Monday, December 31, 2007

Happy New Year

Buat semua teman-teman......

 

Happy New Year 2008.

May success come to all of us............

Wednesday, December 26, 2007

kebetulan







Beberapa hari yang lalu, saat browse ke homepage multiply, counter menunjukkan angka yang sama dengan nomor koleksi simcard saya.

Koq bisa ya???

Merry X'Mas

Dear all,

semoga terang Natal semakin menguatkan persahabatan kita untuk menyongsong Tahun Baru yang lebih berarti.....

Merry X'mas & Happy New Year

singo n family

 

Tuesday, December 18, 2007

contoh blog aneh

ini contoh yang aku maksud di pm. mohon bantuannya. tq

 

 

Untuk menghormati Mami yang telah meninggalkan kami sambil mengingat-ingat betapa besar jasanya buat keluarga, saya meng-upload lagu-lagu bertema ibu/bunda/mama di playlist Ode To Mami


Inilah playlist pertama di mp ini yang saya sertakan liriknya. Berikut adalah lirik untuk playlist tersebut (kecuali lagu Mama Do You Remember):




BUNDA (Potret)


Kubuka album biru

Penuh debu dan usang

Kupandangi semua gambar diri

Kecil bersih belum ternoda


(**)

Fikirku pun melayang

Dahulu penuh kasih

Teringat semua cerita orang

Tentang riwayatku


Wednesday, December 12, 2007

Bingung - belum tune in

Sudah hampir 1 bulan tak posting karena mondar-mandir yogya - surabaya. Setelah kepergian Mami, sekarang semuanya udah balik normal. Bingung baca postingan teman2 yang bejibun. Mana yang mau dibaca? Hampir semua tulisan bagus.

Mau posting, bingung apa yang harus diposting

Mau upload, bingung apa yang harus di upload.

terus, harus bagaimana???

Friday, December 7, 2007

Terima Kasih Teman-teman


Segala bentuk dukungan, doa & saran agar kami tabah adalah penghiburan yang membuat kami sadar betapa indah kematian Mami & betapa indahnya memiliki sahabat seperti kalian.

Terima kasih banyak atas dukungannya moril, spirituil, materiil dan kehadiran maupun dukungan dalam bentuk apa pun.


Singo & family.



Nb: maaf baru sempat posting sekarang.

Tuesday, November 27, 2007

Sarimin - Foto-foto Nonton Topeng Monyet




Dari pementasan Monolog SARIMIN di Purna Budaya (sekarang Pusat Kebudayaan Kusnadi Hardjosumantri).

diambil dengan cam dig pocket. Hasil tentu saja jauh dari profesional.

Sarimin - Laporan Hasil nonton Topeng Monyet

Akhirnya saya kesampaian nonton monolog Butet Kartaredjasa (BK) yang berjudul Sarimin (synopsis dapat dibaca disini)


Butet yang tak pernah mau disebut pelawak tapi selalu menampilkan kelucuan-kelucuan cerdas dalam tiap pentasnya sungguh memesona penonton dan juga saya.


Umpatan-umpatan akrab keseharian yang santai tanpa menghiraukan tata krama formalitas menjadi kelucuan yang mengalir deras. Dengan enteng umpatan “su!” beberapa kali mengalir dan disambut penonton dengan gelak tawa.


Sepanjang pertunjukan saya tak henti-hentinya tertawa meskipun sesekali serius mencoba menghayati lakon dan pesan apa yang ada di dalamnya.


Dalam lakon ini, BK melakonkan sebagai story teller, Sarimin, polisi dan pengacara. Sebagai Sarimin sang tukang penjaja hiburan “topeng monyet”, BK menggunakan kemampuan akting dan monolognya dengan baik. Bagaimana dia berbicara pada sang monyet yang juga bernama Sarimin, menjadi aksi yang menarik.


Ketika berganti peran sebagai polisi, BK juga secara maksimal mengeksploitasi kemampuannya “nyonthong” bak seorang polisi yang menawarkan “perdamaian” dengan Sarimin yang justru dituduh menipu dan menghina aparat dengan tidak meminta namun menganjurkan memberikan sejumlah uang damai. Suaranya menggelegar dan sangat natural seperti lakon yang sedang diperankannya.


Ketika berganti peran menjadi pengacara, BK pun berbicara dengan logat Batak yang tak kalah naturalnya dengan pengacara kondang ibukota spesialis pembela selebriti yang membutuhkan konseling legal. Dengan bernamakan Binsar tapi tanpa marga (karena takut disomasi, katanya!), BK akhirnya berani mengatakan bahwa marganya tidak ada di Sumatra Utara, karena marganya adalah Kussudiarjo. Bagian ini benar-benar menguras selera tawa saya sampai sakit perut!


Pesan yang saya tangkap, Sarimin adalah sebuah lakon yang ingin mentertawakan carut marutnya dunia hukum di Indonesia serta betapa ruwetnya lembaga aparat yang tak menghiraukan seorang warga yang hendak melaporkan kejadian yang terjadi.


BK memang gila!


Selepas pertunjukkan, saya menyempatkan diri ke belakang panggung dan menyalami BK sambil memberikan beberapa bungkus rokok untuk koleksinya. Beberapa penonton ikut ke belakang panggung untuk minta foto bersama dan minta tanda tangan. Salah seorang penonton yang minta berfoto, berasal dari Surabaya dan mengatakan memburu pementasan ini karena tak terjadwal main di Surabaya.


BK menjawab, akan main di Surabaya pada tanggal 14 – 15 Desember 2007 di Taman Cak Durasim. Jadi, bagi yang ingin menyaksikan Sarimin di Surabaya, bersiaplah!

foto-foto seadanya bisa dilihat di sini.

 

Thursday, November 22, 2007

Sarimin - Biografi Butet Kartaredjasa

Jalan Keaktoran Butet Kartaredjasa....


Banyak jalan menuju Roma. Banyak jalan mencapai kebaikan. Ketika agama terlalu dogmatis dan kehilangan ruang bagi penafsiran yang berbeda dan karenanya cenderung makin intoleransi, maka agama sebenarnya telah meninggalkan ruang jiwa manusia. Setidaknya, itulah yang diyakini Butet Kartaredjasa, seseorang yang seperti ditakdirkan untuk meragukan setiap keyakinan absolut yang berlebihan, termasuk kepada agama – dan sebagaimana nanti bisa Anda ketahui, juga pada dunia teater yang dicintainya.

Setiap manusia akan menemukan jalan kebahagiaannya sendiri-sendiri, dan itu adalah proses menjadi manusia. Itulah kesamaan yang dirasakan Butet ketika ia mulai berproses dalam dunia teater. “Proses berteater adalah proses menemukan keyakinan, juga kebahagiaan,” kata Butet yang sejak masa belia memang sudah menjeburkan diri ke dunia teater bersama Teater Kita-kita, Teater Dinasti, Teater Gandrik, dan kemudian setelah ngetop markotop juga rela berpeluh-peluh mengikuti proses produksi pertunjukan. Semua itu, menurut Butet, ia jalani sebagai pilihan untuk terus berproses menemukan apa yang diyakini sebagai “jalan kebahagiaan”. Mungkin seperti Musashi yang menempuh “jalan pedang”, Butet menempuh “jalan keaktoran” untuk mematangkan jiwanya. Karena itulah, proses berteater, yakni proses ketika menjalani darma keaktorannya, selalu Butet upayakan sebagai peningkatan kualitas kemanusiaannya. Main teater bukan berujung pada panggung, tetapi pada hidup.

Maka, teater dengan segala tetek bengeknya, tak boleh mengalahkan hidup. “Karna itulah dalam berteater, kita tak boleh mengorbankan hidup,” tegasnya. “Teater telah mengajarkan saya, bawa kita hanyalah bagian dari hidup, bagian dari orang lain. Seorang aktor tak pernah hidup sendirian.”

Ia memahami hal itu, barangkali, karena ia tak memelajari teater secara formal. Studi formal yang ditempuhnya justru di bidang seni rupa, yang sempat dienyamnya hingga drop out Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Sekolah teaternya adalah kehidupan. Dan kehidupan selalu memberinya kesadaran, bahwa sebagai individu, ia hanyalah menjadi bagian dari tata nilai yang lebih besar. Menurutnya, tanggungjawab seorang aktor, sesungguhnya bersikap kritis terhadap tata nilai yang lebih besar itu, terutama ketika tata nilai itu dirasakan makin hegemonik, menekan dan menutup ruang dialog. “Saya bisa merasakan kebahagiaan, apabila sebagai aktor, saya bisa menyurakan keberagaman suara-suara agar tercipta suasana kehidupan yang lebih dialogis,” kata aktor kelahiran Yogyakarta 21 November 1961 ini.

Dalam kultur yang dialogis itu, toleransi bisa dibangun, kerendahatian bisa menjadi keindahan pergaulan. Dan semua itu ditemukan Butet dalam proses berteaternya. “Ketika kita ingin mementaskan sebuah lakon, sesungguhnya kita tengah menggagas sebuah cita-cita. Sedang memperjuangkan gagasan. Secata internal, gagasan itu mesti bertarung dalam suasana yang demokratis, agar ketika ia telah menjadi kenyataan eksternal pertunjukan, gagasan itu pun bisa bersikap demokratis terhadap gagasan lainnya. Karena tak ada yang absolut!” tegas Butet. Makanya ia pun berpendapat, dunia teater pun bukanlah hal yang paling benar dalam hidupnya. “Saya mencintai teater, tetapi tidak mendewakannya.”

Itulah yang ia hayati ketika sejak dini ia mulai merasakan semacam keyakinan: bahwa menjadi aktor berarti juga menjadi manusia. Jalan untuk mencapai keaktoran adalah jalan yang dipilih oleh seseorang untuk menemukan kualitas kemanusiaannya. Sejak ia terpilih sebagai Aktor Terbaik di Festival Teater SLTA se DIY tahun 1979 dan 1981 (yang menobatkannya juga sebagai Sutradara Terbaik), hingga ia bermain di semua lakon Teater Gandrik, di Teater Koma, Teater Mandiri, dan main monolog untuk pertama kali membawakan naskah Racun Tembakau tahun 1986, dan kemudian dikutuk menjadi “Raja Monolog” setelah memainkan monolog Lidah Pingsan (1997), Lidah (Masih) Pingsan (1998), Mayat Terhormat (2001), Matinya Toekang Kritik (2006), -- Butet menghayati semua itu sebagai proses untuk menemukan kualitas kemanusiaannya itu.

