Showing posts with label curhat. Show all posts
Showing posts with label curhat. Show all posts

Saturday, January 2, 2010

Monopoli artinya Sesuka Sendiri


Pernahkah Anda melihat iklan ini? Sekilas iklan ini nampak menarik karena seolah-olah kita bisa mengelola keuangan kita lebih baik karena adanya fixed cost untuk pengeluaran kita. Tapi, benarkah begitu?

Awalnya, saya memang tertarik dan hendak mengambil paket TANPA ABONEMEN. Di bulan November 2009, saya dihubungi oleh CS TELKOM yang mengatakan bahwa saya mendapatkan paket gratis 100 menit setiap bulannya. Siapa yang tak mau dikasih gratis? Saya mengiyakan saja. Namanya juga gratis.

Bulan Desember 2009, ketika membayar tagihan telepon, saya kaget karena di print out tercetak Biaya Tagihan Tetap sebesar Rp 65.000,00. Ditambah PPN 10%, total tagihan adalah Rp 71.500,00. Ini tak seperti biasanya karena rata-rata pemakaian bulanan telepon rumah saya hanya sekitar Rp 50.000,00an. So, darimana koq bisa lebih mahal?

Akhirnya, saya ke CS saja untuk minta penjelasan. Tarik ke belakang, saya ingat saya pernah ditawari gratisan itu. Ternyata, gratisan yang ditawarkan itu adalah Paket Tagihan Tetap seperti di iklan itu. Lho, saya kan gak pernah ditawari paket itu secara ekspisit? Saya ditawari gratis 100 menit bicara setiap bulannya.

Paket Tagihan Tetap seperti diterangkan CS di kantor TELKOM adalah, membayar Rp 65.000,00 dengan fasilitas gratis bicara ke nomor TELKOM (fixed line dan flexi, tidak termasuk ke seluler) selama 100 menit, pukul 23:01 – 06:00 dan 15 menit pada pukul 06:01 – 23:00. So apa istimewanya? Gratisan 100 menit pada saat orang pada tidur, tak melakukan pembicaraan. 15 menit pada jam produktif, cuman ngomong apa?

Saya tertarik paket TANPA ABONEMEN. Ini untuk mengurangi beban biaya abonemen sebesar Rp 28.700,00 karena rata-rata pemakaian per bulan Cuma Rp 10.000,00. Apa yang ada di paket TANPA ABONEMEN ini? TANPA ABONEMEN artinya, membayar Rp 65.000,00 dengan fasilitas gratis SLJJ 20, lokal 100 menit pada pukul 23:01 – 06:00 dan 15 menit pada pukul 06:01 – 23:00.

Lho, apa bedanya?

Kalau saja perusahaan telepon fixed line di negara ini tak dimonopoli oleh TELKOM, saya tak akan pernah menggunakan jasanya. Monopoli menciptakan sikap semaunya sendiri.

So, jangan mudah tergiur oleh iklan seperti ini. Kata Bang Napi: “Waspadalah….Waspadalah!”

Friday, January 1, 2010

Gus Dur (catatan seorang mantan wartawan)


Pagi ini begitu mengejutkan. Saat membuka e-mail, sederetan ucapan memilukan yang terbaca.


"Subyek: Kenangan Manis Gus Dur" bermunculan tanpa henti. Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, Presiden RI ke-4 itu telah dipanggil Tuhan. Saya lemas dan sedih membaca kiriman2 e-mail itu.

Setelah sakit sekian lama, tokoh moderat itu pada akhirnya kembali ke haribaan-Nya. Tentu secara pribadi saya sangat sedih. Bagi saya Gus Dur adalah Guru. Takkan pernah saya lupa betapa Gus Dur membimbing saya. Sejak masih wartawan ingusan hingga saat ini. Ketika beliau masih tinggal di Jagakarsa, hampir tiap malam kami berdiskusi.

Dalam salah satu pertemuan, sampailah kami pada satu kesimpulan yang "sedikit" terbalik. Gus Dur dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa pola pikir saya adalah Islam dengan I dalam huruf besar. "Sampeyan itu Islam, mBak," kata Gus Dur. "Nah, Islam yang bener itu ya kaya sampeyan itu," begitu beliau meyakinkan saya waktu itu.

Sebaliknya saya pun ngeyel dan mengatakan, "Tidak, Cak. Pola pikir sampeyen itu yang Kristen. Jadi sampeyan sebenarnya orang Kristen yang bergelar Kiai." Dan kami pun tertawa tergelak-gelak.

