk bersedia menjadi terapi medis demi kesembuhan matanya. Penyakit diabetnya semakin menggerogoti kesehatannya dari tahun ke tahun.

Kabar tadi malam mengaduk-aduk perasaan saya. Antara kejengkelan & penyesalan karena kegagalan meyakinnya bu In agar bersedia berobat dengan dukungan teman-teman & iba hati karena bayangan perjuangannya melawan sakitnya sampai akhirnya dia berpulang, bercampur jadi satu.

Saya yang mestinya memberi ruang istirahat untuk jiwa  raga setelah penat kerja, tak kuasa untuk tidak terhubung ke dunia maya mengabarkan kabar duka cita.

Pagi ini, saya mengantar anak yang bertugas koor misa Rabu Abu. Tangan saya tergerak untuk mengabarkan kabar duka cita lewat telepon genggam. Kepada 50an orang saya berkirim pesan singkat. Meskipun saya sudah melakukannya malam sebelumnya, saya melakukannya lagi, mungkin kepada beberapa teman yang sama. Banyaknya teman yang harus tau menjadi tanda banyak cinta untuk bu In. Banyaknya teman yang tau adalah banyaknya doa yang melapangkan jalan ke surga!

Misa sudah dimulai tapi saya belum selesai mengirim kabar duka. Saya melanjutkan mengirim sampai selesai agar tak ada yang terlewatkan. Banyak yang membalas. Semua kehilangan dan memanjatkan doa.

Membaca pesan teman-teman membuat air mata haru saya mulai menetes. Saya mencoba tegar agar kelihatan segar tapi hati saya terus bergetar.

Di gereja yang megah, tempat bu In selalu beribadah, linangan air mata saya terus bertambah. Ingatan saya kembali kepada Mami ketika berjuang untuk tidak dipanggil Ilahi.

Entah kenapa saya tak bisa menghentikan air mata. Tetesan air mata saya makin deras ketika koor anak-anak tanpa dosa itu menyanyikan lagu “You Raise Me Up”.

Lagu syahdu, penuh arti, indah & megah menggugah sukma yang selalu membuat saya menitikkan air mata.

Hidup memang sudah diatur olehNYA. Ketika kita mengantar doa untuk kepergian bu In ke nirwana, di gereja dinyanyikan pula:

When I am down and, oh my soul, so weary;
When troubles come and my heart burdened be;
Then, I am still and wait here in the silence,
Until you come and sit awhile with me.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

There is no life - no life without its hunger;
Each restless heart beats so imperfectly;
But when you come and I am filled with wonder,
Sometimes, I think I glimpse eternity.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

Bu In sudah melakukan yang tertulis di lirik lagu itu kepada ribuan mahasiswanya. Dengan suka cita dan senda guraunya serta jiwa keibuannya.

Selamat jalan bu In.
Suka, duka dan doa kami ikut mengantar ibu pulang ke Surga, rumah yang paling indah! Di sana engkau pasti bertemu Bapa. Kelak kita akan berjumpa pula!


Singo

Thursday, February 19, 2009

[tips] Membuat Kotak Kaset Bersinar Kembali


Membeli kaset bekas kadang timbul problem. Salah satunya adalah kotak kaset yang sudah buram. Paling sederhana adalah minta tukar kotak pada penjualnya. Pada umumnya, penjual tidak keberatan. Tapi, klo belinya di tempat loakan, semua kotak buram, mana bisa tukar? Apa yang hendak ditukarkan, lha wong semuanya buram?

Untuk membuat kotak kaset jadi bersinar kembali, ada beberapa cara:

1. Paling cepat tapi mengeluarkan ongkos tambahan: beli kotak kaset baru di toko kaset. Harganya ya paling murah Rp 3.000,00. Jadi sama donk dengan beli kaset bekasnya? Menghabiskan uang saja!


2. Inilah yang akan saya bagikan ceritanya  :
a. sediakan uang untuk beli pasta pembersih, jangan nyolong!


b. sediakan kain lap kering yang sudah tak dipakai lagi (gombal)
c. ambil kotak kaset yang buram tadi, oleskan pasta, gunakan tangan dan bersihkan dengan kain lap kering tadi. (Silahkan lihat di petunjuk pada kemasan pasta tersebut)



d. hasilnya pasti membuat kotak kaset kembali bersinar.