“Barangkali, dalam proses itu saya gagal. Tetapi sebuah proses adalah proses “menjadi”, bukan sesuatu yang final atau selesai,” kata peraih penghargaan Tokoh Seni versi PWI Yogya 1999 ini. Penghargaan itu, dan bermacam penghargaan lainnya, barangkali menjadi tanda bagi jalan keaktoran yang ditempuh Butet. Seperti ketika ia ikut main dalam film Petualangan Sherina, Banyu Biru, Maskot atau beberapa sinetron, maka itu adalah jalan yang selalu dihayati dan dinikmati dengan kesungguhan yang sama.

Ada orang yang bahagia dengan jalan melakukan korupsi, ujarnya bercanda. “Saya sebenarnya tergolong orang yang sederhana: saya sudah cukup bahagia bila bisa bermain teater. Menjalankan darma keaktoran saya. Tetapi saya tentu saja jauh akan lebih bahagia apabila republik ini lebih menghargai teater...” Kali ini ia tidak bercanda!


sumber: Butet Kartaredjasa

Sarimin - Tulisan N Riantiarno

 

THE GOOD PERSON OF BANTUL

catatan: N. RIANTIARNO



Butet Kartaredjasa, siapa tak kenal? Setiap kali kritikus teater membahas monodrama, atau teater monolog, rasanya kurang afdol jika tidak memperbincangan Butet. Begitu pula sebaliknya. Nama Butet nyaris identik dengan perkembangan monodrama di Indonesia. Tapi, sesungguhnya, Butet tak hanya aktor monodrama. Dia aktor. Jiwa raga. Keseluruhan.


Mulanya dia bermain drama bersama kelompok Teater Gandrik, Yogyakarta. Lalu, bertahun kemudian, bersama adik kandungnya -- Djaduk Ferianto, pemusik penuh bakat dan serba bisa itu -- Butet semakin lebih sering bergiat di Jakarta. Dia bermain sinetron dan film layar lebar, ngamen monolog di banyak tempat, dan sering terlibat pementasan dengan kelompok teater Jakarta. Malah, jadi bintang iklan! Dia juga membidani lahirnya tayangan acara televisi bertajuk 76 Detik.


Butet sering berhasil menghidupkan suasana adegan dari setiap pentas drama yang dilakoninya. Senantiasa berusaha sekuat daya mencipta keunikan dan keajaiban seni peran. Tapi dalam perkara mengocok perut, Butet ahlinya. Dia menghibur, sekaligus mengajak berfikir. Memprovokasi agar audiens ikut memikirkan sesuatu. Banyak pihak yang terusik, gelisah, karena -- meski sudah ikut memikirkan -- tetap tak ada jalan keluar. Monoril di Jakarta, misalnya, yang hingga kini masih berupa tiang-tiang, dan busway yang bikin macet. Atau banjir. Atau korupsi yang kian membudaya dan menular secara topdown. Ada jalan keluarnya? Tapi, sementara mereka yang terusik seakan duduk di atas bara api, Butet sih santai melahap sate klatak di Bantul, atau mangut lele di dekat kampus ISI Yogya. Atau, dia sudah terlibat kegiatan lain, baik di Indonesia maupun di luar negeri.


Jarang yang tahu, selain sebagai aktor, dia juga punya keahlian langka. Salah satunya, dalam perkara kuliner. Dia tahu warung-warung mana saja di Yogyakarta yang legendaris, punya sejarah, dan tentu rasa masakannya maknyos. Setiap kali singgah di sebuah kota atau daerah, perburuan yang pertamakali dilakukan adalah mendata warung atau restoran. Dia punya buku kecil. Di buku itulah dia mencatat warung dan restoran yang pantas didatangi, dites keampuhan rasa masakannya. Dan bilamana lulus ujicoba, pantas didatangi kembali. Lidahnya sangat cerdas.


Kadang saya merasa, bisa jadi bakat besar Butet sebagai aktor punya hibungan erat dengan lidah cerdasnya itu. Bukankah mampu membedakan makanan enak dan tidak enak, bersumber dari kekuatan rasa? Memiliki kemampuan ‘memilah rasa’, antara lain, bisa menjadi modal bermanfaat bagi seorang calon aktor. Jika seorang calon aktor hanya punya dua kriteria dalam merasakan jenis masakan, yakni; ‘sangat enak’ dan ‘enak’ saja, maka kekuatan rasa yang berhubungan dengan kemampuan ‘memilah dan membedakan’, mungkin cenderung tumpul. Lalu bagaimana dia mampu membedah karakterisasi peran, yang jauh lebih kompleks?

Tentu saja, analisis saya baru asumsi. Samasekali tidak ilmiah. Belum diriset secara detil. Keaktoran Butet, lebih bersumber pada, Pertama; bakat besar yang memang sudah dimilikinya sejak lahir. Sebuah given dari Langit. Kedua; lingkungan yang sangat mendukung. Ayahnya, Bagong Kussudiardja, adalah seniman besar. Selain koreografer dan penari handal, Bagong juga pelukis. Paman dan kakak-kakak Butet, penari dan koreografer juga. Padepokan-seni, warisan Sang Ayah, kini Butet yang melanjutkan gerak hidupnya. Setiap hari, Butet menghirup suasana berkesenian. Dan sejak kecil, Butet hidup dalam dua lingkungan suasana yang sangat mempengaruhi gerak kreatifnya; seni tradisional dan kontemporer. Akar kesenian Butet adalah tradisional, tapi gerak perkembangan kreatifnya, terutama pemikiran serta keterlibatan emosi dan imaji, mengacu ke arah kawasan yang kontemporer. Dia bergaul akrab dengan pemikiran-pemikiran masa kini yang aktual. Menafsirnya secara kreatif dan bebas. Hasil tafsirnya muncul dalam setiap pentas yang dia gelar. Ketiga; pengalamannya yang segudang, baik pengalaman batin maupun kegiatan praktis.


Ada satu lagi yang membikin gerak-kreatif Butet selalu aktual. Silaturahmi yang kuat. Dia mudah bergaul dengan siapa saja. Akrab berbincang tanpa memilah status maupun usia. Tentu dia menyerap semua itu. Saya yakin, agar bisa maju dan berkembang, seorang aktor harus senantiasa memperkaya daya kepekaannya lewat berbagai hal dan cara. Dia harus banyak mendengar, melihat, menyerap, merasakan, membaca, menonton, mengamati, menafsir, dan memaknai, apa saja. Itulah inti dari kreativitas. Pergaulan lewat silaturahmi, bisa menjadi salah satu pintu. Dan Butet, seakan tak pernah kehabisan tenaga untuk bersilaturahmi.


Dalam sehari semalam, misal, pagi dia sarapan dengan seseorang, untuk membahas perkara bisnis, atau sekedar bertemu. Lalu shooting. Lari sejenak untuk makan siang dengan pengusaha, shooting lagi. Malamnya latihan drama. Dan tengah malam, usai latihan drama, masih juga menyempatkan diri ketemu produser untuk membahas, perkara kontrak, misalnya. Dan hal itu, bisa dia lakukan 7 hari dalam seminggu! Stamina Butet luar biasa.


Komitmen juga imej utama, yang akhirnya membikin Butet menjadi aktor yang patut diperhitungkan. Jika sudah komit, Butet tak akan ingkar janji. Itu sejauh yang saya tahu. Saya sering bekerjasama dengan Butet. Baik dalam sinetron, film, drama, animasi dan banyak lagi. Dan saya tak pernah kecewa. Dia selalu berupaya memberikan yang terbaik, seringkali tanpa berhitung. Sikap kreatifnya kadang sangat mengharukan. Tapi itulah Butet. Dia menganggap, apa yang diberikan memang sudah sepatutnya diberikan. Rasa tulus, menyebabkan andilnya menjadi plus-point yang bermakna.

Bagi saya, Butet mungkin The Good Person of Bantul. Orang seperti Butet, saya yakin, mudah maju. Jalannya selalu dilapangkan. Insya Allah. Karena dia juga sering melapangkan jalan orang lain. Butet bukan sekedar aktor. Dia budayawan. Manusia. Manusia baik. Andai kita memiliki banyak Butet, mungkin suasana kesenian kita lebih meriah. Kocak berotak. Dan asyik deh.


Jakarta, Oktober 2007.

 

sumber: Butet Kartaredjasa

Sarimin - Proses Kreatif

Belajar Memanusiakan Gagasan

Proses (Kreatif) Seputar “Sarimin”



Ketika Pak Pradjoto “memprovokasi” kami untuk mengangkat tema hukum dalam monolog, kami agak gemetar juga. Pertama, karena tema hukum sudah barang tentu sebuah tema yang besar dan (mungkin malah cenderung) abstrak. Tema seperti itu jelas akan membawa implikasi tersendiri: kalau kami tak hati-hati, maka kami akan terjebak dalam lakon yang bombastis dan jargonis. Kedua, persoalan hukum dengan segala carut-marutnya, barangkali sudah terlalu menjadi rahasia umum. Artinya, segala borok sistem hukum di republik ini, bukanlah hal yang aneh lagi. Bila kami melakonkan hal itu, sudah tentu akan menjadi truisme atau mengafirmasi apa yang sudah diketahui, yang berakibat bisa menjadi klise-klise yang makin membosankan.

Celakanya, Pak Pradjoto dengan kemampuan persuasifnya yang jauh lebih cerdas dibanding para juru kampanye yang ada di Indonesia, berhasil meyakinkan kami untuk mengolah tema hukum itu. Ia mengajak kami untuk memahami tema itu tidak melalui pengertian-pengertian abstrak, tetapi membawa kami pada “situasi” dan “kondisi” yang terjadi. Maka kami (dalam hal ini Butet Kartaredjasa dan Agus Noor) diajak oleh Pak Pradjoto untuk melakukan pertemuan-pertemuan dan berdiskusi dengan Luhut M. Pangaribuan. Dengan begitu fasih, Luhut memberi gambaran situasional tentang sistem hukum dan peradilan. Terus terang, kami merasa tercerahkan.