Keakraban itu kami bawa sampai Gus Dur pada akhirnya menjadi Presiden RI yang ke-4. Beliau adalah satu-satunya Presiden yang tidak berkenan saya panggil dengan sebutan "Presiden". "Sampeyan ndak usah manggil saya Presiden, mBak," katanya. "La terus aku kudu piye?" jawab saya. "Cak, yo, Cak ae," begitu jawab beliau. Sangat ringan dan santai. Alhasil terpaksalah saya menyebut beliau "Cak Presiden"

Dan, sebelum kenangan manis sekaligus memilukan itu pudar dari ingatan dan hati saya, kembali sore ini saya dikejutkan dengan berita kesedihan lain. "Bapak Frans Seda telah berpulang... "

Kawan, mari kita meluangkan waktu sejenak untuk memanjatkan doa bagi dua tokoh besar bangsa ini. Semoga kepergian mereka menjadi pembuka jalan yang lebih baik bagi Indonesia tercinta. Amin.


Catatan:
Tulisan ini adalah catatan teman saya, seorang mantan wartawan, yang sekarang tinggal di negeri nan jauh. Dia tak memiliki akun multiply. Catatan ini disampaikan via milis dimana kita bergabung dan sudah mendapat persetujuan untuk diposting di sini.

foto di ambil dari sini

Thursday, April 2, 2009

Akhirnya Harus Putus


Beberapa saat yang lalu ketika posting dalam rangka 2 tahun saya ber-multiply, saya mencurahkan kegelisahan saya tentang prinsip saya berteman serta kegelisahan yang melanda saya dalam bertema (baca di sini).

Pada saat itu, saya sudah menyiapkan diri jika saya harus menyaring lebih ketat lagi teman-teman saya supaya saya mendapatkan teman berkualitas.

Seiring berjalannya waktu, saya menemukan, seorang teman (A) yang selama ini baik terhadap saya, ternyata "menggigit" saya dari belakang. Dia merasa tersaingi oleh keberadaan saya dengan "mengambil" barang yang bukan haknya. Ceritanya, ada teman (B) yang akan memberi saya barang dan titip pada si A.

Si A dengan sigapnya melarang dan mengatakan, "buat apa kasih Singo? buat saya ajah!"
Kejadian kedua, si A berkomunikasi dengan si B. Secara kebetulan, saya melihat percakapan tertulis mereka. Si A mengatakan, "saya tidak mau kalah dan tak mau dikalahkan Singo"

Kejadian ketiga, si B memenuhi keinginan saya bertukar barang. Saya memenuhi permintaannya mencarikan kaset dan dia bersedia menukar dengan CD seorang artis. Si A pun merasa jengah dan mengatakan: "Ngapain sih itu Singo ikut-ikutan koleksi artis itu? Elu gak usah belikan Singo deh!"

Selama ini, saya sudah meluangkan waktu, tenaga & pikiran ikut mencarikan kaset yang dia inginkan. Bahkan saya tak segan pernah menghapus kekurangan utangnya pada saya. Ternyata, di belakang saya, dia melarang saya melengkapi koleksi kaset saya dan menjelek-jelekkan saya. Ditambah lagi, dia melarang orang lain berbuat baik terhadap saya.

Pertanyaannya, pantaskah orang seperti A ini menjadi teman?

Jadi, mohon maaf temanku jika saya akhirnya harus menghapus dikau dari daftar teman.
Saya ingin hidup dengan enak, tidak menimbulkan kecemburuan. Jadi, kalau saya dianggap saingan yang harus disingkirkan, sebaiknya kita tak usah berteman saja.



Thursday, March 12, 2009

Bukan Tak Setia



Tak usah diingkari fakta yang menyatakan terjadi migrasi besar-besaran ke Wajah Buku. Ada yang mengatakan di sana lebih asik. Ada yang bilang di sini lebih interaktif  . Ada yang bilang di sana kurang enak buat posting tulisan . Ada yang bilang MP terlalu complicated.


Semua benar. Karena pendapat orang terjadi berdasar pengalamannya. Tinggal dari sudut pandang mana melihatnya  .

Bagaimana dengan saya? Saya punya keduanya karena saya melihat keduanya dari sisi baiknya. Tapi, kalau akhir-akhir ini saya jarang posting di sini, upload foto maupun musik, itu lebih karena saya tak tau harus ngomong apa. Browse beberapa kali ke page teman, terus keluar tulisan:

"Verify You're Human"

seperti yang saya pernah post di sini. Kalau sudah keluar tulisan itu, saya lebih baik sign out saja  . Nah, yang begini yang bikin tidak kerasan meskipun hati saya masih di MP.

