Friday, May 1, 2009

Bayi Yang Tak Berdosa Itu


Selesai mengajar, matahari masih menunjukkan kekuatannya menyinari bumi. Kendaraan yang saya tumpangi menuntun saya pergi ke penjual kaset bekas. Ada dua tempat yang akan saya kunjungi. Ke pasar loak Kuncen atau ke Ngejaman terlebih dahulu?

Akhirnya, motor saya menggerakkan tangan saya untuk ke pasar lebih dahulu. Baru setelah itu saya ke lokasi yang lain. Setibanya di lokasi itu, matahari mulai menguap dan menunjukkan kantuknya. Cahaya matahari yang kuat telah berganti remang-remang.

Setelah memilih beberapa kaset, saya terhenyak mendengar beberapa pedagang di sekitar penjual kaset itu saling bersahutan ingin melihat bayi yang dibuang ibunya di kantor pasar Beringharjo. Hati saya ikut tergerak menuju ke sana.

Orang-orang berdesakan mengintip dari jendela kantor pasar. Ketika mendapat kesempatan berada di urutan terdepan, saya memotret dengan kamera telepon seluler yang minimal. Saya ingat, saya membawa kamera. Jendela ditutup dan saya melangkah mundur untuk maju ke ruang kantor pasar itu.

Di kantor itu sudah ada pak polisi dari polsek terdekat. Pintu masuk ke kantor dijaga beberapa petugas keamanan pasar. Dengan jaket yang saya pakai, tas yang ada di pundak serta kamera yang ada di tangan, petugas keamanan pasar mengira saya seorang wartawan dan saya dipersilahkan masuk.

Dari dekat, saya menyaksikan seorang ibu muda menggendong bayi yang berumur 2 hari. Sang bayi yang belum bisa membuka matanya merasakan kehangatan pelukan wanita yang bukan ibunya sambil minum susu dari botol dengan rakusnya. Pak polisi menanyai ibu yang menggendong bayi itu. Maka berceritalah sang ibu muda itu.

“Saya penjual pakaian, berusia 30. Ada seorang wanita kira-kira berusia 25 tahun berkulit kuning langsat, memakai jilbab, datang ke tempat jualan saya. Dia menawar beberapa pakaian. Wanita itu membeli beberapa pakaian dan sudah dimasukkan tas kresek. Sebelum membayar belanjaannya, sang wanita itu menitipkan anaknya pada saya. Dia mau ke toilet, katanya. Setelah saya tunggu agak lama, ternyata wanita itu tidak muncul. Saya merasa, wanita itu memang sengaja meninggalkan anaknya pada saya. Di tas sang ibu anak itu, masih terdapat beberapa perban persalinan. Kemungkinan anak ini baru berusia 2 hari.”

Ketika beberapa orang di kantor itu menanyakan kelanjutannya, bagaimana nasib bayi itu, apakah wanita itu bersedia mengasuhnya, penjual pakaian itu melanjutkan,

“Anak saya sudah tiga. Kalau anak ini harus saya asuh, saya tidak keberatan.”

Saya tak tau apakah wanita penjual baju itu mengatakan bersedia mengasuh bayi tak berdosa itu karena iba atau karena emosional karena tidak bisa berpikir memikirkan nasib bayi tak berdosa itu.

Saya tak ingin banyak bertanya karena saya tak sedang membuat berita. Saya bukan wartawan. Lebih baik saya tutup mulut saja daripada nanti orang-orang di kantor itu mengetahui saya bukan wartawan, dan saya mendapat gebukan karena dikira berbohong. Saya tidak berbohong karena saya sejak awal tidak mengatakan saya wartawan. Mereka yang salah menafsirkan saya. Saya bersedia masuk, memotret, dan mendengarkan perbincangan mereka untuk mendapat sedikit data, karena hati saya tergerak untuk mengabarkan betapa malang nasib seorang bayi yang tak tau apa salahnya tapi harus menanggung dosa, tidak mengetahui asal-usulnya.

Seharusnya, hari ini saya bahagia karena hendak makan malam bersama keluarga atas usia yang ke-42. Jika benar bayi itu berusia 2 hari, hari lahir saya ternoda karena ada seorang wanita yang begitu tega membuang anaknya (apa pun alasannya). Anyway, Saya harus tetap bahagia karena saya bisa membagikan cerita pada teman-teman saya.

Hari ini kita belajar (kata-kata yang selalu ada dalam acara reality show Helmy Yahya) dari dua orang wanita. Yang satu tega membuang anaknya. Yang satu merasa mendapat anugrah atas bayi yang ditinggalkan ibunya. Anda yang menentukan, mau belajar pada siapa.

9 comments:

  1. Subhanallah...
    Keji banget ibunya.
    Di sisi ain ada orang yang sangat mendambakan kehadiran bayi di rumahnya.
    *ironis :(

    ReplyDelete
  2. keaadnnx lah yg menaksa shingga dy tdk ingin melngasuh anak itu,herannya buatnx mau o:))

    ReplyDelete
  3. tp, terkadang jeleknya kelak jika si bayi udah besar, si ortu kandungnya akan mencari dan bila sdh ketemu keberadaan anak yg dulu dibuangnya, maka biasanya persoalan menjadi rumit & menjadi besar, disitu anak yg dulu dibuang dibebani lagi dg problem dilematis antara ortu kandung & ortu angkat. Mudah2 an si ortu angkat kuat mengasuh (secara moril & materiil) si anak tsb hingga jadi orang. Sebab jika tidak kasihan si anak buangan tsb, bisa2 terjadi diskriminasi antara anak kandung & anak pungut, ini realitas yg sering kita jumpai lho.

    ReplyDelete
  4. seperti yang sering kita tonton di sinetron2? :((

    ReplyDelete
  5. Ironis ya....semoga ibunya benar2 lupa dan kembali lagi mengambil bayinya...

    ReplyDelete
  6. HA...HA..., RA DOYAN SINETRON AKU MAS

    ReplyDelete
  7. aku karo bojo berjuang dapetin 1 aja susah belum dikasi-kasi sementara orang lain yang gampang dikasi gampang juga ngebuang anak......*sighhh

    ReplyDelete