Pertemuan-pertemuan itu telah membuat kami menemukan peluang untuk mulai menggarap lakon dimaksud. Paling tidak kami telah menemukan kata kunci: “situasi” -- yakni kata kunci yang kami pikir bisa menjembatani tema dengan bentuk pertunjukan. Yakni, kami mesti masuk ke dalam “situasi” bukan “abstraksi”. Kami seperti menemukan jalan bagi pertunjukan kami nanti. Kami bayangkan, lakon adalah sebuah “situasi” yang mampu menghadirkan secara konkrit pengalaman seseorang (manusia) dalam proses dan sistem hukum itu. Dari situlah kami kemudian merancang satu cara bercerita dan struktur pertunjukan yang kira-kira bisa menghadirkan “situasi” itu. Situasi, dalam sebuah lakon, berarti peristiwa dan suasana. Maka pola bercerita lakon ini pun lebih bertumpu pada sebuah upaya untuk menghadirkan peristiwa dan suasana seperti itu.

Setidaknya, ini akan memberi penekanan yang berbeda di banding dengan lakon-lakon monolog yang telah kami kerjakan, seperti Matinya Toekang Kritik, misalnya. Bahkan, mungkin boleh dibilang keluar dari konvensi pertunjukan monolog pada umumnya. Kita tahu, pertunjukan monolog memiliki pola penceritaan yang cenderung langsung, lebih bersifat ujaran, satu story telling, dimana kisah diceritakan oleh aktor kepada penonton. Inilah yang ingin kami ubah dalam pertunjukan ini. Kami ingin mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai oleh bentuk pertunjukan monolog. Yakni dengan cara mengindari “penceritaan langsung” itu seminim mungkin, dan lebih menekankan pada bagaimana caranya menghadirkan “situasi”, peristiwa dan suasana. Dengan kata lain, kisah tidak sekadar dituturkan, tetapi dihadirkan. Tokoh berada dalam stuasi atau peristiwa yang secara konkrit muncul di panggung. Kira-kira begitu gagasannya.

Gagasan awal pertunjukan sudah kami bayangkan. Maka kami pun bertemu untuk rembugan artistik. Berkumpulah Butet Kartaredjasa, Agus Noor, Djaduk Ferianto, Ong Harry Wahyu. Agus datang dengan gagasan cerita: tentang seorang tukang topeng monyet keliling. Sosok inilah yang dianggap bisa merepresentasi gagasan tematik sekaligus artistik. Tukang topeng monyet bisa menjadi sebuah karakter, bisa menghadirkan sebuah suasana dan situasi, sekaligus topeng monyet itu menjadi titik pijak untuk menggarap artistik pertunjukan. Bayangan setting, tata panggung, pola pengadegan dibicarakan dengan penuh semangat. Agak aneh sebenarnya: karena naskahnya sendiri belum ada!!

Ini menjadi proses yang unik juga bagi kami. Biasanya, seperti dalam Matinya Toekang Kritik, naskah sudah selesai sebagai teks. Dari teks naskah itulah setiap yang terlibat menafsir, memberi solusi artistik, menambahkan, mengembangkan dan sebagainya. Lah ini, naskahnya (bahkan judulnya saja belum diputuskan) kok sudah ndakik-ndakik merancang artistik!

Pada akhirnya, naskah ditulis dengan suatu kesadaran untuk mengakomodasi (semua) gagasan artistik itu. Jadi sudah ada dua hal yang mulai nampak: satu, naskah mesti memilih cara untuk menghadirkan peristiwa dan suasana dalam struktur pernceritaannya; dua, membayangkan topeng monyet sebagai spirit pemanggungannya. Dua hal itulah, yang kemudian dalam proses latihan terus dikembangkan.

Pada tahap ini, kemudian judul Sarimin mulai dipilih (sebelumnya tokoh dalam lakon ini benama Saridin). Judul Sarimin, dianggap lebih bisa mewakili gagasan artistik, yakni spirit topeng monyet. Dengan judul Sarimin pula, lakon seakan menegaskan: bahwa ini adalah kisah tentang manusia bernama Sarimin. Yang jadi perhatian adalah nasib Sarimin. Progresi kejiwaan dan psikologis Sarimin. Jadi, kami melihat bahwa hukum hanyalah tema, tetapi lakon ini tetaplah bertitik tumpu pada kisah manusia. Judul itu, mungkin juga menjadi cara bagi kami untuk mentranformasikan yang “abstrak” menjadi yang “situasi”, yang konkret. Di sini kami ingat Suyatna Anirun, bahwa lakon adalah upaya memanusiakan ide-ide, untuk menghadirkan manusia secara konkrit.

Dengan dasar dan spirit seni topeng monyet itulah, kami kemudian mengembangkan gagasan seputar “tata artistik yang organik”. Yaitu sebuah keinginan untuk memaksimalkan setiap elemen estetik pemanggungan, agar menjadi satu kesatuan dalam setiap pergantian suasana dan situasi yang ingin dicapai tiap bagian. Terlibatnya Kill The DJ (a.k.a Marzooki) ke dalam proses latihan, makin memberikan solusi bagi konsep “artistik yang organik” itu. Bagaimana perubahan ruang dan waktu penceritaan, perubahan setting dan tempat peristiwa, dibentuk melalui elemen-elemen artistik yang multi fungsi. Semua elemen setting menjadi kesatuan yang organis dalam pertunjukan. Semua itu ditempuh sebagai upaya untuk memecahkan ruang penceritaan yang memang lumayan banyak, sebagai akibat dari upaya menghadirkan peristiwa itu

Cara seperti itu, kemudian juga kami sadari, ialah sebuah cara bagi kami untuk tidak melakukan pengulangan tekhnis atas apa yang telah kami lakukan sebelumnya. Dengan tata artistik yang organik itu maka lakon monolog Sarimin ini menghindarkan diri pada kecanggihan tekhnologi (sebagaimana dalam Matinya Toekang Kritik, misalnya). Pada Sarimin kami lebih mengembangkan trik-trik, spectakle, gimick pemanggungan yang mengacu pada spirit teater tradisional. Ini juga kami tempuh untuk lebih banyak menciptakan kejadian, peristiwa. Di samping hal itu memang akan membuat pertunjukan Sarimin ini lebih organik, sebagaimana yang kami bayangkan.

Semua itu, tentu saja sebuah proses yang sebenarnya terus kami cari dan kembangkan. Segala istilah dan konsepsi yang muncul dalam tulisan ini, hanyalah sekadar sebuah upaya kami untuk menuliskan apa yang telah dan sedang kami lakukan dalam mempersiapkan monolog Sarimin ini. Sebuah proses kreatif, konon banyak yang mengatakan, muskil untuk dijelaskan. Tapi kami percaya, menuliskan proses kreatif, apalagi proses kreatif dalam mempersiapkan sebuah pertunjukan, akan bisa menjelaskan bagaimana sebuah ide berjalan dan berkembang. Dan ia tidak sendirian.

Itulah sebabnya, teater tak pernah berdiam di menara gading!

 

 

sumber: Butet Kartaredjasa

Sarimin - Monolog by Butet Kartaredjasa

Bagi yang suka dengan penampilan Butet Kartaredjasa, menikmati pementasan Monolog "Sarimin" adalah kerinduan yang harus dilepaskan.

"Sarimin" telah dipentaskan di Jakarta, 14 sd 18 November 2007, pukul 20.00
Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta dan menyusul di Yogyakarta, 26 dan 27 November 2007, pukul 20.00 di Purna Budaya, Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri, Bulaksumur, UGM, Yogyakarta. Selengkapnya bisa dibaca di sini

Berikut adalah Sinopsis yang saya dapatkan langsung dari Sang Sarimin:

Mungkin pernah suatu hari Anda bertemu Sarimin. Tak sengaja Anda berpapasan dengannya di jalan. Anda melihatnya tengah berjalan dengan seekor monyet di pikulan yang dibawanya. Melihat penampilannya, Anda langsung tahu kalau Sarimin seorang tukang topeng monyet keliling. Anda mungkin malah tak hanya melihatnya sekali. Anda sering melihat Sarimin lalu-lalang. Seperti ada Sarimin di mana-mana. Karena memang begitulah, hampir setiap hari, sepanjang hidupnya, Sarimin selalu keliling keluar masuk kampung. Usianya sudah 54 tahun. Dan selama itu pula nasib membuatnya konsisten menjadi tukang topeng monyet keliling.

Suatu hari, secara tak sengaja, Sarimin menemukan KTP yang tergeletak di pinggir jalan. Entahlah, apakah Sarimin berniat baik atau sekadar spontan, ketika ia akhirnya mengambil KTP itu dan bermaksud mengembalikan pada pemiliknya. Tapi ia buta huruf. Ia tak bisa membaca, KTP siapa itu. Lalu ia merasa kalau lebih baik ia mendatangi kantor polisi untuk menyerahkan KTP yang ditemukannya itu. “Biar nanti Pak Pulisi yang nganter ke pemiliknya,” ujar Sarimin.

Sama sekali Sarimin tak pernah menyangka, bahwa urusan KTP itu tak sesederhana yang dikiranya. Ia sama sekali tak pernah menduga, betapa itu justru merupakan awal perubahan nasibnya. Di kantor polisi, ia dibiarkan menunggu, karena para polisi sibuk mengurus perkara yang lebih besar. Ketika akhirnya seorang Polisi secara tak sengaca melihat Sarimin, dia malah disalahkan: karena dianggap tak cepat-cepat menyerahkan KTP yang ditemukannya itu. Karena ternyata KTP itu adalah KTP Hakim Agung!

Dari sinilah perubahan nasib itu membuat Sarimin mulai menyadari, betapa ia berhadapan dengan sesuatu yang tak sepenuhnya ia fahami. Sesuatu yang bisa membolak-balik nasibnya. Apa yang selama ini ia anggap baik, bisa berbalik salah. Apa yang ia yakini benar, ternyata bisa salah. Karena seperti kata pengacara yang (seharusnya) membelanya, “Karna benar, maka kamu salah!”.

Anda barangkali pernah melihat Sarimin. Pernah mendengar kisahnya. Atau bahkan Anda pernah juga mencicipi menjadi korban hukum, bernasib seperti Sarimin. Tapi adakah Anda (mau) mengingatnya?!

TQ to Butet Kartaredjasa (sampai jumpa di belakang panggung tanggal 26 November 2007, yo dab!)

Tuesday, November 20, 2007

Super Mom vs Dokter sales Obat

 

Jumat, 26 Oktober 2007, kakak mengirim SMS yang berbunyi: “Mami masuk RS kena DB”.


Karena ini bukanlah penyakit yang kritis, saya bermaksud mengunjungi sambil memberi kejutan. Saya langsung nongol di RS tanggal 30 Oktober pagi. Mami dan kakak saya surprised koq tidak kasih kabar lebih dahulu. Siang itu, dokter yang merawat mengatakan sudah boleh pulang besok hari. Mami mengatakan masih kurang enak badan. Saya pamit tanggal 31 malam pulang.