Sudah saya tanyakan pada customer support, jawabannya tidak ada masalah. Lha, kalau tidak ada masalah, koq masih muncul terus? Bikin bingung. Mau protes ya gak bisa, lha wong ini account gratisan. Udah gratis koq protes?

So, ya ambil saja yang terbaik. Gitu aja koq repot?

Thursday, February 26, 2009

Tak Kuasa



Jam dinding menandakan sudah waktunya jiwa & raga diberi kesempatan istirahat.

Tiba-tiba, keheningan & kesunyian malam terpecah karena telepon genggam meneriakkan sebaris nada lagu Livin La Vida Loca (Ricky Martin). Itu pertanda teman sealmamater yang membuatnya menyanyi. Perasaan saya tak nyaman. Beberapa hari ini banyak rekan kerja belahan jiwa saya berdoa tanpa henti demi kesembuhan Ibu Indriani, mantan dosen kami, yang sedang berjuang melawan sakitnya yang sudah lama.

Sang penelepon mengatakan, Singo, kita iuran lagi beli krans bunga.” Bayangan saya langsung tertuju pada nama bu Indriani.
Sang teman melanjutkan, “Bu In sudah meninggalkan kita.”

Saya terdiam. Saya masih punya hutang. Ketika bu In sakit, saya tak menjenguknya. Saya hanya mengumbar janji pada teman akan menjenguk dan menyampaikan salamnya. Saya memang trauma mengunjungi orang sakit karena saya selalu terbayang perjuangan Mami melawan sakitnya sampai akhirnya Tuhan memanggilnya.

Tiga tahun lalu, beberapa teman mengajak saya untuk mengumpulkan dana demi kesembuhan bu In saat itu. Kami, khususnya saya, gagal meyakinkan bu in untuk bersedia menjadi terapi medis demi kesembuhan matanya. Penyakit diabetnya semakin menggerogoti kesehatannya dari tahun ke tahun.

Kabar tadi malam mengaduk-aduk perasaan saya. Antara kejengkelan & penyesalan karena kegagalan meyakinnya bu In agar bersedia berobat dengan dukungan teman-teman & iba hati karena bayangan perjuangannya melawan sakitnya sampai akhirnya dia berpulang, bercampur jadi satu.

Saya yang mestinya memberi ruang istirahat untuk jiwa  raga setelah penat kerja, tak kuasa untuk tidak terhubung ke dunia maya mengabarkan kabar duka cita.

Pagi ini, saya mengantar anak yang bertugas koor misa Rabu Abu. Tangan saya tergerak untuk mengabarkan kabar duka cita lewat telepon genggam. Kepada 50an orang saya berkirim pesan singkat. Meskipun saya sudah melakukannya malam sebelumnya, saya melakukannya lagi, mungkin kepada beberapa teman yang sama. Banyaknya teman yang harus tau menjadi tanda banyak cinta untuk bu In. Banyaknya teman yang tau adalah banyaknya doa yang melapangkan jalan ke surga!

Misa sudah dimulai tapi saya belum selesai mengirim kabar duka. Saya melanjutkan mengirim sampai selesai agar tak ada yang terlewatkan. Banyak yang membalas. Semua kehilangan dan memanjatkan doa.

Membaca pesan teman-teman membuat air mata haru saya mulai menetes. Saya mencoba tegar agar kelihatan segar tapi hati saya terus bergetar.

Di gereja yang megah, tempat bu In selalu beribadah, linangan air mata saya terus bertambah. Ingatan saya kembali kepada Mami ketika berjuang untuk tidak dipanggil Ilahi.

Entah kenapa saya tak bisa menghentikan air mata. Tetesan air mata saya makin deras ketika koor anak-anak tanpa dosa itu menyanyikan lagu “You Raise Me Up”.

Lagu syahdu, penuh arti, indah & megah menggugah sukma yang selalu membuat saya menitikkan air mata.

Hidup memang sudah diatur olehNYA. Ketika kita mengantar doa untuk kepergian bu In ke nirwana, di gereja dinyanyikan pula:

When I am down and, oh my soul, so weary;
When troubles come and my heart burdened be;
Then, I am still and wait here in the silence,
Until you come and sit awhile with me.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

There is no life - no life without its hunger;
Each restless heart beats so imperfectly;
But when you come and I am filled with wonder,
Sometimes, I think I glimpse eternity.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

You raise me up, so I can stand on mountains;
You raise me up, to walk on stormy seas;
I am strong, when I am on your shoulders;
You raise me up: To more than I can be.

