Wednesday, February 13, 2008

{tontonan} - SIDANG SUSILA - Gandrik Manggung Lagi


Bagi penggemar teater Gandrik, bersiaplah!!! Mereka manggung lagi!


TEATER GANDRIK Yogyakata mempersembahkan “SIDANG SUSILA
Naskah: Ayu Utami & Agus Noor
Penata Musik: Djaduk Ferianto
Pemain: Susilo Nugroho, Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Whani Darmawan, Sepnu Heryanto, Rullyani Isfihana, dll.

Pertunjukan berlangsung di:
JAKARTA
Graha Bhakti Budaya TAMAN ISMAIL MARZUKI
Tanggal,  22-23 Februari 2008
Pukul: 20.00 WIB
Tiket: Rp. 150.000,- Rp. 100.000,- Rp. 75.000,- Rp. 50.000,-
YOGYAKARTA
Concert Hall TAMAN BUDAYA YOGYAKARTA
Tanggal, 7-8 Maret 2008
Pukul: 20.00 WIB
Tikel: Rp. 100.000,- Rp. 75.000,- Rp. 50.000,- Rp. 30.000,-


TEATER GANDRIK manggung lagi! Tentu ini kabar gembira, mengingat cukup lama kelompok teater asal Yogyakarta itu tak menggelar repertoar. Teater Gandrik rupanya ingin muncul dengan energi baru. Karena itulah, pada pentas came back-nya kali ini Teater Gandrik mengangkat naskah karya Ayu Utami dan Agus Noor.

Naskah ini dipilih Teater Gandrik karena menyediakan kemungkinan-kemungkinan dramatik yang unik. “Ini memberi kami peluang untuk menafsir dan mengembangkan dengan spirit yang selama ini menjadi ciri Teater Gandrik,” tutur Butet, yang pada pentas kali ini juga betindak sebagai coordinator artistic yang melakukan tugas semacam penyutradaraan. Ayu Utami memiliki cara penulisan yang berbeda dengan Agus Noor. Dan ketika kedua “raksasa penulis” ini bersinergi, naskah lakon Sidang Susila menjadi begitu kuat pada pengadegan dan struktur dramatiknya, sekaligus memiliki kecerdasan pada dialog-dialognya yang satir, ironik dan parodik.

Lakon Sidang Susila memperlihatkan semangat membongkar kamuflase kebenaran moral yang coba ditegakkan melalui “Undang-Undang Dasar Moral Negara”. Inilah undang-undang susila yang kemudian menjadi satu-satunya acuan kebenaran ketika hendak menegakkan moralitas dan susila masyarakat. Sebuah gambaran, yang rasanya tidak terlalu jauh terjadi di sekitar kita.  Inilah relevansi dan urgensi kenapa Teater Gandrik memilih lakon ini. Sidang Susila memberikan isyarat, betapa bayang-bayang kelam rezim otoriter yang mengatasnamakan moralitas sepertinya tak terlalu jauh dari masa depan kita. Dan dalam lakon ini, bagaimana rezim susila ditegakkan digambarkan melalui susunan adegan dan konflik yang penuh sinisme, sarkasme yang menggelitik dan ironi yang puitik. Dalam lakon ini, tampak bagaimana kehidupan ingin diatur dan kebenaran hendak dimonopoli. Sementara, jauh di belakang semua upaya itu tersimpan borok-borok yang ingin disembunyikan. Sebuah lakon satir yang getir, tetapi kita seperti tak bisa mengelak dari bayang-bayang ketakutannya!