Yogya, 1 November 2007 pagi, saya menelepon kakak saya dan dikabari bahwa mami sesak nafas. Ini berlanjut sampai besok harinya. Kakak saya memutuskan untuk memindahkan ke ICU setelah mendapat masukan dari perawat ICU yang kami kenal.


Namun, perawat di bangsal tersebut “mempersulit” pemindahan ke ICU dengan bertanya”Apa sudah diperhitungkan biayanya?” dan memberi pernyataan yang aneh “Paling-paling di ICU cuma dikasih alat monitor saja, belum tentu dirawat dengan baik”


Akhirnya, Sabtu, 3 November 2007 malam (21.00) baru mami dipindahkan ke ICU.


Mengapa sih, di RS yang sama saja para perawat itu berebut pasien?

Mengapa sih, perawat tidak mendahulukan kepentingan pasien?

Bahasa politiknya, mendahulukan kepentingan kelompok dan golongan!


Kepindahan ke ICU boleh dibilang terlambat karena supply oksigen ke otak memang kurang sehingga mami mengalami sesak nafas. Begitu dipindah ke ICU, sesak nafas mami berkurang. Namun, problem lain muncul. Ternyata, menurut dokter, infeksi sudah menyebar ke seluruh tubuh.


Sabtu malam itu saya benar-benar bingung. Mau berangkat ke Surabaya, hari Minggu saya masih harus mengajar untuk pertemuan terakhir karena murid saya segera mengikuti tes TOEFL untuk bekal sekolahnya ke Amrik. Saya tetap berpikir bahwa tak akan terjadi apa-apa. Dan keyakinan saya ada benarnya.


Minggu, 4 November 2007, saya berangkat dengan Kereta Api pukul 16.00 dan tiba di Surabaya pukul 22.00. Saya langsung masuk ke ICU dan melihat mami meronta-ronta kesakitan sambil mengigau mengucapkan kalimat-kalimat yang rancu sebagaimana orang sakit pada umumnya. Dokter menyatakan ini pra-comma karena mami tak mengenali orang-orang terdekat. Ini adalah istilah baru buat saya.

Menurut kakak saya, sejak sabtu malam, mami terus merasa kesakitan. Saya benar-benar tak tega melihat mami berlilitkan berbagai macam selang infus.


Senin, 5 November 2007, kondisi mami melemah. Tidur terus dan tak bisa membuka mata. Hanya menjawab dengan YA ketika ditanya. Ini berlanjut sampai Selasa.


Rabu, 7 November 2007 kondisi sudah membaik dan membuka mata. Kesadarannya jauh lebih bagus dan mengenali semua orang yang ada disana. Namun, dokter tak datang berkunjung.


Kamis, 8 November 2007, lepas tengah malam, dokter baru datang berkunjung. Saya meminta dokter untuk bertanya sendiri pada mami dan mami bisa menyebut nama dokter dengan sempurna. Dokter pun tersenyum melihat kemajuan ini. Kemudian mami mengatakan “saya lapar”. Dokter menginjinkan pemberian susu mulai besok.


Jumat pagi, 9 November 2007, setelah dibersihkan oleh para perawat dan akan diberi susu, mami mengalami pendarahan dan muntah darah sangat banyak. Keadaan jadi berubah total. Tranfusi darah harus dilakukan dan obat-obatan lain harus dimasukkan lewat infus. Tensi drop, O2 juga turun dan denyut nadi menjadi tidak stabil di bawah normal. Padahal hari-hari sebelumnya sudah bagus.


Dokter spesialis darah meminta kami banyak berdoa dan memberikan dukungan spiritual. Kalimat ini kami terjemahkan bahwa kami harus bersandar pada Tuhan YME. Kami berdoa tak henti-hentinya.


Sabtu, 10 November 2007 kondisi membaik. Kesadaran mami luar biasa. Dia lebih banyak bicara dan gerakannya juga lebih banyak. Kami senang tapi masih terus berdoa untuk kesembuhan mami. Kami juga terus memberi semangat pada mami untuk bertahan dan meyakinkan bahwa mami bisa sembuh. Beliau sendiri jika ditanya keyakinannya bisa sembuh, selalu menjawab dengan penuh percaya diri bahwa bisa sembuh.


Minggu, 11 November 2007, beberapa sepupu dan kenalan dari luar kota datang menjenguk. Mami senang sekali. Mungkin kunjungan dari keponakan-keponakannya membuat mami capek karena banyak bicara dengan nafas yang masih belum stabil dan kurang istirahat. Malam kira-kira pukul 19.00, terjadi bleeding lagi. Kami benar-benar lemas. Setelah kurang istirahat karena terus berjaga, masih lagi ditambah ketidakpastian kapan pendarahan yang dialami bisa berhenti.


Senin pagi, 12 November 2007, ketika masuk ke ICU, mami meminta saya pulang ke Yogya untuk menengok anak-anak yang sudah saya tinggal seminggu lebih. Antara ingin pulang ke Yogya dan terus mendampingi mami membuat saya bingung. Tapi saya yakin takkan terjadi apa-apa. Dan, jika saya menuruti kata-katanya, mami pasti senang dan tak akan menambah beban pikirannya. Mami memang luar biasa. Di tengah berjuang melawan rasa sakit, bosan di ruang ICU dan ketidakpastian kapan sembuh, beliau masih bisa memikirkan orang lain. Luar biasa!


Dengan Kereta Api, saya berangkat pukul 15.00. Tiba di Yogya pukul 20.05.


Belum 24 jam di Yogya, Selasa subuh, 13 November 2007, pukul 02.30 kakak saya menelepon mengatakan mami kejang-kejang. Hati ini rasanya hilang. Sementara itu, kedua anak saya mengalami demam sudah beberapa hari. Ada kekhawatiran anak-anak terserang DB karena perubahan cuaca. Saya juga masih harus menyelesaikan pekerjaan dan memberesi tagihan credit card, telepon, dan listrik.


Pagi itu, kakak saya memberitahu, dokter spesialis darah menyarankan mami untuk diberi suntikan Kybernin sebanyak 3 ampul @ Rp 3.500.000,00 (tiga setengah juta!), total Rp 10.500.000,00!!! dengan harapan darah bisa mengental supaya trombosit bisa naik (normal).


Menurut perawat, suntikan ini amat sangat jarang digunakan. Dokter utama yang merawat mami sebenarnya tidak begitu merekomendasi, namun dokter spesialis darah dengan diplomatis mengatakan: “saya sudah memberikan advis medis terbaik, jika keluarga menolak dan terjadi hal-hal yang tak diinginkan, mohon tidak menyalahkan saya”.


Sungguh pernyataan yang sangat aneh di balik pemberian advis tersebut. Ada apa di balik itu?


13 November 2007, tengah malam saya berangkat lagi ke Surabaya setelah hasil tes darah anak saya menunjukkan tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.


14 November 2007, saya melihat mami masih tergolek lemah dengan mata terpejam seperti tanggal 5 – 6 November 2007. Namun, siangnya, mata mami sudah terbuka dan bisa menjawab pertanyaan. Thank God. Berarti ini ada kemajuan.


15 November 2007, sore. Dokter spesialis darah kembali menyarankan suntik Kybernin lagi! That’s bullshit! Saya langsung menolak. Semua kan ada prosesnya? Baru 2 hari yang lalu suntik, koq suntik lagi? Saya katakan pada kakak saya, dokter ini cuma sales obat saja! Bayangkan, kalau dia mendapat 10% dari setiap transaksi, dalam 3 hari dia sudah mendapatkan uang dari perusahaan farmasi sebesar Rp 2,1 juta!!! sementara pasien hanya bisa pasrah dan harus mengeluarkan uang. Padahal, pada suntikan pertama itu, dokter hanya menitipkan pesan lewat perawat, tidak bertemu keluarga secara langsung. Dan, belum terjadi konfirmasi dengan dokter utama.


Mengapa sih, ada dokter yang orientasinya bukan pasien-minded tapi kantong sendiri-minded?


16 November 2007, kondisi mami menunjukkan kemajuan. Dia sudah bisa bergurau sambil sesekali mengatakan bosan berada di ruang ICU. Kedatangan dokter kepala ICU dari luar negeri yang mengganti obat-obat yang diberikan kepada mami bisa jadi menjadi pemicunya. Kami bersyukur karena ada kemajuan yang berarti.

Saya pamit pada mami untuk pulang ke Yogya dan beliau setuju.

Sorenya, dengan kereta, saya pulang ke Yogya.


Hari-hari selanjutnya, sampai hari ini (20 November 2007), berita baik selalu saya dengar. Kemajuan yang terjadi secara perlahan tentu melegakan kami meskipun kami masih harus terus memberikan dukungan spiritual agar kesembuhan ini bisa terjadi. Kami yakin, kemajuan positif ini bisa terjadi karena kehendak Tuhan dan juga campur tangan dokter yang ahli dan cekatan serta memiliki niat yang baik. Juga, dukungan doa dari siapa pun: saudara-saudara, sanak famili dan teman-teman semua.


Selama ini kita sering melihat logo ‘S’ yang tertera di dada tokoh fiktif Superman. Buat saya, logo ‘S’ ini merupakan singkatan dari SuperMom. Mami terus semangat berjuang melawan sakitnya tanpa pernah menyerah.


Terima kasih atas dukungannya. Hanya Tuhan yang bisa membalas. Saat ini, kami masih membutuhkan dukungan spiritual dari semua pihak untuk kesembuhan mami.

 

 

nb: mohon maaf bagi teman2 yg kirim sms dan belum sempat saya balas. kehidupan saya jadi "abnormal" selama nungguin mami di ICU

 

Tuesday, November 13, 2007

Siapa Yang Tahan Godaannya???

 

Stress karena tidak berada di tempat dan suasana yang biasa, saya mencoba telepon teman-teman yang tinggal di Surabaya dan teman-teman mp yang saya kenal baik dan saya tau nomor teleponnya untuk curhat. Ketika menelepon salah satu teman mp, tak diangkat. Saya bisa memaklumi karena mungkin dia sedang sibuk (apa iya seh?). Saya tetap berpikir positif.