Bu In sudah melakukan yang tertulis di lirik lagu itu kepada ribuan mahasiswanya. Dengan suka cita dan senda guraunya serta jiwa keibuannya.

Selamat jalan bu In.
Suka, duka dan doa kami ikut mengantar ibu pulang ke Surga, rumah yang paling indah! Di sana engkau pasti bertemu Bapa. Kelak kita akan berjumpa pula!


Singo

Monday, February 16, 2009

Berteman Adalah...... (catatan 2 tahun di Multiply)


Posting ini mestinya saya lakukan 2 hari yang lalu, ketika tepat 2 tahun saya memiliki account MULTIPLY. Tapi toh, 2 hari bukanlah waktu yang terlalu terlambat

Selama dua tahun berkelana di dunia maya, membentuk komunitas baru, berkenalan dan berinteraksi dengan teman yang sebelumnya tidak saya kenal ternyata membuat saya banyak belajar dan semakin memahami jagad kehidupan yang sebenarnya.

Bervariasinya teman di dunia maya, juga membuat saya semakin memiliki sikap dalam hidup. Sikap ini terbentuk karena interaksi yang terjadi. Sikap ini terbentuk karena adanya toleransi (pemahaman) atau bahkan persinggungan.

Berteman ibarat menjadi suami istri. Ada saat untuk mengalah, ada pula saat berkontra. Dan, itu terjadi pada interaksi selama ini. Dalam hidup ini, ketika sebagaimana orang sedang jatuh cinta, semua indah adanya. Tak ada cacat dari pasangan kita. Kita bisa menerima semua kekurangan yang ada.

Namun, ketika kontra yang terjadi, ucapan satu detik atau ketikan satu huruf bisa menjadi perkara. Sekecil apa pun suara dan sesedikit apa pun huruf, tak lagi bisa ditoleransi. Dan, kriteria tersinggung sering hanya ditentukan oleh satu pihak sebagai reaksi dari aksi lain pihak. Tebal tipisnya, tergantung dari toleransi yang diberikan.

Selama berteman di sini, saya tak pernah segan berdiskusi dan melakukan apa yang terbaik untuk teman-teman. Contoh yang nyata adalah berburu kaset bekas demi mendokumentasi industri musik Indonesia. Ini adalah hal kecil yang bisa saya lakukan demi kepuasan semua pihak.

Ketika saya berburu kaset baik untuk diri sendiri maupun untuk teman – demi idealisme tadi – tak pernah sedikitpun saya berpikir untuk bersaing. Yang ada dalam benak saya hanyalah saling memperkaya kepemilikian. Sayangnya, kadang saya sampai lupa pada diri sendiri. Tapi itulah saya. Saya merasa bahagia jika ada teman lain yang menjadi senang. Ibaratnya, demi kebahagiaan orang lain, berhutang pun saya lakukan, asal teman mendapatkan apa yang diinginkan. Inilah yang saya teladani dari almarhum Mami, yang selalu rela memberikan kepada orang lain walaupun beliau sendiri pada akhirnya tak memiliki apa yang dibutuhkannya.

So, jika bantuan yang saya berikan ini diartikan sebagai persaingan, saya tersinggung. Dan jika saya dianggap pesaing dan tidak mau kalah dari saya, saya anggap permintaan tolong ke saya adalah salah alamat.

Saya tak pernah menganggap teman-teman yang meminta bantuan sebagai pesaing. Bahkan ketika ada kaset haram yang langka, saya pun rela memberikan kepada yang lebih membutuhkan. Contohnya adalah ketika saya memberikan kaset langka Harvey Malaihollo kepada tembangpribumi yang sudah mengundurkan diri. Sedikitpun saya tak menyesal karena saya tau Harvey adalah idola mbak Wi. Saya malah senang dan bangga bisa membuat mbak Wi bahagia.

Pertemanan dalam dunia maya via jejaring social multiply buat saya ibarat beli kucing dalam karung. Ketika menerima undangan untuk menjadi teman, saya mempertimbangkannya secara logika dan kadang mengandalkan rasa.  Tentu saja, logika dan rasa saya bisa salah. Ketika salah, saya pun harus mengambil sikap. Sikap yang wajar adalah memperingatkan. Jika peringatan itu tak diindahkan, tentu saja sikap ekstrim lah yang diberlakukan. Sikap ekstrim itu adalah menghilangkan teman, satu hal yang saya benci namun tak bisa saya hindari.

