Keponakan saya sms (mungkin sambil mewek-mewek):
“Om, N70 ME ku rusak srg hang, kdg nyala trs mati sdri. Dibw ke salah satu NPC di Surabaya ktnya IC nya rusak & biayanya 800rb. Gimana nih?”
Gila!!! Klo kondisi normal, harga second kira-kira 1,7 juta. Harga jual kira-kira 1,4. Dipotong ongkos 800rb. Nilainya tinggal 600rb doank?
Kakak saya mengurusnya sudah hampir satu minggu. Itu saja oleh petugas NPC (Nokia Profesional Center) diulur-ulur. Dan kena pembatalan biaya 25ribu plus data di hape hilang
Karena kakak saya gak ngerti dunia hape, akhirnya dikirim ke saya untuk diurus. Saya masukkan ke tempat servis umum. 2 hari kemudian saya ambil dan biayanya CUMA SERATUS RIBU RUPIAH SAJA!!! Koq beda jauh ya?
Saya tanya kerusakannya, cuma kerusakan software. Koq di NPC yang servis resmi begitu dibilang IC-nya yang rusak? Kalo IC (hardware) yang rusak, gak bisa nyala donk?
Saya sudah beberapa kali berhadapan Nokia. Dan, jika berurusan dengan Nokia, yang muncul hanyalah kejengkelan, amarah dan aura negatif yang keluar.
Pertama, ketika masih pakai 6210 beberapa tahun yang lalu. Ketika akan servis, petugas counter menuduh bahwa saya pernah membuka segelnya. Dengan demikian, saya dikenai biaya lebih tinggi. Demi Tuhan, saya kan bukan tukang? Saya curiga itu diucapkan karena hape itu dibeli bukan dari distributor Bima Sakti. Nokia memiliki beberapa distributor: Bima Sakti [yang punya NPC], Trikomsel [OK Shop], Parastar [Sentra Ponsel), dan Erajaya [Erafone]. Setelah itu, kalo beli hape Nokia, saya selalu minta yang distributornya Bima Sakti biar gak dipersulit klo servis. Selesai sampai di situ? Nggak!
Kedua, saya beli 1208. Charger nya rusak. Karena masih dalam masa garansi, saya claim. Untuk claim charger saja, saya harus menunggu antrian dan bertengkar dan menyia-nyiakan waktu 1 jam tanpa hasil. Proses claim harus menyertakan hape nya. Itu pun harus menunggu 1 bulan untuk ke Jakarta. O’ON banget ya pegawainya? Jelas-jelas charger nya yang rusak koq hape nya harus ikut serta? Terus, saya komunikasi pake apa? Dipinjemin juga enggak!
Ada lagi teman bercerita. Hape nya rusak. Dibawa ke NPC, ternyata biayanya tinggi. Ada spare part yang harus diganti. Gak jadi servis. Lalu, oleh temannya mau dibeli untuk dikanibal dengan hape yang lain. Setelah dibuka, ternyata salah satu suku cadangnya sudah diganti (sirkuit tak lagi mulus, ada bekas penggantian). Walah???
Apa benar policy dari perusahaan Nokia, sebuah perusahaan alat komunikasi besar sebagai market leader di Indonesia, sedemikian jahatnya? Bahwa setiap kerusakan kecil dibilang kerusakan besar dan harus ganti suku cadang? Sempat cross check dengan mantan pegawai Nokia, kecurangan dilakukan oleh “oknum” karena kerja di Nokia gajinya kecil sehingga “oknum” memanfaatkan celah yang ada untuk menambah penghasilan.
Kalau demikian, apa tak mempengaruhi nama besar Nokia? Embuh! Toh, pernah juga saya mengirim email ke pusatnya, tak mendapat tanggapan. Mungkin – sekali lagi mungkin – buat Nokia (dan pegawainya) semboyan yang ditanamkan adalah “Company Satisfaction, not Customer Satisfaction”.
Satu-satunya alasan saya masih pake Nokia adalah saya tak mau jempol saya bengkak hanya karena mengetik data nama dan nomor teman-teman di hape dengan merk lain. Coba kalau merk lain bisa membaca data di hape Nokia dan bisa synchronize, mungkin saya sudah “Pindah Ke Lain Hati”. Sejauh ini, “Pindah Ke Lain Hati” terjadi karena hape dikasih gratis. So what geto lho?