Besoknya, teman yang saya telepon mengirim SMS yang berbunyi:

“msh di darmo (RS – red). Rabu kamis mami udah baik tp kmrn pg bleeding. Sore ini sdh mendingan & tdr nyenyak stlah kmrn seharian & td siang muntah terus. Doakan ya. Tq”

Dijawab:

“Mugo2 ndang waras yo. Nuwun sewu during iso rono. Maagku seminggu iki yo gak beres” (terjemahan: Moga-moga cepat sembuh. Maaf belum bisa kesana. Maagku seminggu ini juga gak beres)”

Saya menjawab:

“Santai aja. No worries. Hr ini lbh baik. Awakmu ojok ngoyoh….” (terjemahan: Santai aja. Gak perlu repot. Kamu jangan terlalu memaksakan diri”


Kemudian SMS dijawab lagi:

“Iyo. Goro2 kecentok sambel grg” (terjemahan: Iya. Gara-gara makan sambel goreng)


Saya lanjut lagi: “Pancen kuliner mempesona… Siapa yg tahan godaannya???”


Ha…ha…ha… kayak iklan aja ya? Titi Kamal = sambel goreng???

Monday, October 29, 2007

Protes

 
Saya mendapat invitation yang ingin jadi contact saya:
 

Sebagai bentuk protes terhadap kezaliman negeri yang mengaku saudara serumpun, saya biarkan saja undangan itu. Takkan pernah saya accept!

Mending saya accept yang ini:

 

 

Meskipun faktanya, saya gak accept juga. Takut kena “ban” dari admin MULTIPLY. Kalau cuma gambar-gambar begini, mending gua langsung minta sama Cecep.

Bagaimana menurut teman-teman?

 

Thursday, October 25, 2007

Kick Andy - Metro TV

Start:     Oct 25, '07 10:00p
End:     Oct 25, '07 11:00p
Location:     Indonesia


"Lain lagi pengalaman Rien Kuntari, wartawati Kompas, di Rwanda. Saat meliput konflik antar-etnis di Afrika itu, dia harus menerima kenyataan orang-orang yang semalam tidur di dekatnya, pagi-pagi sudah jadi mayat. ''Saya melihat mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana. Ada ibu yang sudah menjadi mayat sementara bayi dalam pelukannya masih hidup dan tetap menyusu.''

dikutip dari:
http://www.kickandy.com/pretopik.asp


Rien Kuntari akan menjadi interviewee di acara Kick Andy. Saya tak boleh melewatkan acara ini karena saya sangat mengagumi Rien Kuntari

Wednesday, October 24, 2007

Joke Anthurium

 

Setelah membaca posting jazzterday (re: kenapa...??? koq bisa...??? ada apa...???), saya jadi ingat sebuah joke tentang anthurium dari milis. Nih:

Di Solo, ada orang yang saking getolnya dengan tanaman ini, nekat menjual sapi satu-satunya untuk mendapatkan Jemanii. Setelah sapinya ditukar, tanaman tersebut katanya diletakkan di salah satu sudut rumah.

Ketika istri dari orang ini menanyakan keberadaan sapinya, si suami dengan ”mbulet” mencari berbagai alasan. Istrinya menjadi jengkel, apalagi si suami tiap hari menghabiskan waktu untuk mengurusi Jemanii nya. Ketika ditanya tanaman apa  yang diletakkan di sudut, sang suami berkata bahwa itu salah satu bahan sayuran.

Suatu ketika si suami pergi agak lama. Kembali di rumah, dia bingung karena tanamannya tak ada ditempat. Ia bertanya pada istrinya, dimana tanaman tersebut. Dengan enteng, si istri berkata ”Sudah kumasak, Mas”. Si suami langsung pingsan.

enak gak sih sayur anthurium???

Tuesday, October 23, 2007

Gua Diwawancarai

 

Hari Sabtu, 20 Oktober 2006, lagi asik2 ngempi, hp gua bunyi. Yang telepon, seorang wartawan koran lokal. Lalu dihubungkan dengan wartawan lainnya. Mau tanya soal pengajaran bahasa Inggris.

Gua sebenarnya lebih suka ketemu langsung tidak lewat telepon biar lebih jelas. Selain itu, argo di warnet jalan terus, 'bo! Dengan alasan dikejar deadline, ya sudahlah gua layani saja.

Pertanyaannya ttg tips supaya berhasil belajar Bahasa Inggris.

gua jawab bla....bla....bla......

Gua tidak langganan koran tersebut. Kemarin, terus sms ke wartawannya apa sudah dimuat dan tanggal berapa. ternyata dimuat hari Minggu. Wah, cari korannya udah susah. Browse aja ke webpagenya.

Pendapat gua cuman memang secuil. Ini kutipan dari seluruh beritanya:

"Menurut Tjita Singo, Pengajar Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma (USD), untuk mempelajari bahasa Inggris sebenarnya tidak sulit. Selain mempelajari tatabahasa, juga dituntut memperbanyak praktik dan berani salah. “Pelajari juga budayanya, agar tak salah pengertian,” katanya.“  q  - k"

 

Bener kan feeling gua? Gua kan bukan dosen USD? Cuman lulusan sana aja.

Nggak Ada Loe Nggak Rame

 

Saya beruntung punya contacts di MP yang “gue banget” alias “my style” alias “user friendly”. Dari semua contacts di MP saya, sebagian besar reply posting saya dengan guyon dan bisa mengimbangi ke”gokil”an saya dengan santai. Jarang sekali serius meskipun sometimes I think being serious is necessary.


Sebenarnya, ada juga sih yang selalu serius atau bahkan kadang tak pernah response pada posting saya. Ya namanya berhubungan dengan banyak orang, tak mungkinlah 100% bisa sama persis seperti yang saya inginkan. And, that’s life.


Setiap contacts di MP memiliki keunggulan sendiri-sendiri (urut abjad):


Ade Hirmawan, discography nya ok punya

Agung S, commentnya lucu

CUK Riomanda, sesama di Yogya tapi belum pernah kopdar, journalnya jadoel banget!

Cynthia Basuki, yang manggil saya ‘om’, manja banget dan lebih pantas jadi anak saya.

Donni Said, discography nya jg tak bisa diabaikan

Erwin Sagata, koleksi lagunya ok punya.

Ganang Parto, koleksinya jaman pekak ra enak

G Libis, yang ternyata satu almamater, sesame nge-fans sama Vina Panduwinata.

Hans Wilson, koleksi 80an-nya mengingatkan saya pada kejayaan masa video Betamax.

INYONG, wah, pada bae edane apa maning pas lagi kencot!

kesna, koleksi fotograpi nya luar biasa.

M Bambang Purnomo, wah, jangan ditanya. Kompilasinya selangit!

Tendri Gurning, kadang memberikan tips-tips supaya kita jadi lebih internet literate.

Wi Slamet maupun Tiwi, wuh, koleksinya gile bener.


dll, dll, yang kalau disebut satu persatu, gak habis deh!


Di antara contacts yang ada, yang paling sering berhubungan dengan saya dan selalu saya nantikan postingnya (bukan berarti yang lain tidak saya indahkan) adalah jazzterday. Sehari tak membaca postingnya yang selalu usil, kadang porno, kadang nasionalis, kadang narcist abis, rasanya ada yang hilang. Istilah bahasa iklannya adalah “GAK ADA ELO GAK RAME!”.


Nah, tag iklan ini lebih cocok diterjemahkan apa ya?


1. Cecep, entertainer sejati

2. Cecep, pandai menghibur teman

3. Cecep, biang kelucuan

4. Cecep, biang keributan

5. Cecep, provokator sejuta umat



Yang mana yang paling cocok, ya???

 

Thursday, October 18, 2007

Tidak Untuk Dijual





Lebaran selalu menjadi berkah. Apa pun bentuknya.

Lebaran kemarin, saya dikunjungi bekas murid saya yang sekarang bekerja di perusahaan rokok terkemuka di Indonesia. Lebaran tahun lalu kami tak sempat bertemu karena alasan waktu. Namun, lebaran kali ini, kami sudah membuat janji pasti untuk bertemu karena telah 2 tahun tak bersua.

Dia membawakan saya beberapa merchandise seperti korek, asbak dan mug. Yang menarik, dia juga memberikan satu slop rokok. Rokok ini khusus untuk karyawan, tidak dijual untuk umum. Di kemasannya tercantum UNTUK KARYAWAN – TIDAK DIJUAL. Hal lain yang menarik, meskipun rokok ini untuk karyawan dan gratis, namun perusahaan tersebut membayar pita cukai kepada pemerintah.

Tak berhenti pada kemasan bertuliskan UNTUK KARYAWAN – TIDAK DIJUAL, di batang rokoknya pun tertera tulisan TIDAK UNTUK DIJUAL.

Thursday, October 11, 2007

Mohon Maaf Lahir dan Batin

Kepada semua teman-teman Multiply,

 

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H

Mohon maaf lahir dan batin........

 

Mungkin selama ini ada posting saya yang tidak berkenan.....

Mungkin selama ini ada komentar saya yang dirasa tidak pas......

 

saya mohon maaf.

 

Truly from the deepest of my heart...............

 

Friday, October 5, 2007

Bukan Koleksi Mobil Gua




Foto-foto di bawah ini bukan hasil jepretan saya. Ini adalah hadiah dari sahabat saya yang tau betul kesenangan saya karena kami berteman sejak kelas 1 SMP. Karena dia tak punya waktu mencarikan SIM Card 2904, inilah yang bisa dia kasih ke saya.

Thank you, my best friend!

Semua foto berlokasi di Surabaya. Plat nomor dengan angka 2904 untuk Polda Jatim berwarna hitam karena digunakan untuk mobil-mobil van pribadi. Di Polda Jateng, plat nomor 2904 berwarna kuning karena untuk bis kota atau angkot. Kalau gua ikutan motret, bisa kesamber angkutan umum yang sopirnya gokil karena ngejar setoran.


Enjoy…………….

Monday, October 1, 2007

daripada kehilangan teman

buat Chev & Cynthia,

daripada kehilangan teman, lebih baik kehilangan musuh. Betul kan? Posting Iseng atau Kreatif??? saya delete demi menciptakan perdamaian abadi dan persahabatan yang susah dicari.

maaf kalau tidak berkenan..... semua cuma guyon aja.....

Tuesday, September 18, 2007

Tinggalkan Pesan Setelah......

 

Bertambahnya contact di multiply membuat saya senang. Tapi, yang kasih comment di blog atau music page saya orangnya koq cuman itu-itu aja......? Terima kasih yang selalu kasih comment, yang saya anggap tanda persahabatan.

terkesan (mudah-mudahan salah) multiply saya adalah tempat penyedotan. Padahal, yang saya inginkan adalah persahabatan, tidak hanya pemanfaatan.