Ketidakcocokan lain yang akhirnya saya temukan adalah ketika awalnya saya berpikir, calon teman saya adalah orang yang dewasa. Dewasa terutama pola pikirnya. Dan, ketika pada akhirnya saya tak mendapati itu, inilah yang saya sebut beli kucing dalam karung. Apa yang bisa saya perbuat? Mengubah pola pikir orang lain untuk menjadi sama dengan pola pikir kita tidaklah semudah meludah. Ketika ketidakcocokan ini bersifat prinsip, tentu tak ada kata lain selain cerai, seperti yang menjadi trend di negara kita, dimana perceraian adalah hal yang sangat (diper)mudah. Ketika terjadi di dunia maya, tentu saja ini mudah, karena sudah ada fasilitasnya. Mengutip ungkapan Gus Dur: "Gitu ajah koq repot?"

Saya orang yang mementingkan kualitas daripada kuantitas. Jumlah contact saya, kurang dari 100. Yang mengundang saya dan belum saya terima lebih dari 100. Dari kontak yang kurang dari 100 inilah saya meningkatkan kualitas dengan cara berinteraksi. Sudah beberapa kali saya menghilangkan teman yang tak pernah berinteraksi sama sekali. Nampaknya, ini akan terjadi lagi karena dari yang sudah ada, beberapa memang tak pernah lagi nongol di mp saya atau tak pernah meninggalkan pesan dan kesan pada semua posting saya.

Posting ini saya buat sebagai evaluasi 2 tahun saya berkelana di dunia maya  . Ini juga menjadi kritik dan introspeksi buat saya pribadi yang perlu diketahui oleh orang yang telah memperkaya hidup saya. Bagi sebagian orang, mungkin tulisan ini ekstrim dan berhaluan garis keras. Saya pun siap menanggung resikonya. Kehilangan teman adalah hal yang menyedihkan karena tanpa teman hidup saya rasanya hilang (Without friends, my life will end), seperti yang saya deskripsikan pada profile account Facebook saya.

Tapi, jika punya teman yang membuat hidup saya menjadi ke arah yang buruk (negatif), rasanya harus menghindarinya. Karena, buat apa hidup jika berkubang dengan stress, mengutuk diri sendiri?

Toh, situs jejaring social ini telah menyediakan sarana untuk bertindak positif atau negative? Tinggal kita saja yang menyikapinya.

Semoga, jejaring social pertama yang saya ikuti dan paling saya senangi ini, memberi ruang pada saya untuk semakin membuat saya memiliki sikap sebagaimana saya inginkan. Kepada semua teman-teman yang sudah bersedia menjadi contact saya, berinteraksi dan memperkaya cara pandang saya, tak ada kata lain selain terima kasih karena telah memperkaya hidup saya.


Salam damai ……


Saturday, January 31, 2009

Dihubungi Tim Sukses Caleg


Selesai mengurus nomor XL saya yang hilang bersama sang hape pemberian murid saya dulu, ringtone di hape yang bersuara Butet Kartaredjasa menirukan salah satu mantan presiden Indonesia berbunyi. Itu tandanya, nomor yang menelepon belum saya save.

Penelepon memperkenalkan diri. Ternyata orang dalam juga, karena dia anaknya pegawai kampus. Doi menjelaskan tujuannya menelepon saya. Beliau diutus salah satu caleg partainya ibu untuk ikut mendukung sang caleg untuk pencalonan menjadi anggota DPRD Provinsi, setelah masa bakti sebagai anggota legislatif DPRD Kabupaten segera berakhir.

Mengapa harus saya? Katanya, saya punya jaringan yang kuat dengan alumni (bangga.com)  . Sang caleg memang dulu adik kelas saya di kampus. Anaknya dosen saya pula!

So what geto lho?

Sang tim sukses mengatakan ingin menemui saya untuk pembicaraan lebih lanjut. Tapi, saya langsung cut saja.

Singo: "Maaf ya mas, daripada kita menghabiskan waktu, mending saya ngomong terus terang saja. Gak usahlah menyangkutkan saya ke masalah beginian. Saya apolitik. Wegah berurusan dengan politik di Indonesia."
Tim Sukses: "Ok deh."

