Tuesday, May 13, 2008

Buah Reformasi?


Tadi, beli tiket di kantor sebuah maskapai penerbangan. Sedang berbicara dengan officernya, seorang anak muda (kira-kira 20 tahunan usianya) nyelonong, memotong pembicaraan kami. Padahal, saya sedang konfirmasi jadwal tiket dan tarifnya.

Nyelonong begitu saja dan mengatakan, "mbak, saya mau konfirmasi tiket"

Dodolnya lagi, si officer tiket itu melayani pula pertanyaan si pemuda itu. Idealnya, kalau mau menciptakan budaya antri, sang officer cewek ini mestinya berani dengan tegas mempersilahkan dia duduk dulu kek, terus dilayani berikutnya.

Saya langsung bengong. Seperti ini kah anak muda jaman sekarang?
Sebagai tanda protes, saya tak mau berkoar-koar. Langsung keluar dari kantor tersebut.

Saya heran, sedemikian penting kah konfirmasi tiket anak tersebut sehingga tak menghiraukan tata krama dan tak mau antri demi sebuah kepentingan pribadi? Emangnya orang lain tak punya kepentingan?

Kualitas manusia Indonesia mengalami degradasi! Tidak semua memang. Tapi, lihat saja, berapa banyak lowongan pekerjaan yang kita temui setiap minggu di koran-koran? Itu tandanya, sebenarnya lowongan pekerjaan masih ada. Tapi, angka pengangguran koq bertambah?

Dalam sebuah informal talk dengan seorang HRD restoran cepat saji ketika mengadakan rekrutmen di Yogya, beliau mengeluh karena sering meleset mendapatkan pegawai ideal. Maunya merekrut 100 orang tenaga baru, tapi setelah proses rekrutmen selesai, yang didapat cuma 7 orang.

Mengapa sebegitu sedikit orang yang qualified untuk masuk perusahaan itu? Apa bukan karena perusahaan yang "cerewet" dan idealis dalam mencari pegawai? Bagaimana pun, perusahaan berhak menentukan kriteria calon karyawan ideal, bukan?

Masih menurut sang HRD, kualitas sarjana memang menurun. Sejak kapan? Katanya sih, sejak jaman reformasi, dimana semua orang merasa sudah mendapat kebebasan, sebebas-bebasnya. Jadi, ketika melamar kerja pun, sang pelamar merasa berhak menentukan gaji (minta gaji sebesar-besarnya tanpa alasan yang logis). Bahkan, ketika wawancara pun berani ngeyel. Dodol gak?

Kalau memang ini yang terjadi, tak heran lah jika angka pengangguran membengkak. Bukan karena tak ada lowongan pekerjaan tapi lebih karena pelamar kerja tak memenuhi standard ideal perusahaan sedang mencari karyawan.

Jadi, ketika reformasi diterjemahkan bebas merdeka, sebebas-bebasnya, apakah ini tidak menjerumuskan diri sendiri? Sedemikan parahkah buah dari reformasi? Mari berdiskusi sambil bersyukur karena kita termasuk orang yang dulu dipenjara tapi memiliki sikap yang setidaknya lebih baik lah........ (narsis dikit boleh donk!)

3 comments:

  1. hihihi gue sering ngalamin kaya gini... dipotong antriannya ama orang geblek:)) mula2 gue suka nyolot juga ... lama2 gue diemin aja... anggep aja ORANG SANGAT TOLOL yang ngga ngerti sopan santun.

    ReplyDelete
  2. aku paling benci orang main sodok antrian gitu... apalagi di jalan... ugh.

    ReplyDelete
  3. susah memperbaikinya... semua mau menang sendiri dan merasa paling benar....

    ReplyDelete