Sayang di multiply gak bisa dikasih mailbox yang bunyinya begini:

"tinggalkan pesan anda setelah tanda nada download finished "

 

You're all still my friends!

Monday, September 17, 2007

Yang Ultah di Alam Lain

Kemarin, 16 September 2007, pagi-pagi jam 7, reminder HP bunyi. Saya tengok. Ada yang ultah.

Yang ultah ternyata tak lagi ada di antara kita karena yang ultah adalah almarhum Chrisye.

Saya memang selalu mengingat ultah penyanyi favorit saya ini. Dulu, saya selalu berkirim email ucapan selamat jika beliau ultah dan selalu mendapat jawaban dari staf nya.

Nama mas Chrisye tak akan pernah hilang dari ingatan.

"Selamat Jalan Kekasih."

Wednesday, September 12, 2007

Gedung DPRD Brebes Terbakar

 

Brebes, Kompas - Gedung DPRD Kabupaten Brebes terbakar, Selasa (11/9) siang. Diduga kebakaran akibat korsleting lisrik atau hubungan arus pendek yang ada di bagian atap ruang sidang paripurna. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu, namun kerugian diperkirakan mencapai Rp 1,5 miliar.

Bagian gedung yang terbakar meliputi ruang sidang paripurna yang terletak di bagian depan kawasan gedung DPRD Brebes. Dinding maupun atap bangunan tersebut habis terbakar. Meskipun demikian, sejumlah perabotan di dalamnya, seperti meja dan kursi, berhasil diselamatkan.

Kepala Subag Umum DPRD Brebes Tasori Idris mengemukakan, kebakaran mulai terjadi sekitar pukul 12.00. Saat itu sejumlah pegawai yang ada di dalam ruang sidang paripurna mencium bau gosong. Mereka juga melihat ada asap mengepul dari bagiap atap ruangan tersebut.

Mengetahui adanya kebakaran, para pegawai di gedung DPRD berusaha menyelamatkan sejumlah dokumen dan perabotan yang ada di dalamnya. "Hampir semua dokumen berhasil diselamatkan karena selama ini gedung yang terbakar hanya digunakan untuk ruang pertemuan dan bukan untuk menyimpan data," kata Idris.

Api berhasil dipadamkan sekitar satu setengah jam kemudian dengan bantuan sekitar lima unit mobil pemadam kebakaran dari Kabupaten Brebes, Tegal, dan Kota Tegal. Petugas pemadam sempat mengalami kendala akibat tidak adanya hidran di sekitar lokasi kejadian.

Kepala Kantor Informasi dan Kehumasan Brebes Mayang Sri Herbimo mengutarakan, gedung yang terbakar itu dibangun pada tahun 1978 dan mendapat renovasi menyeluruh sekitar tahun 1987 dan 2005. Gedung tersebut merupakan salah satu bangunan bersejarah di Brebes dan sempat menjadi bangunan termegah di Jawa Tengah.

Menurutnya, kapasitas daya listrik yang terpasang pada bangunan yang terbakar sekitar 30.000 watt. Sebagian merupakan instalasi lama, sebagian lain merupakan instalasi baru.

Mayang menuturkan, saat terjadi kebakaran gedung DPRD relatif sepi. Sekitar 23 anggota, termasuk Ketua DPRD Brebes, sedang melakukan studi banding ke Gresik. Rencananya mereka baru akan kembali Kamis mendatang.

Kepala Kepolisian Resor (Polres) Brebes Ajun Komisaris Besar Firli menjelaskan, kebakaran diduga akibat korsleting listrik. Meskipun demikian, untuk memastikan penyebab kebakaran, akan dilakukan uji forensik dari Tim Forensik Kepolisian Daerah Jateng.

 

source: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0709/12/jogja/1042290.htm

 

comment/pertanyaan:

kenapa tidak ada korban pada kebakaran ini? Sedangkan kalau kebakaran terjadi di rumah padat penduduk, seringnya timbul bbrp korban?

jawab:

karena anggota DPR(D) sangat sering gak ngantor alias makan gaji buta. Habis gitu, gedung DPR yang masih bagus, mau direnovasi dengan biaya milyaran rupiah. Mbok dikasihkan ke orang miskin aja atau kita-kita para multipliers ini. Ya gak???

Friday, September 7, 2007

Menunggu itu Menjemukan

Sebagai fans berat Uthe (Ruth Sahanaya) tentu tak boleh melupakan tanggal lahirnya. Bbrp hari yang lalu, saya kirim SMS ke assisten Uthe yang bunyinya begini:

Mas I-xxx (sensor) yth tlg smp kan sms ini pd Uthe. Tq

"September Pagi ini September kita

September pagi ini memberi berjuta arti dlm hdp ini....

Mbak Uthe selamat panjang usia di September Ceria (lho, ini kan lgnya Vina, pujaan saya jg!).

Sukses selalu! dari Singo - Yogya

 

sampai hari ini, belum dapet balasan. Apa yang terjadi?

1. belum disampaikan

2. belum ditanggapi Uthe

3. sudah ditanggapi tapi sang assisten gak mau bales SMS saya?

4. Uthe cuwek?

 

Kalau nomor 4 yang terjadi, haruskah saya mengatakan, "Uthe.... dahulu adalah........."

Thursday, August 23, 2007

Penyanyi Indonesia Yang Produktif

 

Melacak discography penyanyi Indonesia tidaklah segampang penyanyi luar negeri karena penyanyi luar negeri sangat rapi dalam dokumentasi. Saya menemukan referensi untuk mencari discography penyanyi Indonesia di sini dan beberapa site lain (official websites sang artis, website perusahaan rekaman) termasuk blog-blog pecinta musik Indonesia. Dari yang saya telusuri, penyanyi Indonesia yang memiliki banyak album alias produktif (di atas 10 album) adalah (urut dari terbanyak):


  1. Indra Lesmana (47 album) klik di sini

  2. Iwan Fals (38 album) klik di sini

  3. Chrisye (29 album) klik Track01 atau Track 02

  4. Fariz RM (24 album) klik Track01 atau Track 02

  5. Anggun (C Sasmi) – 23 Album (14 album Indonesia dan 9 Album International)

  6. Ebiet G Ade (18 album) klik Track01 atau Track02

  7. Gigi (16 album) klik Track01 or Track 02

  8. Koes Plus (14 album) klik di sini

  9. Titi DJ (14 album) klik Track01, Track02 atau Track03

  10. Vina Panduwinata (13 album) klik Track01 atau Track02

  11. Ruth Sahanaya (11 album) klik Track01, Track02 atau Track03

  12. Dewa 19 (10 album) klik di sini


Album-album yang saya cantumkan di atas tidak termasuk single mereka di festival. Dari yang saya cantumkan di atas, mungkin ada yang kurang mengingat sumbernya beda-beda dan sayang juga beberapa tidak mencantumkan tahun release.


Tentu saja, produktivitas mereka harus dihitung dengan lama perjalanan mereka berkarier sehingga para penyanyi baru mungkin belum semua bisa masuk di journal ini. Penyanyi/Group Band yang lahir tahun 1990an hanya Dewa dan Gigi yang masuk dalam journal ini. Mungkin beberapa tahun yang akan datang, akan menyusul nama lain seperti Melly, Jikustik, Letto, Peterpan, Ada Band, dll.


Mohon maaf bagi yang blog nya saya gunakan sebagai referensi journal ini tanpa saya sempat minta ijin karena masalah komunikasi.


Silahkan menambah atau mengoreksi. Semua ini dilakukan untuk ikut membantu dokumentasi karya musik Indonesia. Terima kasih.

Saturday, August 18, 2007

Mengapa Album “Kaulah Segalanya” tak beredar lagi?

 


Menurut Ruth Sahanya, album yang paling berkesan buat dia adalah album “Kaulah Segalanya” (1992). Unfortunately, dia sendiri tak menyimpan album ini dan minta tolong dicarikan.


Untunglah tangan Tuhan bekerja lewat seorang teman mp-er yang berhasil mencarikan album tersebut dan singkat cerita saya sudah memberikan pada Uthe pada tanggal 25 Mei 2007 yang lalu meskipun tak sempat bertemu langsung dengan Uthe tapi via asistennya.


Dari jurnal-jurnal di MP yang berdikusi tentang Uthe dan komentar-komentar mp-ers (klik di sini atau di situ), terdapatlah fakta bahwa album-album lama Uthe direkam ulang dan dijual ke pasaran. Namun, album yang satu ini tetap tak ada di pasaran. Setelah saya telusuri, ternyata, album ini bukan diproduksi oleh major label seperti Aquarius atau Sony BMG. Album ini diproduksi oleh Ruth Sahanaya & JACEY Production (klik di sini)


Di website Aquarius Musikino discography album Uthe yang tercantum hanya Seputih Kasih (1987), Tak Kuduga (1989), Yang Terbaik (1994), Uthe 1996), Kasih (1999), Yang Kurindukan (2001), Greatest Hits (2002). Sedangkan di website Sony BMG (badan meteorology dan geofisika???), album yang tercantum adalah Bicara Cinta (2003) dan Jiwaku (2006)


Jadi, album “Kaulah Segalanya” memang tak bisa lagi ditemui di pasaran produsennya memang tak lagi exist? Maybe Yes Maybe No.

catatan:
foto ngambil dari multiply Jazzterday (http://jazzterday.multiply.com/reviews/item/58)

Wednesday, August 15, 2007

Pecah Ndase

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jalan Bausasran, Selasa, 14 Agustus 2007, pukul 18:50.

Ketika hampir selesai mengajar, ada suara kendaraan bersenggolan yang agak keras. Saya langsung menduga pasti ada kecelakaan di luar rumah tempat saya mengajar. Beberapa detik setelah suara senggolan itu, terdengarlah suara “duor!!!” Sangat keras!


Ternyata benar-benar ada kecelakaan. Belum selesai saya merapikan alat tulis, saya langsung keluar bersama murid saya. Dari dalam rumah, saya melihat orang-orang di luar telah berkerumun dan seorang pria berumur kira-kira 25 tahun, tergeletak di tepi trotoar antara sadar dan tidak sadar. Tanpa sempat memakai alas kaki, saya ikut berlari. Dia berusaha bangun namun orang-orang sekitar melarangnya. Saya juga mencoba melarangnya karena biasanya jika orang baru saja terjatuh, dia mengalami guncangan hebat (apalagi kepalanya berada di tanah).


