Thursday, November 22, 2007

Sarimin - Tulisan N Riantiarno

 

THE GOOD PERSON OF BANTUL

catatan: N. RIANTIARNO



Butet Kartaredjasa, siapa tak kenal? Setiap kali kritikus teater membahas monodrama, atau teater monolog, rasanya kurang afdol jika tidak memperbincangan Butet. Begitu pula sebaliknya. Nama Butet nyaris identik dengan perkembangan monodrama di Indonesia. Tapi, sesungguhnya, Butet tak hanya aktor monodrama. Dia aktor. Jiwa raga. Keseluruhan.


Mulanya dia bermain drama bersama kelompok Teater Gandrik, Yogyakarta. Lalu, bertahun kemudian, bersama adik kandungnya -- Djaduk Ferianto, pemusik penuh bakat dan serba bisa itu -- Butet semakin lebih sering bergiat di Jakarta. Dia bermain sinetron dan film layar lebar, ngamen monolog di banyak tempat, dan sering terlibat pementasan dengan kelompok teater Jakarta. Malah, jadi bintang iklan! Dia juga membidani lahirnya tayangan acara televisi bertajuk 76 Detik.


Butet sering berhasil menghidupkan suasana adegan dari setiap pentas drama yang dilakoninya. Senantiasa berusaha sekuat daya mencipta keunikan dan keajaiban seni peran. Tapi dalam perkara mengocok perut, Butet ahlinya. Dia menghibur, sekaligus mengajak berfikir. Memprovokasi agar audiens ikut memikirkan sesuatu. Banyak pihak yang terusik, gelisah, karena -- meski sudah ikut memikirkan -- tetap tak ada jalan keluar. Monoril di Jakarta, misalnya, yang hingga kini masih berupa tiang-tiang, dan busway yang bikin macet. Atau banjir. Atau korupsi yang kian membudaya dan menular secara topdown. Ada jalan keluarnya? Tapi, sementara mereka yang terusik seakan duduk di atas bara api, Butet sih santai melahap sate klatak di Bantul, atau mangut lele di dekat kampus ISI Yogya. Atau, dia sudah terlibat kegiatan lain, baik di Indonesia maupun di luar negeri.


Jarang yang tahu, selain sebagai aktor, dia juga punya keahlian langka. Salah satunya, dalam perkara kuliner. Dia tahu warung-warung mana saja di Yogyakarta yang legendaris, punya sejarah, dan tentu rasa masakannya maknyos. Setiap kali singgah di sebuah kota atau daerah, perburuan yang pertamakali dilakukan adalah mendata warung atau restoran. Dia punya buku kecil. Di buku itulah dia mencatat warung dan restoran yang pantas didatangi, dites keampuhan rasa masakannya. Dan bilamana lulus ujicoba, pantas didatangi kembali. Lidahnya sangat cerdas.


Kadang saya merasa, bisa jadi bakat besar Butet sebagai aktor punya hibungan erat dengan lidah cerdasnya itu. Bukankah mampu membedakan makanan enak dan tidak enak, bersumber dari kekuatan rasa? Memiliki kemampuan ‘memilah rasa’, antara lain, bisa menjadi modal bermanfaat bagi seorang calon aktor. Jika seorang calon aktor hanya punya dua kriteria dalam merasakan jenis masakan, yakni; ‘sangat enak’ dan ‘enak’ saja, maka kekuatan rasa yang berhubungan dengan kemampuan ‘memilah dan membedakan’, mungkin cenderung tumpul. Lalu bagaimana dia mampu membedah karakterisasi peran, yang jauh lebih kompleks?