PERINGATAN PEMERINTAH:
tips ini tidak berlaku bagi:
1. kotak kaset yang pecah (klo udah pecah, dibersihkan macam apa pun ya tetep pecah)
2. kotak kaset yang sudah hilang. klo sudah hilang, buat apa dibersihkan?
3. Jangan terlalu serius membaca peringatan ini.

CATATAN:
tips ini saya dapatkan dari penjual kaset bekas. Terima kasih pak Zalmi


Tuesday, February 17, 2009

Malaikat


Ini posting terlambat. Sebuah kisah yang menggelikan sekaligus menjengkelkan dan kurang ajar serta berbau mistis.

Ceritanya, mantan babysitter anak kami yang kecil bernama Tuti, punya hobby pacaran. Klo sudah pacaran, tak ingat waktu. Jam kerja pun diabaikan. Beberapa kali, pacarnya datang pada jam dia bekerja, anak kami belum tidur siang. Sehingga, anak kami ditelantarkan begitu saja.

Suatu ketika, kami mengatakan: "kamu mau pacaran dengan siapapun, bukan urusan kami. Klo ada cowok ngapel, kami tidak keberatan asal pekerjaan dan tanggung jawab kerja tidak diabaikan. Silahkan datang ketika anak sedang tidur siang" (biasanya jam 12 siang - 3 sore)

Dasar lidah tak bertulang! Sudah mengamini aturan kami, dilanggar pula itu aturan

Suatu saat, pacarnya datang pagi hari jam 9. Saya sudah mengingatkan bahwa dia masih punya tanggung jawab kerja. "Sebentar saja koq pak," katanya.

Sudah jam 11, sang pacar yang tak tau aturan itu (melihat kami tak pernah menyapa) belum juga pulang. 3x saya memanggil Tuti untuk masuk ke rumah dan saya minta pacarnya segera pulang karena sebentar lagi jam makan anak kami. Tuti melanjutkan menemui pacarnya selama setengah jam lebih.

Akhirnya saya naik pitam dan berteriak  , "siapa yang harus mengusir pacarmu? kamu atau saya?"

Sang pacar akhirnya pulang dengan sikap kurang ajar. Sepeda motornya dinaiki dengan suara knalpot yang keras.

Mereka sedang bertengkar saat itu. Beberapa hari kemudian, Tuti minta ijin pulang dengan alasan bapaknya mendadak sakit. Saat itu, sebenarnya saya curiga dia pulang karena libur Idul Adha. Dia berjanji akan balik hari Senin. Ternyata, Senin pagi dia mengirim sms ke istri saya dan mengatakan bapaknya meninggal dunia. Innalilahi-wa-inalilahi-rojiun.

Esok harinya (Selasa), dia datang bersama kakaknya dan pamit berhenti kerja dengan alasan harus menjaga ibunya yang sakit-sakitan. Kamipun memberikan amplop berisi sumbangan sekedarnya sambil mengucapkan turut berduka cita pada kakaknya.

Kami harus mencari gantinya. Kemana? Istri saya menelepon babysitter sebelumnya yang bernama Ihnasib untuk meminta tolong mencarikan babysitter yang lain. Istri saya bercerita bahwa Tuti berhenti karena ayahnya meninggal dan harus pulang menjaga ibunya yang sakit-sakitan.

Di luar dugaan, Ihnasib memberitau istri saya bahwa ibu si Tuti tak pernah sakit. Bapak si Tuti pun tidak meninggal dunia.

WHAT???

Apa yang harus kami lakukan? Marah pun percuma. Si Tuti tak lagi bekerja pada kami.

Daripada stress dan marah sendiri, saya mengatakan pada istri:

Singo: "Wah, hebat ya si Tuti?"