Saya teringat ketika SMA, teman saya berboncengan dengan adiknya dan mengalami kecelakaan. Saat itu, adiknya masih bisa bangun dan duduk lagi di sepeda motor namun sampai di rumah sakit, menghembuskan nafas terakhir karena terjadi pendarahan otak (gegar otak).


Orang tersebut merintih karena kakinya tak bisa digerakkan. Nampaknya ia mengalami patah tulang. Tak ada darah keluar dari kakinya tapi benar-benar kakinya tak dapat digerakkan namun sudah membengkok.


Sepeda motornya sudah remuk tak berbentuk. Sementara beberapa meter di dekat motor yang hancur itu, ada mobil yang sudah ringsek depannya namun pengemudinya tak lagi di mobil itu.


Dari cerita para saksi, kejadiannya begini: Mobil Forsa Amenity melaju dari arah barat jalan Bausasran menuju ke timur (beberapa meter dari rumah murid saya). Pengemudinya baru belajar mengemudi. Mobil tersebut menabrak sebuah motor Mio yang berjalan dari arah yang sama. Pengendara Mio pun tergeletak (saya malah tak menemukan pengemudi Mio ini!). Menurut pak polisi sih, pengendara Mio ini lukanya sangat parah. Menurut orang-orang disekitar situ, pengemudi Forsa tak bisa mengendalikan dirinya, gugup. Bukannya menginjak rem, malah menginjak pedal gas menjadi lebih kencang. Sementara dia dalam kegugupan dan menginjak pedal gas sehingga kecepatannya bertambah dia juga membanting stir ke kanan. Pada saat bersamaan datanglah sepeda motor dari arah berlawanan (timur) dari arah perempatan Gayam – Bausasran dengan kecepatan yang sangat tinggi. Karena posisi mobil sudah memakan badan jalan di kanan jalan dari arah barat, motor tersebut tak bisa lagi menghindari dan mengenai tepat di tengah mobil.


Masih menurut orang-orang disitu, motor tersebut melayang bersama pengemudinya dan pengemudinya pun jatuh seperti di film-film action ketika seorang stunt man sedang melakukan pekerjaannya.


Saya mencoba mencari tau dimana sopir mobil tersebut namun tak ada. Beberapa menit kemudian, datanglah 3 orang polisi lalu lintas. Dan menurut pak polisi ternyata sang sopir telah melarikan diri ke Polsek terdekat untuk meminta perlindungan.


Saya mencoba mengambil gambar motor yang sudah ringsek tersebut. Namun karena jalan yang gelap dan kamera di HP tidak disertai flash, hasilnya ya gelap, seperti makanan gosong! Ketika mencoba memotret mobil yang telah diparkir di tempat yang lebih terang, datanglah seorang yang bertanya pada saya: “Koh, ini mobilnya engkoh?” Saya jawab tidak. Dasar sales, dia malah mengatakan, “Oh, ini kalau dibawa ke bengkel saya (dia menyebutkan tempat bengkel dia bekerja), ini pasti bisa kembali ke asal”


Saya tak bisa membayangkan mengapa orang belajar mengendarai mobil di jalan umum pada malam hari di jalan yang agak gelap! Orang lain yang sudah berhati-hati (pengendara Mio) pun menjadi korban. Pengendara motor yang lain harus menanggung akibat perbuatannya sendiri (ngebut, benjut!). Masih mau ngebut? Siap-siap aja, PECAH NDASE!!!

"Shi Sang Chi You Mama Hau" (2 of 2)

frens,

 

karena kepanjangan, diedit jadi 2 bagian....

 Lagu yang dinyanyikan dalam kisah ini dapat dinikmati di:

http://singolion.multiply.com/music/item/666/Shi_Sang_Chi_You_Mama_Hau

 

sambungan......

Di pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter mengatakan bahwa penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang konsisten. Kalau kambuh lagi, akan membahayakan jiwanya.

Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. Tetapi biaya medis tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya. Sang ibu kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan solusi yang tepat. Satu2nya jalan keluar adalah menyerahkan anaknya kepada sang ayah, karena sang ayahlah yang mampu membiayai perawatannya.

Maka di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya berkeliling kota, bermain2 di taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, menyanyikan lagu "Shi Sang Chi You Mama Hau", lagu kesayangan mereka. Untuk sejenak, sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut dalam kegembiraan bersama sang anak.

Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada sang anak. Sang anak menolak untuk tinggal bersama ayahnya, karena ia hanya ingin dengan ibu. "Tetapi ibu tidak mampu membiayai perawatan kamu, Nak" kata ibu.
"Tidak apa2 Bu, saya tidak perlu dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar nanti, saya akan cari banyak uang untuk biaya perawatan saya dan untuk ibu. Nanti, ibu tidak perlu bekerja lagi, Bu", kata sang anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke rumah sang ayah keesokan harinya. Penyakitnya memang bisa kambuh setiap saat.

Disana ia diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya sangat senang melihat anak imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang anak meronta2 ingin ikut pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainan kesukaan sang anak, yang tidak pernah ia peroleh saat bersama ibunya, sang anak menolak. "Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu", teriak sang anak dengan nada yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu berkata:
"Nak, kamu harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan nenek akan bermain bersamamu." "Tidak, aku tidak mau mereka. Saya hanya mau ibu, saya sayang ibu, bukankah ibu juga sayang saya? Ibu sekarang tidak mau saya lagi", sang anak mulai menangis. Bujukan demi bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb tidak didengarkan anak kecil tsb. Sang anak menangis tersedu2 "Kalau ibu sayang padaku, bawalah saya pergi, Bu". Sampai pada akhirnya, ibunya memaksa dengan mengatakan "Benar, ibu tidak sayang kamu lagi. Tinggallah disini", ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb. Tampak anaknya meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.

Di rumah, sang ibu kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu menyayat hati, ia telah berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan menjenguk anaknya, tetapi mereka berjanji akan merawat anaknya dengan baik. Diantara isak tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah kehilangan satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta. Kemudian ibu yang malang itu mengambil pisau dapur untuk
memotong urat nadinya. Tetapi saat akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya
mungkin tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak, ia harus hidup untuk mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat bunuh diri itu dibatalkan, demi anaknya juga??..

============ 000=========

Setahun berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, mendapatkan kerja yang lebih baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun tetap menjalani perawatan medis secara rutin setiap bulan.

Seperti biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. Uang pun dapat ia peroleh dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah mengumpulkannya. Maka, pada hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang ke rumah, ia segera naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang memakan waktu beberapa jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk surat yang menyatakan ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun, dan nilai ujian yang sangat bagus. Ia akan memberikan semuanya untuk ibu.

Sang anak berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Tetapi ketika sampai di rumah, ia mendapati rumah ini telah kosong. Tetangga mengatakan ibunya telah pindah, dan tidak ada yang tahu kemana ibunya pergi. Sang anak tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di depan rumah tsb, menangis "Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi."

Sementara itu, keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat pulang ke rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan semuanya sudah pulang. Semua tempat sudah dicari, tetapi tidak ada kabar. Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat terkejut. Polisi pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang.

Ketika sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya. Anaknya mungkin pulang ke rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera naik mobil menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu ulang tahun, setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang ibu tidak mampu menahan tangisannya, saat membaca tulisan2 imut anaknya dalam surat itu.

Hari mulai gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa mendapatkan petunjuk apapun. Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu membakar dupa, berlutut di hadapan altar Dewi Kuan Im, sambil menangis ia memohon agar bisa menemukan anaknya.

Seperti mendapat petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya pernah
pergi ke sebuah kuil Kuan Im di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa bila kamu memerlukan pertolongan, mohonlah kepada Dewi Kuan Im yang welas asih. Dewi Kuan Im pasti akan menolongmu, jika niat kamu baik. Ibunya memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon agar bisa bertemu dengan dirinya.

Benar saja, ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia pingsan, demamnya tinggi sekali. Sang ayah segera menggendong anaknya untuk dilarikan ke rumah sakit. Saat menuruni tangga kuil, sang ibu terjatuh dari tangga, dan berguling2 jatuh ke bawah????..

============ 000==============

Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki bangku kuliah. Ia sering beradu mulut dengan ayah, mengenai persoalan ibunya. Sejak jatuh dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan. Sang anak telah banyak menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya nihil.

Siang itu, seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan teman wanitanya. Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang wanita tua yang sedang mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak berkomat-kamit.

Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan turun bersama pacar
untuk menghampiri pengemis tua itu. Ternyata sang pengemis tua sambil mengacungkan kaleng kosong untuk minta sedekah, ia berucap dengan lemah
"Dimanakah anakku? Apakah kalian melihat anakku?"

Sang anak merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa disadari, ia segera menyanyikan lagu "Shi Sang Ci You Mama Hau" dengan suara perlahan, tak disangka sang pengemis tua ikut menyanyikannya dengan suara lemah.Mereka berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal suara ibunya yang selalu menyanyikan lagu tsb saat ia kecil, sang anak segera memeluk pengemis tua itu dan berteriak dengan haru "Ibu? Ini saya ibu".

Sang pengemis tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, lalu bertanya,
"Apakah kamu ??..(nama anak itu)?"

"Benar bu, saya adalah anak ibu?".
Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur membasahi umi???.
Karena jatuh dari tangga, sang ibu yang terbentur kpalanya mnjadi hilang ingatan, tetapi ia setiap hari selama sepuluh tahun terus mencari anaknya, tanpa peduli dengan keadaaan dirinya. Sebagian orang menganggapnya sebagai orang gila?.

============ 000=============

Dalam kondisi kritis, Ibu kita akan melakukan apa saja demi kita. Ibu bahkan
rela mengorbankan nyawanya?..

Simaklah penggalan doa keputusasaan berikut ini, di saat Ibu masih muda, ataupun disaat Ibu sudah tua:

1. Anakku masih kecil, masa depannya masih panjang. Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.
2. Aku sudah tua, Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.

Diantara orang2 disekeliling Anda, yang Anda kenal, Saudara/I kandung Anda, diantara lebih dari 6 Milyar manusia, siapakah yang rela mengorbankan nyawanya untuk Anda, kapan pun, dimana pun, dengan cara apapun?