Karena itulah, Teater Gandrik, yang dikenal dengan teater sampakan-nya, merasa sangat pas memilih lakon ini untuk mengekplorasi kemungkinan-kemungkinan artistik yang dikandung lakon ini, dengan pola teater sampakan yang kritis, penuh sentilan humor sekaligus terukur bangunan dramatiknya.  Lakon Sidang Susila ini menjadi peluang kreatif bagi Teater Gandrik untuk mengembangkan gagasan-gagasan artistik yang lebih segar, fresh look, dan karenanya juga melibatkan 'energi-energi muda' yang mulai tumbuh di lingkungan Teater Gandrik. Di sinilah, secara artistik, Teater Gandrik kemudian mengolahnya menjadi spirit untuk “kelahiran baru Teater Gandrik”.


SINOPSIS “Sidang Susila

Undang-Undang Susila – yang mengatur soal moralitas dan susila masyarakat – ditetapkan secara sah dan meyakinkan. “Dengan berlakunya Undang-undang Susila ini, maka secara konstitusional kita telah menjadi bangsa yang bermoral dan bertata susila, “ demikian ditegaskan oleh tokoh Jaksa. Maka segeralah disusun Garis-garis Besar Haluan Moral Negara, dimana segala macam bentuk pornografi dan pornoaksi akan dihapuskan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Orde moral atau rezim susila pun mulai mencengkeram dan menyeramkan.

Terjadilah penangkapan besar-besaran terhadap orang-orang yang dianggap asusila. Orang-orang yang dituduh menyebarkan pornografi pornoaksi, langsung diringkus. Bahkan, orang-orang yang dianggap menyimpan pikiran-pikiran mesum pun ditangkapi. Salah satu yang ditangkap dan menjadi pesakitan itu adalah Susila Parna, seorang penjual mainan berbadan gendut dengan susu kimplah-kimplah. Dia dituduh mempertontonkan tubuhnya yang sensual, ketika ia membuka baju karena kepanasan sehabis ikut tayuban.

Segera Susila di sidang, diperlakukan sebagai pesakitan yang menjijikkan. Dia dianggap lebih berbahaya dari psikopat. Susila didakwa berlapis-lapis, agar masyarakat tahu betapa berbahayanya penjahat susila seperti dia. Tapi sesuatu terjadi diluar rencana. Banyak masyarakat yang kemudian menjadikan Susila sebagai ikon perlawanan. Susila dianggap pembangkang yang berani menentang Undang-undang Susila. Alih-alih menjadi pesakitan, dimata sebagian orang, Susila malah dianggap idola.

Para tokoh yang berkuasa kemudian menyebut-nyebut beberapa organisasi perlawanan, berada di balik semua gerakan perlawanan itu. Ada dua organisasi perlawanan yang dianggap menjadi biang kerusuhan moral, yakni GAM (Gerakan Anti Moralitas) dan OPM (Organisasi Pendukung Maksiat) yang dianggap sebagai kelompok-kelompok ekstrim yang asusila. Kepanikan kian memuncak ketika Susila Parna dikabarkan kabur, menghilang dari selnya. Operasi pencarian dan penangkapan pun kian diintensifkan. Setiap orang yang tertangkap dituduh menjadi bagian organisasi terlarang itu. Mereka kemudian dianggap sebagai penjahat moral menjijikkan yang terus-menerus merongrong stabilitas moral negara. Hingga para warga takut berhubungan dengan para pesakitan itu, takut terkena stigma tidak bersih lingkungan dan kehilangan pekerjaan.

Di balik semua gegap-gempita itu, konflik kepentingan bermunculan. Semua tokoh –  seperti Hakim, Jaksa, Pembela, Kepala Keamanan – berusaha mencari kesempatan dari “proyek susila” itu. Bahkan sebagian dari mereka berusaha menyembunyikan perilaku amoral dan asusila mereka dengan kepura-puraan yang adil dan beradab.

Siapkah kita menghadapi rezim susila ini?***

 

sumber: Butet Kartaredjasa

2 comments:

  1. hampir sama seperti monolognya. tapi pancen Gandrik luwih larang soale cangkeme luwih okeh.
    tuku sing 30rebu aja. Mas Cuk kemungkinan gelem nonton koyok ngene.

    ReplyDelete