Saya memang apolitik. Jadi, meskipun yang jadi caleg itu adk kelas saya, yo ben toh? Emangnya kalo sudah jadi caleg, masih ingat saya? Kemungkinan besar ya TIDAK. Dia yang enak, dapet gaji buta, tapi lupa pada kita!

Capek deh......


nb: cerita tentang warna-warni menjelang pemilu akan berlanjut dengan cerita yang lain.


Wednesday, January 21, 2009

Semoga Kita Seperti Mereka




Barrack Hussein Obama telah resmi menjadi presiden Amerika Serikat ke-44.

Untunglah seorang teman menulis statusnya di YM dengan kalimat "Lagi nonton Obama". Saya pikir, saya sudah tak mendapat kesempatan nonton acara inagurasi presiden itu karena sekarang saya memang hampir tak pernah nonton TV karena dipenuhi sinetron yang seperti film kartun, tidak mendidik, mengajari orang menjadi jahat dan sederet efek negatif yang lain.

Melihat persiapan pelantikan Presiden Barrak Obama sungguh membuat hati ini iri. Semua mantan presiden negara adikuasa tersebut (yang masih hidup), hadir, entah dari partai yang sama, atau partai berbeda. Mantan rival politik dalam mencapai gedung putih (apa sekarang masih disebut gedung putih ya?  ) pun memperlihatkan sportivitas yang tinggi demi sebuah cita-cita negaranya.

Pengucapan sumpah yang terkesan tidak sakral tapi "cool" dan jauh dari formalitas protokoler (sambil senyum-senyum dan ada kesalahan yang manusiawi) membuat saya semakin terpesona dengan acara ini. Meskipun sudah ngantuk, saya memaksa mata saya untuk tetap siaga.

Semua stasiun televisi Indonesia menyiarkan detik-detik bersejarah bagi bangsa Amerika yang memiliki presiden baru berkulit hitam - sebuah kedewasaan yang entah kapan kita miliki.

Tapi, baru saja saya berharap, kenyamanan saya sudah terganggu oleh banyaknya iklan bersliweran di semua stasiun televisi itu. Rasanya tak rela menyaksikan peristiwa bersejarah itu diganggu oleh iklan yang bagi stasiun televisi adalah tambang uang, demi kenikmatan stasiun itu sendiri, bukan demi penonton (pelanggan).

Kenyamanan lain yang mengganggu adalah komentar para komentator di beberapa stasiun televisi. Namanya komentator, selalu saja ada yang dianggap cacat. Heran, kenapa sih, selalu memberi komentar negatif? Yang tidak yakin dengan perubahan lah, yang mengatakan tak mungkin lepas dari cengkeraman kaum zionis lah.

Mengapa? Mengapa kita selalu berpikir negatif? Bukankah alam pikiran kita memiliki kekuatan dahsyat untuk membuat apa yang kita pikirkan bisa terjadi?

Saya benar-benar iri melihat kedewasaan mereka. Kehadiran mantan-mantan presiden negara tersebut & mantan-mantan lawan politik sang presiden terpilih mengingatkan saya pada peristiwa di negara tercinta yang sungguh berbeda jauh.

Mantan presiden dengan gampangnya dan enaknya mengabaikan undangan Presiden untuk menghadiri acara sakral seperti Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Seribu alasan dibuat. Kalau sudah begini, perubahan apa yang bisa kita harapkan? Bukankah rakyat selalu mencontoh tingkah laku pemimpinnya?

Iri hati saya bertambah melihat begitu khidmatnya rakyatnya menyimak pidato pertama sang presiden terpilih. Meksipun sang Presiden masih tergolong muda, rakyat yang berusia lebih tua dari sang Presiden pun menyimak kata-kata sang Presiden yang sangat motivatif itu dengan penuh perhatian. Bandingkan dengan negara kita, yang selalu mencela apa yang disampaikan pemimpinnya. Selalu ada alasan untuk mencari pembenaran.

Saya benar-benar iri melihat kedewasaan mereka. Tapi, saya hanya bisa berharap, semoga kita (segera) seperti mereka, tanpa harus beralasan "negara kita baru berusia 63 tahun, sedangkan mereka sudah 2 abad"


Monday, January 5, 2009

Kebohongan Cepat Atau Lambat Pasti Akan Ketahuan (bagian lain)


Tulisan ini menyambung cerita mbak Kiki di sini.

Ceritanya, pengasuh anak kami yang berumur 3 tahun berhenti kerja. Tuti, nama sang pengasuh anak itu, adalah pengganti temannya yang dulu bekerja dengan kami berhenti karena menikah (Sungguh).