Tidak diragukan lagi "Ibu kita adalah Orang Yang Paling Mulia di dunia ini"

++++++++++++++++++++++


Ingin bergabung dalam sebuah MISI MULIA ? Ada 2 tindakan yang dapat Anda lakukan:

1. Bila Anda beruntung (Ibu Anda masih ada di dunia ini), ajaklah ia untuk keluar makan atau jalan2 MALAM INI JUGA. Jangan ditunda2.
Bila Ibu Anda tinggal di tempat yang terpisah jauh dengan Anda, telponlah
dia malam ini juga, just to say "hello". Catatlah hari ulang tahunnya, rayakan, dan bahagiakanlah dia semampu Anda. Hidangkan makanan favoritnya, dst.

2. Kirimkan kisah film ini kepada saudara/i Anda, teman2 Anda, maupun rekan2 kerja Anda (minimal 5, kalau 100 org lbh baik lagi).
Bagi sebagian dari mereka, kisah ini mungkin akan seperti setetes embun yang menyegarkan jiwa mereka, yang terkadang terlalu sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Anda sungguh berjasa dalam hal ini??

 

Friday, August 10, 2007

"Shi Sang Chi You Mama Hau" (1 of 2)

 

Teman-teman,

ini forward-an di milis. Ceritanya sangat menyentuh. Lagu yang dinyanyikan dalam kisah ini dapat dinikmati di:

http://singolion.multiply.com/music/item/666/Shi_Sang_Chi_You_Mama_Hau

semoga menikmati cerita ini.

 

 "Shi Sang Chi You Mama Hau"

Alkisah, ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Sang pria berasal dari keluarga kaya, dan merupakan orang yang terpandang di kota tersebut. Sedangkan sang wanita adalah seorang yatim piatu, hidup serba kekurangan, tetapi cantik, lemah lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah yang membuat sang pria jatuh hati.

Sang wanita hamil di luar nikah. Sang pria lalu mengajaknya menikah, dengan membawa sang wanita ke rumahnya. Seperti yang sudah mereka duga, orang tua sang pria tidak menyukai wanita tsb. Sebagai orang yang terpandang di kota tsb, latar belakang wanita tsb akan merusak reputasi keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan telah mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang pria berusaha menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah menetapkan keputusannya, apapun resikonya bagi dia.

Sang wanita merasa tak berdaya, tetapi sang pria menyakinkan wanita tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Sang pria terus berargumen dengan orang tuanya, bahkan membantah perkataan orangtuanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya selama hidupnya (di zaman dulu, umumnya seorang anak sangat tunduk pada orang tuanya).

Sebulan telah berlalu, sang pria gagal untuk membujuk orang tuanya agar menerima calon istrinya. Sang orang tua juga stress karena gagal membujuk anak satu-satunya, agar berpisah dengan wanita tsb, yang menurut mereka akan sangat merugikan masa depannya.

Sang pria akhirnya menetapkan pilihan untuk kawin lari. Ia memutuskan untuk meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu keberangkatan pun ditetapkan, tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh orang tua sang pria. Maka ketika saatnya tiba, sang ortu mengunci anaknya di dalam kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di rumahnya yang besar.

Sebagai gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah ditentukan sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita sangat terkejut dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon pengertian dari sang wanita, agar meninggalkan anak mereka satu-satunya.

Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial yang sangat besar, perkawinan mereka hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota, reputasi anaknya akan tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang akan diwariskan kepada anak mereka akan bangkrut secara perlahan2.

Mereka bahkan memberikan uang dalam jumlah banyak, dengan permohonan agar wanita tsb meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan anaknya lagi, dan menggugurkan kandungannya. Uang tsb dapat digunakan untuk membiayai hidupnya di tempat lain.

Sang wanita menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar bahwa perbedaan status sosial yang sangat jauh, akan menimbulkan banyak kesulitan bagi kekasihnya. Akhirnya, ia setuju untuk meninggalkan kota ini, tetapi menolak untuk menerima uang tsb. Ia mencintai sang pria, bukan uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan hidupnya ke depan akan sangat sulit?

Ibu sang pria kembali memohon kepada wanita tsb untuk meninggalkan sepucuk surat kepada mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih berpisah dengan sang pria. Ibu sang pria kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan tidak mau meneruskan usaha orang tuanya. "Walaupun ia kelak bukan suamimu, bukankah Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini adalah untuk kebaikan kalian berdua", kata sang ibu.

Dengan berat hati, sang wanita menulis surat . Ia menjelaskan bahwa ia sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa keberadaannya hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf karena telah melanggar janji setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu bersama dalam menghadapi penolakan2 akibat perbedaan status sosial mereka. Ia tidak kuat lagi menahan penderitaan ini, dan memutuskan untuk berpisah. Tetesan air mata sang wanita tampak membasahi surat tersebut.

Sang wanita yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia terjebak antara moral dan cintanya. Sang wanita segera meninggalkan kota itu, sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih terpencil. Disana, ia bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.


==========0000000000==============


Tiga tahun telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi seorang ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam, untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di sebuah industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga dan menyulam sesuai dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melakukan semua pekerjaan ini sambil menggendong anak di punggungnya. Walaupun ia cukup berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain tidak memungkinkan, karena ia harus berada di sisi anaknya setiap saat. Tetapi sang ibu tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya?

Di usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya sangat tinggi. Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb harus menginap di rumah sakit selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah menguras habis seluruh tabungan dari hasil kerja kerasnya selama ini, dan itupun belum cukup. Ibu tsb akhirnya juga meminjam ke sana-sini, kepada siapapun yang bermurah hati untuk memberikan pinjaman.

Saat diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat sup ramuan, untuk mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari obat2 herbal dan daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya mampu membeli obat2 herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun lagi untuk membeli daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak mungkin, karena ia telah berutang kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar.

Ketika di rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa, untuk mendapatkan daging. Toko daging di desa tsb telah menolak permintaannya, untuk bayar di akhir bulan saat gajian.

Diantara tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari alkohol yang ada di rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotong kain. Setelah pisau dapur dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat daging dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang sedang tidur, ia mengikat mulutnya dengan sepotong kain. Darah berhamburan. Sang ibu tengah berjuang mengambil dagingnya sendiri, sambil berusaha tidak mengeluarkan suara kesakitan yang teramat sangat?..

Hujan lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan kesakitan sang ibu tidak terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya sendiri. Tampaknya langit juga tersentuh dengan pengorbanan yang sedang dilakukan oleh sang ibu???.


==========0000000000==============

Enam tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang tampan, cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat saying ibunya. Di hari minggu, mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama, dan bersama2 menyanyikan lagu "Shi Sang Chi You Mama Hau" (terjemahannya "Di Dunia ini, hanya ibu seorang yang baik").

Sang anak juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai penjaga toko, karena ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari. Hari2 mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak terkadang memaksa ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu ibunya masih menyuci di malam hari, karena perlu tambahan biaya untuk sekolahnya. Ia memang seorang anak yang cerdas.

Ia juga tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia berniat membelikan sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama ini. Ibunya pernah mencobanya di sebuah toko, tetapi segera menolak setelah pemilik toko menyebutkan harganya. Jam tangan itu sederhana, tidak terlalu mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih banyak keperluan lain yang perlu dibiayai.

Sang anak segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari rumahnya. Ia meminta kepada kakek pemilik toko agar menyimpan jam tangan tsb, karena ia akan membelinya bulan depan. "Apakah kamu punya uang?" tanya sang pemilik toko. "Tidak sekarang, nanti saya akan punya", kata sang anak dengan serius.

Ternyata, bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam tangan tsb. Sang kakek juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2. Ketika menyerahkan uangnya, sang kakek bertanya "Dari mana kamu mendapatkan uang itu? Bukan mencuri kan ?". "Saya tidak mencuri, kakek. Hari ini adalah hari ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke sekolah. Selama sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke rumah, uang jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini. Kakiku sakit, tapi ini semua untuk ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku tentang hal ini.
Ia akan marah" kata sang anak. Sang pemilik toko tampak kagum pada anak tsb.

Seperti biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang anak segera memberikan ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan tsb. Sang ibu terkejut bercampur haru, ia bangga dengan anaknya. Jam tangan ini memang adalah impiannya. Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang untuk membeli jam tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.

"Apakah kamu mencuri, Nak?" Sang anak diam seribu bahasa, ia tidak ingin ibu mengetahui bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut. Setelah ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya telah mencuri. "Walaupun kita miskin, kita tidak boleh mencuri. Bukankah ibu sudah mengajari kamu tentang hal ini?" kata sang ibu.

Lalu ibu mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu sayang pada anaknya, ia harus mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak menangis, sedangkan air mata sang ibu mengalir keluar. Hatinya begitu perih, karena ia sedang memukul belahan hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi kebaikan anaknya.

Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju ke rumah tsb heran, dan kemudian prihatin setelah mengetahui kejadiannya. "Ia sebenarnya anak yang baik", kata salah satu tetangganya. Kebetulan sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke rumah salah satu tetangganya yang merupakan familinya.

Ketika ia keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu. Ketika mengetahui persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak berlari ke arah pemilik toko, memohon agar jangan menceritakan yang sebenarnya pada ibunya.

"Nak, ketahuilah, anak yang baik tidak boleh berbohong, dan tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari ibunya". Sang anak mengikuti nasehat kakek itu. Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2 muncul di tokonya sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam tangan tsb, dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul siang tadi di tokonya, katanya hari ini adalah hari ulang tahun ibunya. Ia juga menceritakan bagaimana sang anak berjalan kaki dari sekolahnya
pulang ke rumah dan tidak jajan di sekolah selama sebulan ini, untuk mengumpulkan
uang membeli jam tangan kesukaan ibunya.

Tampak sang kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan hal tsb, begitu pula dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak kesayangannya, keduanya menangis dengan tersedu-sedu? ."Maafkan saya, Nak."
"Tidak Bu, saya yang bersalah"??? ..


===========000=================

Sementara itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, tetapi istrinya mandul. Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan hal ini, karena tidak akan ada yang mewarisi usaha mereka kelak.

Ketika sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota , dalam sebuah kesempatan, mereka bertemu dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah baru menyadari bahwa sebenarnya ia sudah punya anak dari darah dagingnya sendiri. Ia mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia menanggung semua biaya hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan baik tanpa bantuanmu.

Berita ini segera diketahui oleh orang tua sang pria. Mereka begitu ingin melihat cucunya, tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan.

bersambung.....

===========000==================