Istri: "Apanya yang hebat?"
Singo: "tuh, punya bapak malaikat."
Istri: "Malaikat gimana?"
Singo: "Sudah mati, hidup lagi! Apa di surga kurang nyaman? Buktinya dia balik lagi ke dunia. Orang lain merasa nyaman di surga. Makanya gak ada orang mati yang balik lagi"

Saya gak tau bagaimana hukumnya jika seorang anak mengatakan bapaknya mati demi kepentingan dia sendiri. Dia ingin berhenti bekerja karena memutuskan pacarnya dan menghindar dari sang pacar.

Berdasarkan penelusuran agen CIA, si Tuti tak ada di desanya dan sudah bekerja di tempat lain. Nomor hapenya pun sudah ganti dan tak bisa lagi dihubungi.

Koq bisa ya, membohongi orang lain dengan alasan bapaknya meninggal?

Monday, February 16, 2009

Berteman Adalah...... (catatan 2 tahun di Multiply)


Posting ini mestinya saya lakukan 2 hari yang lalu, ketika tepat 2 tahun saya memiliki account MULTIPLY. Tapi toh, 2 hari bukanlah waktu yang terlalu terlambat

Selama dua tahun berkelana di dunia maya, membentuk komunitas baru, berkenalan dan berinteraksi dengan teman yang sebelumnya tidak saya kenal ternyata membuat saya banyak belajar dan semakin memahami jagad kehidupan yang sebenarnya.

Bervariasinya teman di dunia maya, juga membuat saya semakin memiliki sikap dalam hidup. Sikap ini terbentuk karena interaksi yang terjadi. Sikap ini terbentuk karena adanya toleransi (pemahaman) atau bahkan persinggungan.

Berteman ibarat menjadi suami istri. Ada saat untuk mengalah, ada pula saat berkontra. Dan, itu terjadi pada interaksi selama ini. Dalam hidup ini, ketika sebagaimana orang sedang jatuh cinta, semua indah adanya. Tak ada cacat dari pasangan kita. Kita bisa menerima semua kekurangan yang ada.

Namun, ketika kontra yang terjadi, ucapan satu detik atau ketikan satu huruf bisa menjadi perkara. Sekecil apa pun suara dan sesedikit apa pun huruf, tak lagi bisa ditoleransi. Dan, kriteria tersinggung sering hanya ditentukan oleh satu pihak sebagai reaksi dari aksi lain pihak. Tebal tipisnya, tergantung dari toleransi yang diberikan.

Selama berteman di sini, saya tak pernah segan berdiskusi dan melakukan apa yang terbaik untuk teman-teman. Contoh yang nyata adalah berburu kaset bekas demi mendokumentasi industri musik Indonesia. Ini adalah hal kecil yang bisa saya lakukan demi kepuasan semua pihak.

Ketika saya berburu kaset baik untuk diri sendiri maupun untuk teman – demi idealisme tadi – tak pernah sedikitpun saya berpikir untuk bersaing. Yang ada dalam benak saya hanyalah saling memperkaya kepemilikian. Sayangnya, kadang saya sampai lupa pada diri sendiri. Tapi itulah saya. Saya merasa bahagia jika ada teman lain yang menjadi senang. Ibaratnya, demi kebahagiaan orang lain, berhutang pun saya lakukan, asal teman mendapatkan apa yang diinginkan. Inilah yang saya teladani dari almarhum Mami, yang selalu rela memberikan kepada orang lain walaupun beliau sendiri pada akhirnya tak memiliki apa yang dibutuhkannya.

So, jika bantuan yang saya berikan ini diartikan sebagai persaingan, saya tersinggung. Dan jika saya dianggap pesaing dan tidak mau kalah dari saya, saya anggap permintaan tolong ke saya adalah salah alamat.

Saya tak pernah menganggap teman-teman yang meminta bantuan sebagai pesaing. Bahkan ketika ada kaset haram yang langka, saya pun rela memberikan kepada yang lebih membutuhkan. Contohnya adalah ketika saya memberikan kaset langka Harvey Malaihollo kepada tembangpribumi yang sudah mengundurkan diri. Sedikitpun saya tak menyesal karena saya tau Harvey adalah idola mbak Wi. Saya malah senang dan bangga bisa membuat mbak Wi bahagia.