Tuti ini nampak soleh. Menggunakan jilbab dan sholat 5 waktu.
Minggu-minggu pertama bekerja, istri saya sudah bingung. Lha masak hati + rempelo goreng, kita belon makan koq sudah ilang? Karena tak bisa membuktikan, ya kami tidak bisa menuduh.

Waktu terus berjalan. Setahun lebih dia bekerja dengan kami. Beberapa bulan terakhir bekerja, dia sering pulang dengan alasan ibunya masuk rumah sakit. Untuk alasan kemanusiaan, kami tak bisa menghalangi dia pulang. Prinsip kami, kalau toh berbohong, dosa urusan dia dengan Gusti Allah.

Beberapa bulan terakhir, pacarnya sering datang. Klo datang, tak kenal waktu. Maka, saya pun membuat aturan, menerima tamu pada saat anak sudah tidur siang ( jam 12 - 15).

Selepas lebaran, pacarnya datang. Jam 8.30 sudah datang. Saya pun mengingatkan dan mengatakan, maaf, kalau ketemu sebentar saja karena kerjaan kamu belon selesai. Ucapan saya tak dihiraukan. Sampai jam 12 belon pulang juga. Rencana saya mengerjakan hal lain terbengkelai karena saya harus menemani anak saya.

Saking naik pitamnya, saya berteriak  : "Tamumu suruh pulang saja. Saya yang ngusir atau kamu yang bilang ke dia?" Pacarnya termasuk kelompok tidak sopan. Kalau bertamu, tak pernah unggah-ungguh dengan kami.

Pada Idul Adha kemarin, dia mengatakan mau pulang minggu pagi karena bapaknya tiba-tiba sakit keras. Dia berjanji pulang hari Senin, tgl 8 (pas Idul Adha). Ternyata, hari senin pagi dia mengirim sms ke istri saya dan mengatakan tak bisa balik karena "BAPAK MENINGGAL DUNIA"

Hari Selasa, dia datang bersama kakaknya dan mengatakan tak bisa melanjutkan kerja karena harus menjaga ibunya di rumah yang sakit, sementara kakaknya juga harus bekerja. Tentu saja, kami meminta dia mencarikan pengganti terlebih dahulu.

Kami menghubungi Sungguh dan menceritakan apa yang terjadi serta minta tolong untuk dicarikan pengganti. Ternyata, Sunguh malah kaget ketika istri saya mengatakan bahwa Tuti itu berhenti karena Bapaknya meninggal dunia.

Dia mengatakan pada istri saya, "Bu, Bapaknya Tuti tidak meninggal koq. Ibunya juga gak sakit"

WHAT???

Jadi selama ini, si Tuti berbohong dan menggunakan alasan orangtuanya?
Ini lebih parah dari mantan calon pengontrak rumah yang dititipkan kepada mbak Kiki!

Menggunakan alasan orang tua sakit dan meninggal untuk kepentingan pribadi???


Ya sudahlah. Kami juga gak mau anak kami diasuh Tuti. Takut ketularan gak beres. Kami sudah ikhlas dia berhenti.

Malah, kami punya lelucon begini:
Si Tuti punya bapak seorang malaikat. Sudah meninggal, bisa hidup lagi. Dalam agama Nasrani, dia setingkat dengan Yesus. Mati dan bangkit lagi!


catatan:
1. Judul blog = punya mbak Kiki karena memang lagi gak kreatip.
2. Tuti = Tukang Tipu

Wednesday, December 31, 2008

Luka


Sebelum melanjutkan membaca posting ini, silahkan click ini  dan click ini juga lebih dahulu.

Di posting Rekor Beli Kaset Bekas, yang belum saya ceritakan adalah, salah satu kaset yang saya
pilih, diembat sang ekonom  . Itu pun taunya, setelah saya pulang dan melihat-lihat lagi, pilihan saya koq tidak ada? Esoknya, saya kembali kepada sang penjual dan menanyakan kaset tersebut. Sang penjual mengatakan: "wah berarti ya diambil Bapak yang kemarin". Alibi yang sangat kuat karena saat itu, pembelinya hanya saya dan orang itu.

Singkatnya, saya tak lagi respek pada orang tersebut karena setiap kali bertemu ketika sama-sama beli kaset bekas, orang tersebut selalu merasa saya adalah ancaman baginya. Kadang-kadang, seolah-olah dia tidak melihat saya meskipun jaraknya berdekatan. Saya ya cuek ajah. Mau diajak berteman gak mau. Ya sudah!