Tentu saja, analisis saya baru asumsi. Samasekali tidak ilmiah. Belum diriset secara detil. Keaktoran Butet, lebih bersumber pada, Pertama; bakat besar yang memang sudah dimilikinya sejak lahir. Sebuah given dari Langit. Kedua; lingkungan yang sangat mendukung. Ayahnya, Bagong Kussudiardja, adalah seniman besar. Selain koreografer dan penari handal, Bagong juga pelukis. Paman dan kakak-kakak Butet, penari dan koreografer juga. Padepokan-seni, warisan Sang Ayah, kini Butet yang melanjutkan gerak hidupnya. Setiap hari, Butet menghirup suasana berkesenian. Dan sejak kecil, Butet hidup dalam dua lingkungan suasana yang sangat mempengaruhi gerak kreatifnya; seni tradisional dan kontemporer. Akar kesenian Butet adalah tradisional, tapi gerak perkembangan kreatifnya, terutama pemikiran serta keterlibatan emosi dan imaji, mengacu ke arah kawasan yang kontemporer. Dia bergaul akrab dengan pemikiran-pemikiran masa kini yang aktual. Menafsirnya secara kreatif dan bebas. Hasil tafsirnya muncul dalam setiap pentas yang dia gelar. Ketiga; pengalamannya yang segudang, baik pengalaman batin maupun kegiatan praktis.


Ada satu lagi yang membikin gerak-kreatif Butet selalu aktual. Silaturahmi yang kuat. Dia mudah bergaul dengan siapa saja. Akrab berbincang tanpa memilah status maupun usia. Tentu dia menyerap semua itu. Saya yakin, agar bisa maju dan berkembang, seorang aktor harus senantiasa memperkaya daya kepekaannya lewat berbagai hal dan cara. Dia harus banyak mendengar, melihat, menyerap, merasakan, membaca, menonton, mengamati, menafsir, dan memaknai, apa saja. Itulah inti dari kreativitas. Pergaulan lewat silaturahmi, bisa menjadi salah satu pintu. Dan Butet, seakan tak pernah kehabisan tenaga untuk bersilaturahmi.


Dalam sehari semalam, misal, pagi dia sarapan dengan seseorang, untuk membahas perkara bisnis, atau sekedar bertemu. Lalu shooting. Lari sejenak untuk makan siang dengan pengusaha, shooting lagi. Malamnya latihan drama. Dan tengah malam, usai latihan drama, masih juga menyempatkan diri ketemu produser untuk membahas, perkara kontrak, misalnya. Dan hal itu, bisa dia lakukan 7 hari dalam seminggu! Stamina Butet luar biasa.


Komitmen juga imej utama, yang akhirnya membikin Butet menjadi aktor yang patut diperhitungkan. Jika sudah komit, Butet tak akan ingkar janji. Itu sejauh yang saya tahu. Saya sering bekerjasama dengan Butet. Baik dalam sinetron, film, drama, animasi dan banyak lagi. Dan saya tak pernah kecewa. Dia selalu berupaya memberikan yang terbaik, seringkali tanpa berhitung. Sikap kreatifnya kadang sangat mengharukan. Tapi itulah Butet. Dia menganggap, apa yang diberikan memang sudah sepatutnya diberikan. Rasa tulus, menyebabkan andilnya menjadi plus-point yang bermakna.

Bagi saya, Butet mungkin The Good Person of Bantul. Orang seperti Butet, saya yakin, mudah maju. Jalannya selalu dilapangkan. Insya Allah. Karena dia juga sering melapangkan jalan orang lain. Butet bukan sekedar aktor. Dia budayawan. Manusia. Manusia baik. Andai kita memiliki banyak Butet, mungkin suasana kesenian kita lebih meriah. Kocak berotak. Dan asyik deh.


Jakarta, Oktober 2007.

 

sumber: Butet Kartaredjasa

2 comments:

  1. Dulu sering ketemu Riantiarno, pas aku kerja di Matari Inc.....Dia suka ikutan pas photo sessionnya Matra. Cino tapi irenge koyo aku hehheheheh....Orangnya baik, dan ramah banget...Mau di-tanya2 sama aku, yg waktu itu masih fresh graduated.....Bojone ayu, ramah pisan!!!

    ReplyDelete
  2. dia pake ilmu padi, makin berisi makin tunduk....
    aku suka Ratna. mainnya bagus...

    ReplyDelete