Pertemanan dalam dunia maya via jejaring social multiply buat saya ibarat beli kucing dalam karung. Ketika menerima undangan untuk menjadi teman, saya mempertimbangkannya secara logika dan kadang mengandalkan rasa.  Tentu saja, logika dan rasa saya bisa salah. Ketika salah, saya pun harus mengambil sikap. Sikap yang wajar adalah memperingatkan. Jika peringatan itu tak diindahkan, tentu saja sikap ekstrim lah yang diberlakukan. Sikap ekstrim itu adalah menghilangkan teman, satu hal yang saya benci namun tak bisa saya hindari.

Ketidakcocokan lain yang akhirnya saya temukan adalah ketika awalnya saya berpikir, calon teman saya adalah orang yang dewasa. Dewasa terutama pola pikirnya. Dan, ketika pada akhirnya saya tak mendapati itu, inilah yang saya sebut beli kucing dalam karung. Apa yang bisa saya perbuat? Mengubah pola pikir orang lain untuk menjadi sama dengan pola pikir kita tidaklah semudah meludah. Ketika ketidakcocokan ini bersifat prinsip, tentu tak ada kata lain selain cerai, seperti yang menjadi trend di negara kita, dimana perceraian adalah hal yang sangat (diper)mudah. Ketika terjadi di dunia maya, tentu saja ini mudah, karena sudah ada fasilitasnya. Mengutip ungkapan Gus Dur: "Gitu ajah koq repot?"

Saya orang yang mementingkan kualitas daripada kuantitas. Jumlah contact saya, kurang dari 100. Yang mengundang saya dan belum saya terima lebih dari 100. Dari kontak yang kurang dari 100 inilah saya meningkatkan kualitas dengan cara berinteraksi. Sudah beberapa kali saya menghilangkan teman yang tak pernah berinteraksi sama sekali. Nampaknya, ini akan terjadi lagi karena dari yang sudah ada, beberapa memang tak pernah lagi nongol di mp saya atau tak pernah meninggalkan pesan dan kesan pada semua posting saya.

Posting ini saya buat sebagai evaluasi 2 tahun saya berkelana di dunia maya  . Ini juga menjadi kritik dan introspeksi buat saya pribadi yang perlu diketahui oleh orang yang telah memperkaya hidup saya. Bagi sebagian orang, mungkin tulisan ini ekstrim dan berhaluan garis keras. Saya pun siap menanggung resikonya. Kehilangan teman adalah hal yang menyedihkan karena tanpa teman hidup saya rasanya hilang (Without friends, my life will end), seperti yang saya deskripsikan pada profile account Facebook saya.

Tapi, jika punya teman yang membuat hidup saya menjadi ke arah yang buruk (negatif), rasanya harus menghindarinya. Karena, buat apa hidup jika berkubang dengan stress, mengutuk diri sendiri?

Toh, situs jejaring social ini telah menyediakan sarana untuk bertindak positif atau negative? Tinggal kita saja yang menyikapinya.

Semoga, jejaring social pertama yang saya ikuti dan paling saya senangi ini, memberi ruang pada saya untuk semakin membuat saya memiliki sikap sebagaimana saya inginkan. Kepada semua teman-teman yang sudah bersedia menjadi contact saya, berinteraksi dan memperkaya cara pandang saya, tak ada kata lain selain terima kasih karena telah memperkaya hidup saya.


Salam damai ……


Wednesday, February 11, 2009

Wayang Potehi





Wayang Potehi di Pekang Budaya Tionghoa

Pawai Pekan Budaya Tionghoa





Melengkapi posting mbah Tampah, inilah yang sempat terekam oleh kamera saya.
semuanya bernada manusia....

selamat menikmati :)

Wednesday, February 4, 2009

[tanya] ada yang kenal ini? SONDANG



kemarin pas hunting, ada kaset ini:


Penjualnya juga gak pernah lihat.Labelnya Yukawi. Saya penasaran ajah. eh, siapa tau ini termasuk barang langka?

Ada yang tau tentang grup ini?