Tapi, saya selalu berpikir positif. Cepat atau lambat, saya pasti dapatkan kaset itu lagi. Dan, semalam, apa yang saya inginkan, TERJADI!!! 


Cerita kaset yang diembat menimbulkan LUKA. Tapi, LUKA itu sudah terobati karena saya sudah mendapatkan kaset ini:






Tuesday, December 30, 2008

Capek Deh.....


2 hari tak bersentuhan dengan dunia maya, kemarin begitu mendarat, langsung buka MP. Sempat reply posting Cecep. Habis itu, masalah mulai muncul.

Saya diminta membuktikan klo saya manusia (baca di sini). Image-nya ndak keluar-keluar. Sampai akhirnya, saya jadi panik karena keluar tulisan:
"Your account has been suspended"

Your account has been suspended due to bot activity originating from your account.

Please be aware that one of the reasons you might see this page is because your computer is possibly infected with spyware/adware. Depending on what you've installed, Ad-aware by Lavasoft or Spybot Search & Destroy (both are free) should help clean out your system. If you do indeed have spyware and it is not removed, there is a very good chance you will encounter this page again.

Verification:
If you feel you are seeing this in error, please enter the characters seen in the image and submit the form.
Your account has been suspended.



Segera Cecep mbak Kiki  dan  mbak Wi untuk membantu memastikan klo account saya masih aman. Mereka bisa akses, berarti aman . Mas Daus juga sampe menelepon saya ikut prihatin

Tadi pagi, menyerahkan password (yang lucu) pada mbak Wi untuk dibantu memecahkan masalah. Sambil menunggu bantuan mbak Wi, saya juga mencoba install Spybot seperti disarankan.

Pada saat bantuan mbak Wi selesai, selesai pula saya mengoperasikan Spybot. Semua cookies dibersihkan sampai ke akar-akarnya.

Sekarang sudah bisa. Terima kasih ya mbak Wi.

Saya bisa posting belanjaan kaset di Surabaya, 27 Desember 2008 yang akan membuat mbak Kiki berbunga-bunga .


Thursday, December 25, 2008

Tiba-tiba Chicago


Entah dari mana datangnya wangsit ini. Tiba-tiba saja, saya kepingin mengoleksi album Chicago semuanya yang berjumlah 32 album. Jadi, saya browse gambar-gambar albumnya di site mereka. Terkumpullah foto cover album mereka dan saya susun jadi seperti ini:



Hebatnya, masih bisa beli sejak album pertama!   Tapi, saya bisa kanker. Jadi, sebaiknya saya jadi pemulung ajah. Pergi ke penjual kaset bekas dan berharap bisa dapet semua, meskipun ada beberapa album yang kayaknya mustahil karena itu CD set, berisi 2. Ada yang mau nyumbang?


Sejauh ini, saya sudah dapet 6 album, seperti di bawah ini:






Setelah Upload dan Download Lelet


Dulu (ceritanya ngomong sejarah), klo mau DL lagu di MP, tak harus punya account MP. Terus, dibatasi, harus punya. Setelah punya account, bisa DL bisa juga UL. Lancar....... Sekali DL bisa langsung 4 lagu. Sekali UL, bisa langsung banyak.

Terus, pembatasan kuota mulai berlaku. UL terbanyak sekaligus 3. Itu pun, leletnya minta ampun.

DL? berbagai cara dilakukan oleh MP untuk membatasi sampai akhirnya tak bisa lagi DL. Untunglah punya teman-teman yang canggih yang bisa membuat DL bisa kembali dilakukan  . Tapi, harus dilakukan 1 by 1  . Capek deh......

Jadi males deh DL lagu di MP. So what?

Ya pakai cara lain! Request mp3 pada teman yang punya lagu yang diinginkan. Kirim-kiriman CD/DVD yang berisi mp3 terjadilah
Inilah indahnya berbagi.


Tapi, tak semua teman mau dan bisa berbagi. Jadi, requestnya cuma ke teman-teman yang bersedia ngasih aja. Yang tak mau dan tak bisa berbagi gimana? Ya udah, berarti tak merasakan indahnya sharing dengan teman lain.

Saya jadi ingat kata bijak: "Jika kamu membagikan kesedihanmu, kesedihanmu akan berkurang separonya. Jika kamu membagikan kebahagiaanmu, kebahagiaanmu akan bertambah 2 kali lipat." Ternyata benar lho!